Chapter 194 - Yup, benar!!!

Adith pergi setelah mendapatkan jemputan dari Pak Dimas.

Alisya dan yang lainnya yang harus bekerja tanpa Adith yang sedang melaksanakan rapat sebisa mungkin tak ingin mengganggu fokus Adith dengan memutuskan komunikasi mereka untuk sementara. Mereka bersepakat akan menghubunginya jika memang ada hal penting yang harus mereka laporkan pada Adith, namun Adith bersikeras untuk medapatkan kabar dari Alisya dan melarang Alisya untuk mematikan alat peredamnya.

"Pertama, aku akan menemui anak yang semalam diserang untuk bisa mendapatkan informasi lebih lanjut apakah ia melihat ciri-cirinya atau tidak!" ucap Alisya setelah selesai berganti pakain dengan pakaian yang nyaman.

Pakaian itu sudah disiapkan mereka sebelumnya demi mempersempit waktu agar tak ada wktu yang terbuang percuma dan meminimalisir korban dengan sebaik mungkin. Target mereka adalah untuk menemukan pelaku secepatnya dan menghentikan pengedaran Narkoba khususnya disekitar mereka.

"Sebelum kamu berangkat, Kami juga punya informasi yang sangat penting!" ucap Zein memandang Riyan dan menatap Karin serta Alisya bergantian.

"Ada apa?" Alisya melihat ekspresi mereka jauh lebih tegang dari sebelumnya.

"Aku sudah menemukan siswa-siswa yang menggunakan Narkoba jenis Flakka ini. Meskipun baru sekali mereka menggunakannya, efek ketergantungannya ternyata sangat kuat sehingga para orang tua mereka langsung memasung mereka dirumahnya dan tak memberikan izin untuk siapapun melihatnya. Mereka menganggap anak itu sebagai aib yang harus disembunyikan sehingga akan sulit bagi kita untuk bisa bertemu dengan mereka." Terang Zein memperlihatkan data siswa-siswa pemakai narkoba.

"Tapi aku rasa dengan lisensi sebagai dokter, dia bisa menggunakannya sebagai kedok untuk pemeriksaan dan pengobatan. Meski yah.... kau tentu tau mereka akan sangat sulit untuk di obati, tapi karena mereka baru sekali menggunakan maka masih ada kemungkinan untuk kembali namun tentu saja kau butuh lebih dari sekedar usaha untuk meyakinkan mereka!" tambah Riyan menghela nafas dalam.

"Sepertinya aku bisa menduga siapa orang tua mereka!" terang Alisya dengan tersenyum kecut.

"Yup, kau benar! mereka adalah para orang tua yang dengan lantang bersih keras bahwa anaknya tidak mungkin menggunakan narkoba. Oleh karena itu orang tua akan sedikit merepotkan." Riyan menjentikkan jarinya membernarkan dugaan Alisya.

"Oleh Karena itu, kalian sebaiknya bekerja sama dalam hal ini. Meski aku tau kemampuan kalian, tapi aku merasa akan lebih baik jika kalian memprioritaskan masalah ini." ucap Zein dengan penuh tatapan membara.

"Apa maksudmu? kenapa ini menjadi hal yang kau prioritaskan?" tanya Alisya bingung dengan perubahan rencana mendadak mereka.

"Awalnya aku tak menduga akan terjadi hal seperti ini, namun setelah kami melihat datanya secara rinci, beberapa siswa yang disekap oleh orang tua mereka ditemukan terbunuh dikamarnya." jawab Zein memperlihatkan foto dari siswa yang tewas.

"Pola dan cara pembunuhannya hampir sama dengan yang kita lihat pada komputer milik kepala sekolah, apakah ini...." Karin ingat betul akan gambar dari mayat siswa yang terbunuh lalu dimana jasadnya tersobek-sobek dan organ dalamnya menghilang.

"Sekali lagi benar! Dari semua data yang kami temukan, semua mayat ini memiliki kasus yang sama yaitu jasadnya dirobek dan organ dalamnya di ambil. Kalian taukan pembunuh legendaris bernama Jack The Riper?" tanya Riyan memancing ingatan mereka berdua.

"Jack The Riper pembunuh berantai yang lebih satu abad tidak diketahui identitasnya sampai saat ini yang nama Riper itu diambil dari kebiasaanya merobek jasad dan mengambil organ tubuhnya?" jawab Karin setengah ragu karena tidak mengingat betul.

"Benar dia. Dari situlah kami menduga bahwa orang ini sengaja mengambil kebiasaan dari Jack The Riper yang dia tunjukkan bahwa dia tak mudah untuk ditemukan." jelas Zein mantap.

"Bukan hanya itu, dilihat dari semua daftar siswa pemakai narkoba ini, mereka semua meninggal dengan kasus yang sama yang berarti pembunuhnya adalah satu orang yang sama juga. Dan sepertinya dia membunuh mereka satu persatu untuk para siswa ini tidak membocorkan informasi mengenai pada siapa dan dari mana mereka mendapatkan obat-obatan ini sekaligus memancingmu keluar." tambah Riyan lagi.

"Untuk itulah kalian meminta kami untuk bekerja sama sampai dimana kami bisa mengetahui siapa dan mengapa serta mengukur kemampuan orang ini karena kita belum mengetahuinya sama sekali dan Karin bisa mencari petunjuk lebih banyak dengan melakukan penelitian pada jasad dari mereka yang meninggal ini" tebak Alisya dengan tatapan datar.

"Ironis memang, tapi itulah yang harus kita lakukan demi mendapatkan izin dan bisa mendapatkan bukti lebih banyak lagi dari para siswa yang sudah meninggal itu!" Ucap Riyan dengan wajah yang tak bisa ia ungkapkan sendiri.

"Dengan begitu kita juga bisa sedikit meringankan beban orang tua mereka dengan menemukan kebenaran dibalik kematian anak mereka sebab mereka menduga bahwa anak mereka meninggal bukan karena terbunuh melainkan karena bunuh diri. Sebuah aib yang benar-benar sulit untuk diterima setiap orang tua kepada anak yang sangat mereka cintai." terang Zein dengan wajah sedih memikirkan bagaimana perasaan sedih dan sakit orang tua yang kehilangan anaknya.

"Baiklah kalau begitu, memang ada baiknya jika kami bekerja secara bersama ketimbang harus terpisah. Sudah cukup bagiku melihat Ryu yang terluka, aku tak ingin ada lagi yang mengalami hal yang sama terlebih jika itu terjadi pada Karin, aku takkan pernah bisa memaafkan diriku sendiri."Alisya memandang Karin dengan mata yang penuh akan kekhawatiran dan kasih sayang yang teramat sangat dalam.

"Aku juga sama, aku takkan mampu melihat siapapun lagi terluka. Kali ini aku tau bagaimana perasaan Alisya ketika melihat orang yang kita kasihi dalam keadaan terluka yang cukup parah dan hampir kehilangan nyawanya." tambah Karin lagi memadang Alisya dengan tatapan yang sama.

"Sebaiknya kami berangkat sekarang, kami akan memakai motor Adith agar lebih gampang untuk bisa menembus jalan yang sebentar lagi akan macet karena semua orang sudah mulai pulang dari kantor!" Alisya dengan cepat mengajak Karin. Melihat antusias keduanya, Zein dan Riyan hanya bisa tersenyum kecut karena merasa tak bisa melakukan apapun selain mendukung mereka berdua.

"Level kemampuan kita memang berada jauh dibawah mereka. Aku sangat mengagumi mereka, tapi tetap saja rasanya hatiku getir saat melihat mereka terlalu jauh untuk aku gapai." ucap Riyan dengan tatapan nanar.

"Mari kita berjuang lebi keras lagi untuk melampaui mereka berdua termasuk Adith!" jawab Zein menyemangati Riyan dan dirinya sendiri.

Meski kemampuan bertarung mereka tidak dapat diragukan, ketika melihat kemampuan Alisya dan Karin mereka merasa sangat rendah dibandingkan dengan kemampuan keduanya. Bahkan Adith yang sudah banyak mengalami perubahan dan peningkatan kemampuanpun masih belum bisa menyamakan kedudukan mereka dengan Alisya dan Karin. T