Chapter 259 - Penutupan 2

Ryu yang melihat Karin sedang kerepotan saat menangani beberapa pria yang sedang mengajaknya berkenalan dan bahkan meminta nomor telpon dan alamat media sosialnya dengan cepat menghampiri Karin dan langsung berdiri dihadapan Karin menghadapi semua pria itu dengan tatapan dingin.

"Maaf, sebaiknya kalian pergi dari sini. Dia adalah milikku." tegas Ryu dengan tatapan mantap dan penuh percaya diri.

"Apa milikmu? kau pikir siapa dirimu?" seorang pria dengan kuat mendorong bahu Ryu.

"Kami sudah mencari tahu, Karin itu tak memiliki seorang pacar sekalipun." tambah pria lainnya mencoba mendorong Ryu dari sana namun posisi Ryu bahkan tak bergeser sedikitpun.

"Sekarang dia adalah milikku." Rangkul Ryu cepat dimana Karin hanya terpana memandang wajah Ryu lekat-lekat tanpa berpaling.

"Karin, apa benar yang di katakan?" tanya mereka dengan tegas.

"Karin, kau mendengar kami tidak?" ucapnya sekali lagi dengan suara yang lebih lantang.

"Sudahlah! kau bisa lihat sendiri bagaimana reaksi Karin terhadapnya. Jika tidak benar, dia pasti sudah di hajar dari tadi." ucap seorang lain yang sadar saat melihat tatapan terpesona Karin terhadap Ryu.

Mereka dengan penuh rasa malu segera bergegas meninggalkan mereka disana.

Riyan yang baru saja bisa melepaskan diri dari para wanita yang mengerubuninya dengan begitu agresif langsung terhenti. Ia yang sebelumnya ingin mengungkapkan perasaanya kepada Karin dihadapan semua orang langsung menelan ludah pahit karena telat beberapa detik dari Ryu yang bisa dengan mudah menolak semua perempuan yang menghampirinya dengan mantap dan tanpa basa-basi.

Ryu yang ingin bersikap baik dengan menolak mereka secara sopan pada akhirnya malah membuatnya harus kehilangan satu kesempatam yang sangat berharga baginya.

"Terkadang terlambat dalam mengambil keputusan dapat membuatmu kehilangan sesuatu yang berharga." Batin Riyan tersenyum atas lambatnya ia saat mengambil keputusan.

Berbeda dengan Ryu yang langsung menanggapi perasaannya dengan cepat. Sehingga keberuntungan pun menghampiri dirinya.

"Zein... zein... zein.... ka... kami bisa menjadi temanmu kan?" tanya seorang perempuan menyerbu Zein yang terus melarikan diri. Mereka terus memanggil nama Zein dengan penuh nafsu.

"Bisakah kalian hentikan itu? apa kalian tidak lihat bagaimana dia kewalahan menghadapi kalian semua? laki-laki itu paling benci dengan wanita yang agresif." bentak Adora mulai kesal dengan tingkah mereka yang seperti cacing kepanasan.

"Apa urusanmu? dia bahkan bukan siapa-siapa mu." bentak seorang perempuan melawan ucapan Adora.

"Kalian yang dari sekolah lain juga kenapa begitu sibuk mengganggu pria dari sekolah lain? apa sekolah kalian sudah kehabisan stock orang ganteng?" Adora menatap dengan sinis tak ingin kalah.

"Puftttt hahahah... kau cemburu karena kami mendekati dia? Dia bahkan tidak menolak kami dan kau terlihat seperti seorang gorila yang diambil makanannya." terang yang lainnya tak kalah sinis menatap Adora dengan tajam.

"Ha??? Cemburu? buat apa saya cemburu pada orang seperti kalian? lagi pula Zein juga takkan mungkin menyukai orang seperti kalian." Adora menyunggingkan senyuman jahat dengan penuh percaya diri.

"Orang seperti kami? Orang seperti kami juga masih penuh percaya diri. Lihat dulu dirimu sebelum bicara, memangnya dengan kau berkata seperti itu Zein juga akan menyukai mu?" serang yang lainnya dengan lebih lantang.

"Setidaknya dia lebih tau cewek yang bermartabat dibanding model murahan seperti kalian." tegas Adora kesal dengan sikap mereka.

"Kau!!!" seorang perempuan mencoba ingin menampar Adora namun dengan cepat dihentikan oleh Zein dengan menangkap tangannya dengan kuat dan menepisnya dengan kasar.

Zein yang tak menyangka Adora begitu penuh percaya diri menghentikan mereka dengan sangat berani membuatnya tersenyum dan cukup senang karena itu. Melihat Adora yang terdiam karena hal tersebut membuat Zein menjadi greget untuk membantu Adora.

"Gimana yah? sepertinya aku lebih tertarik kepada dia, dia begitu berani membelaku dan tau banyak tentang diriku. Dia bahkan berani membelaku meski dia tak tahu apa yang aku rasakan karenanya. Untuk itu, dia sudah membuatku cukup tertarik." terang Zein dengan cepat merangkul bahu Adora dengan sangat akrab.

Mendapat perlakuan manis dari Zein seketika membuat Adora berdebar kencang. Ia yang selama ini hanya bisa saling komunikasi dalam pertemanan tak pernah menyangka kalau Zein akan merangkul pundaknya se erat itu.

Melihat apa yang sedang dilakukan oleh Zein kepada Adora segera membuat mereka semua pergi secara teratur dengan makian dan hinaan didalam hati mereka mengutuk Adora.

"Ummm... Zein, kamu sudah bisa lepas. Mereka juga sudah pergi semua kan." terang Adora yang merasakan sesak di dadanya karena bahagia juga miris karena bagi Adora, kata-katanya yang ia ucapkan hanyalah sebuah kebohongan untuk mengusir mereka pergi.

"Terimakasih! Anggap saja ini Fan Service. hmmm Sepertinya disini cukup kacau juga yah karena acaranya belum dimulai." terang Zein melepas rangkulannya setelah ia rasa cukup dan melirik ke segala arah memperhatikan semua hal yang sedang terjadi disana.

Adora langsung melarikan diri karena merasa wajah serta kepalanya panas karena bisikan hangat Zein ditelinganya.

"Rasanya tubuhku akan meleleh dibuatnya." Adora sudah berada diluar gedung untuk menenangkan dirinya.

Saat dia sedang memegang pipinya dengan erat, dia melihat seorang anak kecil berjalan dengan sebatang es krim di mulutnya. Anak itu adalah seorang anak dari salah satu perwalian yang datang pada kegiatan lomba tersebut.

"Hei, dimana kamu membeli es krim itu?" Adora tak sadar kalau ia bertanya dengan wajah yang menyeramkan kepada seorang anak kecil sehingga anak tersebut menangis dengan hebat.

"uaaaahhh aaaahhh., aaaaaa" teriaknya ketakutan karena wajah Adora.

"Nih..." Adora menaikkan satu lembar uang 50 ribu yang diberikannya kepada anak tersebut.

"Disana..." Jawabnya cepat setelah melihat uang tersebut.

"Kampret,, anak zaman sekarang tau aja namanya uang. Tangisnya berhenti seketika dan ekspresi wajah langsung berubah jadi ceria. ckckckck" Adora berdecak takjub dengan tingkah anak kecil tersebut.

Anak yang sebelumnya menangis dengan hebat itu segera menari-nari dengan girang mengambil uang milik Adora sambil berlalu pergi.

Adora menuju ke arah yang ditunjuk oleh anak sebelumnya untuk membeli es krim kemudian duduk di teras tidak jauh dari pintu masuk gedung aula penutupan tersebut.

"Huuhhh,, aku pikir kau kemana! Ternyata disini. Kau membuatku khawatir" Zein datang dengan terengah-engah karena mencari Adora yang melarikan diri.

Melihat Adora sedang menyendok es krim, Zein langsung memajukan wajahnya dan memakan es krim yang berada ditangan Adora. Wajah Adora Kembali memerah merona dan memanas. Ia menjadi salah tingkah dan tak tahu apa yang harus dia perbuat sehingga ia salah menelan ludahnya yang malah masuk ke tenggorokan karena ia mendesah.

"Kau tidak apa-apa?" Zein sekali lagi menyerang Adora dengan wajah tampannya.