Chapter 262 - Kau Mau Bunuh Diri?

"Wow... apa yang baru saja terjadi? Bagaimana kalian bisa melakukan semua itu dengan begitu mudahnya?" tanya Karin tak menyangka kalau Alisya dan Adith bisa melakukan pertunjukan mendadak dengan sekeren itu.

"Kau hebat Dith. Aku tak mengira kalau kau begitu jago dalam menari." puji Adora dengan penuh semangat.

"Kami malah sahabat baiknya juga tak menyangka kalau dia akan sehebat ini." terang Riyan yang masih belum bisa menghilangkan bayangan bagaimana mereka bisa menguasai panggung dengan sangat baik.

Mendengar pujian dan pertanyaan dari teman-temannya Adith hanya tersenyum simpul.

"Kau baik-baik saja?" tanya Adith kepada Alisya yang terlihat masih mengerutkan keningnya dengan kuat.

"Bisa kita keluar? kepalaku rasanya sakit!" Alisya semakin tidak nyaman dengan semua keributan yang sedang terjadi didalam aula tersebut.

Melihat wajah kurang nyaman Alisya membuat yang lainnya mengangguk pelan memberikan Alisya ruang untuknya keluar dari acara penutupan tersebut berhubung acara penutupan itu telah selsai dilakukan dan sekarang hanya ada beberapa pertunjukan yang sudah dipersiapkan oleh para panitia.

"Rasanya puas sekali setelah memberikan mereka pelajaran dengan telak." seru Aurelia datang menghampiri mereka dengan wajah yang sumringah.

"Ada apa?" tanya Adora kepada Yogi yang datang dengan wajah lesunya setelah lelah menenangkan Aurelia yang terus mengamuk.

"Aku juga tak tau, tapi malam ini dia jadi gampang sekali marah." ucap Yogi lesu.

"Apa dia lagi dalam periodenya?" ucap Feby yang menerka masa menstruasi dari Aurelia.

"Jangan membicarakan ku yang tidak-tidak, aku hanya sedang kesal saja" jawab Aurelia kesal mendengar percakapan mereka yang sangat jelas.

"Dia lagi menopause dini." Karin berjalan melewati dengan santai.

"Karinn... ya nggak lah apa'an sih!" protesnya yang malah mendapatkan tawaan renyah dari sahabat-sahabatnya sedang Yogi langsung membelai lembut rambut Aurelia yang langsung bertingkah manja.

Setelah merasa cukup jauh, Adith dan Alisya segera duduk di taman sekitar area perlombaan yang terlihat sedikit sunyi karena semuanya masih berada di dalam gedung.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Adith lagi setelah Alisya bisa duduk dengan nyaman.

"Sudah lebih baik dari sebelumnya." jawabnya pelan.

"Maafkan aku karena meninggalkan mu diatas sana sendirian." ucap Adith merasa bersalah kepada Alisya.

"Apa kau akan datang setiap kali aku selalu dalam kesulitan?" tanya Alisya menatap Adith dalam.

"Tentu saja, kapanpun dan dimanapun aku akan datang setiap kali kau kesulitan. Bahkan aku akan tetap meski kau tak kesulitan sama sekali." jawab Adith meyakinkan Alisya.

"Tapi sikapmu yang seperti ini justru akan semakin membuat ku kesulitan." Alisya tertunduk tak bisa menatap mata Adith.

"Alisya, lihat aku! Pinta Adith duduk berjongkok dihadapan Alisya.

"Apa maksudmu dengan aku membuat mu kesulitan?" tanya Adith bingung tak paham maksud dari perkataan Alisya.

"Kau tau sikapmu yang seperti ini hanya akan membuatku sangat ketergantungan terhadap dirimu. Aku akan kesulitan jika sehari saja tanpa dirimu." jelas Alisya dengan air mata yang mengalir mengingat bagaimana leganya perasaannya saat melihat Adith datang menghampirinya tadi.

"Lalu kenapa? jadikan saja aku sebagai obat candumu. Kau bisa bergantung padaku, bahkan jika kau tak mau sekalipun aku akan membuat kau bergantung padaku." terang Adith dengan suara beratnya yang lembut.

Tapi Dith..." Alisya ingin membantah apa yang dikatakan Adith, namun Adith menggenggam tangan Alisya dengan sangat erat.

"Bukan hanya kau yang bergantung padaku, tapi aku pun bergantung kepadamu Sya. Kita itu saling membutuhkan satu sama lainnya jadi kau tak perlu khawatir." Adith mengusap Air mata Alisya dengan penuh kelembutan.

Alisya hanya bisa terdiam menunduk dalam mendapat perlakuan manis dari Adith.

Akiko yang sedang membawa beberapa keperluan berkas sebagai laporan atas kegiatan lomba pertandingan beberapa hari kemarin kerepotan berjalan keluar dari gedung aula setelah meminta tanda tangan dari pak Richard.

Dia yang berjalan tak tahu kalau sudah berada di dekat tangga hampir saja jatuh namun perutnya ditarik dengan lembut dari belakangnya.

"Kau mau bunuh diri? Aku sudah memanggilmu beberapa kali tadi." seru Karan dengan posisi memeluk Akiko dari belakang.

"Ah... maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk..." jantung Akiko langsung berdebar dengan sangat kencang ketika ia menolehkan kepalanya kebelakang dan melihat wajah Karan dari jarak yang sangat dekat.

"Ehemm... kenapa barang bawaan mu sebanyak ini?" tanya Karan melepas pelukannya cepat lalu mengambil semua berkas dari tangan Akiko untuk membantunya meringankan bebannya.

"Oh.. itu pak Irhan yang menyuruhku untuk membawa ini kembali ke kamar dan... tunggu sebentar, kenapa kak Karan bisa ada disini?" Akiko tersadar karena ia tak menyangka kalau Karan akan berada disana.

"Mari ku antar membawa berkas-berkas ini." Ajak Karan cepat belum menjawab pertanyaan Akiko.

Akiko pun mengangguk menutut menunjukkan jalan kepada Karan.

"Jadi apa yang membuat kakak berada disini?" tanya Akiko sekali lagi sembari berjalan pelan.

"Karin yang menghubungi ku mengenai kondisi Alisya yang sempat memburuk sebelumnya. Sehingga aku kemari membawakan beberapa suntikan khususnya." jawab Karan berjalan beriringan dengan Akiko.

"Melihat kalian yang sangat baik kepada kak Alisya membuat ku jadi bertanya-tanya, kenapa kalian semua begitu baik kepadanya?" Akiko memandang Karan dengan tatapan penuh antusias.

"Ini semua karena ibu Alisya dulu pernah menyelamatkan hidup Karin dan Karin yang dulu begitu introvert dan punya phobia berhadapan dengan banyak orang menjadi sangat ceria dan murah senyum kepada siapapun berkat Alisya." terang Karan mengingat bagaimana menggemaskannya Karin sewaktu kecil.

"Kak Karin penyendiri? tidak terlihat seperti itu." Akiko yang bertemu dengan Karin yang saat ini sudah jauh berbeda.

"Itu karena Alisya lah yang mengajarkan Karin banyak hal. Bahkan dulu Karin mendekati Alisya karena sikap Alisya yang seperti cowok yang membuat Karin jatuh cinta pada Alisya karena Alisya yang selalu menyelamatkan dia setiap kali dia di bully sejak kecil." ucapnya lagi sembari menahan langkah Akiko yang goyah karena berjalan mundur untuk bisa melihat wajah Karan saat sedang menjelaskan.

"Aku bahkan tak pernah mengira kalau kak Karin bisa melewati masa-masa mengerikan seperti itu." Akiko segera berbalik membelakangi Karan sembari memikirkan bagaimana Karin memiliki alasan yang kuat bersama Alisya.

"Tentu saja, karena sekarang dia sudah jauh lebih baik." terang Karan dengan suaranya yang menawan

"Kak Karan? kok kakak bisa ada disini..." panggil Alisya setelah mengenali siapa yang sedang bersama Akiko.

Karan hanya tersenyum melihat Alisya yang tampak baik-baik saja meski wajahnya masih terlihat kurang baik. Setelah membantu Akiko membawa beberapa berkas laporan yang ada, Karan segera memberikan suntikan kepada Alisya untuk mengendalikan energi nano didalam dirinya yang tidak teratur yang membuatnya kehabisan energi tubuh.