Chapter 264 - LGBT

"Maaf bu, kami baru saja…" Alisya yang masuk bersama Egi sudah terlambat beberapa menit saat ibu Hasrah sudah berada didalam kelas.

"Masuklah, bagaimana denganmu Egi? Apakah perutmu masih sakit?" tanya ibu Hasrah dengan penuh perhatian. Alisya menoleh ke arah teman-temannya yang sudah tersenyum simpul karena berbohong demi menyelamatkan mereka berdua.

"Oh.. I… Iya bu, sekarang sudah agak mendingan." Jawab Egi cepat dengan wajah yang terlihat gugup.

"Ya sudah, silahkan duduk. Kita akan lanjutkan diskusi kita yang sebelumnya." Ibu Hasrah yang tanpa rasa curiga langsung mempersilahkan Alisya dan Egi untuk duduk dikursi mereka masing-masing.

"Kita akan mengobati tanganmu setelah selesai mata pelajaran ini, untuk mengetik, kamu masih bisa menggunakan suara saja." Alisya berbisik kepada Egi pelan karena mereka tak bisa meninggalkan pelajaran itu karena mereka harus mendapatkan poin dari ibu Hasrah sebagai tambahan untuk nilai mereka sebelum memasuki ulangan tengah semester.

Dan poin itu sangat penting bagi Egi sehingga ia yang terus menolak Alisya yang terus memaksanya untuk merawat tangannya terlebih dahulu. Egi mengangguk pelan kemudian menuju ke tempat duduknya dengan terus menyembunyikan rasa sakit pada tangannya akibat di injak oleh Citra sebelumnya.

"Kita lanjutkan yah… karena Alisya baru masuk maka saya akan ulang materi kali ini yang berhubungan dengan LGBT. Apakah LGBT dapat dikatakan sebagai kelainan Genetis atau masalah Kejiwaan?" Ibu Hasrah sengaja mengulang kembali pembahasan mereka agar Alisya dan Egi bisa memahami materi apa yang sudah dibahas sebelumnya.

"Kalau berbicara genetis, maka yang dimaksudkan adalah jenis kelamin laki-laki atau perempuan." Jelas Adora mencoba mengingat apa yang sudah ia pelajari selama ini.

"Itu artinya seharusnya memang tidak ada istilah LGBT dalam penentuan jenis kelamin atau secara genetis tidak ada istilah LGBT yang berarti LGBT itu merupakan masalah kejiwaan." Tambah Beni sembari mencari beberapa artikel yang membahas tentang hal tersebut dari tablet yang disediakan.

Ibu Hasrah hanya terus memperhatikan mereka berbicara satu sama lainnya dengan mempersilahkan mereka berbicara setiap kali mereka mengangkat tangan.

"Lalu, apakah LGBT bisa disebut sebagai penyimpangan?" pancing ibu Hasrah agar diskusi mereka semakin melebar dan mendalam.

"Penentuan jenis kelamin itu ditentukan saat fertilisasi terjadi menjadi sebuah zigot. Setiap sel tubuh perempuan membawa 2 kromosom X dimana pada setiap pembentukan ovum, hanya menghasilkan ovum yang mengandung satu kromosom X." jawab Alisya menganalisa maksud dari materi yang sedang mereka diskusikan.

"berbeda dengan laki-laki, yang membawa kromosom X dan Y, sehingga dalam pembentukakan gametnya (Sperma) ada dua tipe yaitu gamet yang membawa X dan Yang membawa Y." Sambung Karin setelah mendapatkan referensi dari buku digital yang dilihatnya.

"Itulah mengapa dalam pembentukan Zigot, jenis kelamin Zigot ditentukan oleh tipe sperma yang membuahi Ovum (sel telur)." Tambah Syam dengan penuh percaya diri.

Ibu Hasrah tersenyum dengan kemampuan mereka yang sangat cepat dalam mencari materi dan jawaban yang cocok dengan materi yang sedang mereka diskusikan saat itu.

"Bila terjadi kesalahan dari proses fertilisasi (Pembuahan sel sperma dan sel telur) normal, maka akan menghasilkan komposisi genetic yang berbeda dari semestinya. Hal ini akan menghasilkan suatu keadaan yang disebut sindrom." Tambah Yogi cepat setelah berhasil mendapatkan materi yang cocok.

Mereka semua berebut untuk bisa mendapatkan poin sehingga tak ada satupun dari mereka yang berdiam diri selama kelas berlangsung.

"Nah… contoh sindrom yang umum muncul biasanya seperti Sindrom Turner yang menyebabkan Ovarium sukar untuk tumbuh, Sindrom Klinefelter dimana testis mengalami penyusutan atau mengecil, Sidrom Jacob dapat membuat penderita bertindak kasar, agresif, dan sering berbuat criminal." Jelas Fani mencoba memberikan jawabannya.

"Selain itu ada juga Sindrom Wanita super dimana seorang wanita memiliki tubuh yang tinggi, Sindrom Down yang mana penderitanya memiliki IQ yang rendah, Sindrom Edwards dimana terjadi kelainan pada alat tubuh, Sindrom Patau dimana penderita meinggal pada usia kurang dari satu tahun." sambung Rinto yang tak ingin ketinggalan.

"Wowww… sepertinya anak itu sudah mengalami banyak perubahan yah?" bisik Gani kepada Yogi yang langsung mendapat perhatian dari Ibu Hasrah karena keduanya.

"Gani, bagaimana menurutmu?" tanya ibu Hasrah kepada Gani yang sedang menggrecoki Yogi dan Rinto.

"ah ,,, anu bu,,,!" ucap Gani gagap karena teguran dari ibu Hasrah yang secara mendadak.

"Anu?" ibu Hasrah mengerutkan keningnya karena ucapan abstrak dari Gani. Sontak saja mereka semua tertawa dengan lepas karena Gani. Setelah merasa cukup puas, mereka kemudian sejenak terdiam untuk memberi kesempatan kepada Gani.

"Ehem…" Gani menenangkan diri sebelum memulai penjelasannya. "Dari semua yang sudah dikatakan oleh teman-teman, dapat dikatakan bahwa LGBT bukanlah masalah genetis sebab secara genetis hanya ada dua jenis kelamin pada manusia, yaitu laki-laki dan perempuan" lanjut Gani setelah kembali menemukan jawaban yang tepat.

"Dalam ilmu psikiatri juga dikenal orientasi seksual seperti homoseksual yaitu kecenderungan ketertarikan secara seksual pada jenis kelamin sama seperti lesbian dan gay, Bisesksual yaitu kecenderungan ketertarikan seksual kepada kedua jenis kelamin dan Transeksual yang mana gangguan identitas jenis kelamin berpa Hasrat untuk diterima sebagai anggota dalam kelompok lawan jenisnya." Jelas Gina dengan Panjang lebar.

"Dalam pemetaan gen HUGO (Human Genom Project) juga tidak ada gen secara khusus yang mengkode untuk ekspresi LGBT." Sambung Emi cepat untuk bisa mendapatkan poin dengan jawabannya.

"Dengan demikian, sudah jelas bahwa LGBT adalah masalah kejiwaan." Ucap Feby sembari tersenyum menyimpulkan hasil diskusi mereka pada saat itu.

"Luar biasa, cara kalian meberikan materi ini sangat terstruktur dan baik dalam penyampainnya. Kalian semua berhak mendapatkan poin yang bagus dariku. Dan benar seperti yang sudah kalian bahas semua bahwa LGBT bukanlah masalah genetis, melainkan masalah kejiwaan. Ekspresinya diarahkan oleh lingkungan yang menyertai selama perjalanan tumbuh kembang yang bersangkutan." Jawab Ibu Hasrah menyimpulkan seluruh hasil diskusi pada hari itu.

Baru saja ibu Hasrah selesai berbicara, bel pelajaran berikutnya sudah menggema dengan nyaring yang membuat iu Hasrah segera bersiap memberi kode kepada semua siswa yang sudak ikut berpartisipasi dalam memberikan jawaban dengan baik.

Pelajaran kedua pun berlangsung lebih tenang karena mata pelajaran Bahasa inggris hanya mengharuskan mereka untuk membaca teks drama dengan penuh penghayatan dan tak ada salah satu dari mereka yang menertawakan teman-temannya saat sedang mencoba berbicara karena semua dapat berbahasa inggris dengan lancer dan mudah.

Hanya saja akan selalu ada biang kerok yang selalu menciptakan suasana konyol dan gaduh di dalam kelas dimana Gani dan Beni membacakan naskah drama tersebut dengan ekspresi yang terlalu lebay dan bahkan terlalu menjiwai secara berlebihan.