Chapter 265 - Cerita Egi

"Aucchhh…" Egi meringis kesakitan setiap kali Karin memegang tangannya meski dengan gerakan yang cukup sederhana.

"Siapa yang suruh sih tangan kamu ditaruh dibawah kaki orang." Sindir Aurelia dengan tatapan sinis.

"Anak ini, kalau khawatir yah terus terang saja nggak usah sok jaim gitu!" senggol Adora kepada Aurelia yang berbicara terlalu terang-terangan.

"Loh.. emang bener kan? Lagi pula bagaimana bisa tangan dia sampai terkilir begitu parah?" ketus Aurelia sekali lagi yang masih tetap berada disana meski sudah di usir pergi.

"Jangan dengarkan dia, abaikan saja kaleng rombeng satu ini." Ucap Feby yang langsung mendapat bekapan kuat dari Aurelia yang kesal.

"hahahaha,,, Terima Kasih, maaf sudah membuat kalian semua khawatir. Tapi aku benar baik-baik saja." Egi merasa sangat bersyukur karena memiliki teman-teman sekelas seperti Alisya dan yang lainnya.

Mereka yang selama ini tak saling menyapa karena Egi yang bersikap malu-malu lama kelamaan mau membuka hatinya setelah beberapa hari lalu diberi kesempatan untuk ikut dikelas belajar tambahan bersama mereka.

"Sepertinya jari tanganmu mengalami trauma. Aku takt ahu apakah terjadi keretakan tulang atau pergeseran tulang namun karena adanya trauma pada tubuh akan menyebabkan nyeri karena rangsangan saraf yang terjadi." Terang Karin mencoba menjelaskan kondisi tangan yang sedang di alami oleh Egi.

"Apa itu artinya jari-jari tangannya mengalami luka yang parah?" tanya Emi khawatir terhadap Egi.

"Biasanya akan terjadi bengkak akibat adanya pecahnya pembuluh darah akibat trauma. Tapi jika jarimu mengelami keterbatasan gerak, apalagi nyeri hebat saat digerakkan, maka kamu bisa berkonsultasi kak Karan untuk menilai adanya kemungkinan patah, retak atau bergeser." Jawab Karin sembari memberikan alcohol pada luka permukaan kulit disekitar jari-jari Egi yang ditambahkan betadine agar luka goresannya tidak mengalami infeksi.

"Untuk sementara hal yang dapat kamu lakukan yakni kompres dengan kompres dingin selama 2 hari pertama dan dilanjutkan dengan kompres hangat." Tambah Alisya mengingatkan Egi. Ia yang sudah terbiasa mengalami hal tersebut tau betul apa yang harus dilakukan.

"Semoga saja tanganmu tidak mengalami luka yang cukup parah" ucap Gina yang sedari tadi mengerutkan mukanya setiap kali menatap wajah Egi yang sedang berusaha menahan sakitnya.

"Melihatmu seperti itu seolah membuatku ikut merasakan sakitnya."ucap Fani yang memandang serius kea rah Egi.

"Apa kalian tidak lapar? Kenapa kalian semua berkumpul disini." Karin mulai terganggu dengan kehadiran mereka yang mengahambat pergerakannya karena memenuhi ruang UKS tersebut.

"Oh iya, aku hampir lupa kalau ada satu kampung yang harus aku isi." Emi merujuk kepada perutnya yang selalu ia sebut sebagai kampung tengah.

"bagaimana dengan kalian?" tanya Adora kepada Alisya dan Karin yang terlihat tak bergerak dari tempat duduknya meski telah selesai memberikan perban pada tangan Egi.

"Kami akan menyusul, kalian pergi lebih dahulu. Aku harus meminta Karin untuk mengurut pundakku yang terasa sedikit pegal." Alisya sengaja beralasan dengan menatap tajam kearah Karin. Hanya dengan melihat mata Alisya saja, Karin sudah paham akan apa yang sedang ingin dilakukan oleh Alisya.

"Baiklah, kalau begitu kami akan ke kantin terlebih dahulu." Terang Adora keluar dari ruang UKS diikuti oleh Aurelia dan yang lainnya.

Setelah beberapa saat, Alisya mengatur tempat duduknya dengan lebih nyaman untuk berada cukup dekat dengan posisi Egi.

"Jadi, apakah kamu bisa menceritakan tentang apa yang terjadi tadi pagi?" Alisya sudah menopang kedua tangannya menunggu penjelasan dari Egi yang sudah berjanji kepada Alisya.

"Ummm… itu,,, pertama Namanya adalah Citra Paputungan. Dia berasal dari kelas Elite IIS 1 dan juga dia adalah bos dimana ayaku bekerja. Keluargaku sudah berhutang budi yang cukup banyak terhadap keluarganya." Terang Egi memulai penjelasannya dengan menjelaskan siapa sebenarnya Citra yang sudah berbuat cukup kejam kepadanya.

"Apa ini ada hubungannya dengan luka yang sedang kau alami saat ini?" tanya Karin yang masih belum paham akan apa yang sedang dibahas oleh Alisya dan Egi. Egi mengangguk pelan kepada Karin dengan senyuman yang terlihat putus asa.

"Apa yang membuatnya berbuat seperti ini padamu!" tatapan mata Alisya yang sarat akan kemarahan atas tidakan Citra kepada Egi bisa dirasakan oleh Egi dengan begitu tulus.

"Dia memang anak yang sudah terbiasa dimajakan oleh keluarganya sehingga tempramennya lama kelamaan semakin menjadi jadi, meski awalnya dia tidak separah ini tapi entah kenapa sekarang malah dia semakin kasar dan kejam. Dia menganggapku seperti seorang pelayan atas alasan orangtuaku yang berutang budi kepada orang tuanya." Jawab Egi kembali menjelaskan apa yang sedang di hadapinya.

"Sudah seberapa sering dia berbuat seperti ini?" tanya Karin yang merasa khawatir dengan kondisi mental Egi akibat perundungan yang dia alami.

"Terkadang sehari ia bisa memanggilku sebanyak 5 – 10 kali." Egi menunduk putus asa setiap mengingat kelelahan yang harus dia hadapi setiap kali ia harus terburu-buru untuk mengikuti perintah Citra.

"Apa saja yang ia lakukan setiap kali kau terlambat selain apa yang baru saja dia lakukan tadi?" Alisya mulai mengepalkan tangannya mencoba untuk meredam amarahnya.

"Untuk menginjak tanganku dengan kuat memang baru tadi ia lakukan, namun selama ini ia kadang menjambak rambutku atau menyiramku dengan air yang berasal dari kloset toilet sekolah." Egi terlihat ragu-ragu saat bercerita tentang hal tersebut kepada Alisya.

Egi yang selama ini sudah sekelas dengan Alisya meski tak begitu akrab dan jarang berkomunikasi satu sama lainnya paham betul bagaimana tingkat kepedulian Alisya kepada orang-orang yang berada disekitarnya. Meski pertama kali Alisya terkesan cuek dan juga menakutkan, tapi tetap saja Alisya akan ikut campur untuk menyelesaikan masalah teman-temannya jika itu memungkinkan baginya.

"Lalu kenapa kau tidak melaporkan perbuatan mereka kepada ibu Vivian atau guru-guru lainnya agar mereka berhenti untuk melakukan hal ini lagi padamu." Terang Karin mencoba memberikan solusi kepada Egi terhadap apa yang dia alami.

"Tidak semudah itu, jika aku melaporkan hal ini kepada guru-guru ataupun ibu Vivian, maka aku takut Citra akan melakukan sesuatu kepada ayahku. Maka dari itu mencegah Alisya untuk berbuat sesuatu kepadanya." Seru Egi menatap penuh harap kepada Alisya.

"Tapi kamu tidak bisa seperti ini terus!!!" bentak Karin yang mulai kesal dengan sikap positif yang salah dari Egi.

"Aku tau, tetapi aku lebih memikirkan nasib kedua orang tuaku. Dan bagiku ini tidak seberapa." Karin yang medengar ucapan Egi hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Kenapa dimana-mana selalu saja aka nada orang-orang yang berprilaku kolot seperti ini hanya untuk mendapatkan kesenangan tanpa memikirkan orang lain!" Karin merasa sangat kesal sedang Alsiya hanya terdiam.