Chapter 281 - Tamparan Bibir

"Kenapa kau selalu ceroboh? tidak bisakah kau menjaga dirimu sendiri?" Karin mengomel kesal dengan Ryu yang selalu saja mendapatkan luka pada tubuhnya.

"Ahhh... ssshhh" Ryu meringis pelan saat Karin memberikan salep pada tangannya.

"Anggap saja itu hukuman buatmu, apa kau serius merasakan sakit? Jika iya maka seharusnya kamu tidak akan dengan mudahnya terluka." ucap Karin berdiri dari hadapan Ryu untuk mengambil sesuatu.

"Maafkan aku," tak tahu kenapa Ryu hanya ingin meminta maaf kepada Karin yang selalu repot merawat dirinya tiap kali mengalami luka-luka.

"Kenapa perban itu berada di atas sana?" Karin melihat perban baru yang sempat ia beli berada di atas sana. Setelah di ingat, itu adalah pekerjaan Beni karena kesal saat Karin selalu saja membeli barang-barang pengobatan dimanapun dia berada meski itu pada saat mereka sedang liburan.

"Biar aku yang mengambilnya." ucap Ryu berdiri dari tempat duduknya.

"Duduklah, aku masih bisa mengambilnya menggunakan kursi." seru Karin masih kesal kepada Ryu.

"Dasar Beni, aku membelinya hanya untuk berjaga-jaga jika terjadi hal seperti ini. Sepertinya aku harus memberikan dia suntikan gila." Ryu yang mendengar Karin sedang bergumam karena kesal akhirnya merinding dan meringkuk di tempat duduknya berusaha untuk tidak mengusik Karin lagi.

Karin akhirnya menarik kursi kayu kemudian naik mengambil perban tersebut, namun karena masih sedikit jauh dan ia tak mampu meraihnya, Karin akhirnya mencoba melompat dan mendarat dengan mulus namun karena bunyi ledakkan kembang api membuat ia kehilangan keseimbangan.

Ryu yang melihat Karin melompat sebelumnya sudah datang mendekati Karin sehingga tepat saat Karin kehilangan keseimbangan, ia dengan cepat ingin menangkap Karin. Karin yang berusaha berpegangan pada sesuatu tak berhasil sehingga ia jatuh menimpa tubuh Ryu dengan sangat keras.

"Haaa.. Maafkan aku, kau baik... baik" Karin yang berusaha bangkit dari tubuh Ryu, tiba-tiba harus jatuh tertunduk lagi dengan bibir yang menempel kuat di pipi Ryu. Ryu bahkan sampai merasa sedang di tampar menggunakan bibir Karin.

Karin terbelalak akan apa yang sedang ia lakukan pada Ryu, langit yang meledak-ledakkan kembang api menghasilkan cahaya warna-warni di wajah mereka yang seolah sedang mendukung apa yang sedang dilakukan oleh keduanya.

"Pufttt" Ryu berusaha menahan tawanya karena tamparan bibir Karin. Karin langsung terbangun dan panik serta malu dalam waktu yang bersamaan.

"Aku tidak keberatan jika mendapat hukuman seperti tadi." Ryu menggoda Karin yang sudah ingin melarikan diri dari sana karena malu. Saat ia sudah cukup jauh, ia kembali lagi menarik tangan Ryu dan mendudukkannya.

Karin tidak bisa pergi dari sana sebelum selesai membalut tangan kanan Ryu yang melepuh karena terbakar. Ryu terus menatap Karin dengan tersenyum senyum mengingat kejadian yang sebelumnya terjadi kepada mereka. Ryu tak bisa menyembunyikan senyumnya dihadapan Karin yang terus fokus membalut dan menjadi diam.

"Ikat sendiri!" ketus Karin meninggalkan Ryu yang masih terus tersenyum-senyum karena apa yang baru saja ia lakukan kepada Ryu.

Karin langsung berlari menjauh dari Ryu karena sudah tak sanggup lagi berada disana lebih lama. Rasa malu menjalar ke seluruh tubuhnya yang membuat wajahnya menjadi semakin memerah. Ia bahkan sampai menampar dirinya sendiri sembari berlari untuk bisa mendapatkan fokusnya kembali.

"Kau demam? kenapa pipimu merah sekali?" Emi langsung memeriksa dahi Karin untuk memastikan kondisinya.

"Karin sakit?" tanya Akiko dengan wajah khawatir.

"Oh tidak, aku baik-baik saja! Aku menampar pipiku sendiri karena sudah mulai mengantuk sementara aku masih ingin bersama kalian lebih lama lagi." terang Karin mencari alasan yang kemudian membuat teman-temannya tersenyum senang karena semangat Karin yang terniatkan.

Tepat setelah kembang api yang meledak di langit selesai, Zein juga melepas ciumannya kepada Adora. Adora menatap dengan penuh kebingungan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Fikirannya melayang tak tentu arah dan fokusnya tiba-tiba saja kacau.

"Mulai hari ini, kau hanya milikku. Kau tak bisa melirik atau memandang orang lain selain diriku." tegas Zein kepada Adora yang masih melongo tak percaya dan sedang mencubit pipinya dengan kuat.

"Ah..." Adora meringis ketika ia benar merasa bahwa itu bukan mimpi.

"Hahahaha... Kau tak bermimpi, untuk itu kau tak perlu menyakiti dirimu sendiri. Kau paham akan apa yang aku katakan bukan?" tawa Zein pelan mengelus lembut pipi Adora yang ia cubit dengan cukup kuat sehingga pipinya menjadi terlihat sangat merah.

Adora hanya mengangguk pelan bercampur haru dan bahagia. Ia masih tak percaya akan apa yang sudah dia dapatkan saat ini. Butuh hampir 3 tahun untuk Zein membuka hati pada dirinya, waktu yang cukup lama untuk dia terus berusaha mendapatkan Zein. Dan ketika ia menyerah, Zein menariknya kedalam pelukannya.

"Kau terlihat imut!" Zein langsung kembali menarik kepala Adora dan memeluknya dengan erat. Ia merasa lega setelah jujur dengan apa yang sedang ia rasakan saat itu.

Mereka kembali dengan Zein yang menggenggam erat tangan Adora menuju ke tempat teman-temannya yang membuat mereka semua langsung heboh bersahut sahutan menggoda Zein dan Adora.

"Apa ini? kenapa pantai ini berubah menjadi area perjodohan?" tanya Feby merasa kesal melihat Zein dan Adora yang tampak malu-malu menuju mereka.

"Mana laki-lakiku?" teriak Gina saat melihat kemesraan keduanya.

"Wowww... sepertinya akan ada lagi pasangan baru nih." pancing Beni terlihat senang dengan mereka berdua.

"Jadi, apa kalian sudah resmi berpacaran?" tanya Gani penuh semangat kepada Zein dan Adora.

"Aku takkan merendahkan martabat Adora dengan menganggap nya sebagai pacar, karena dia harus mendapat lebih dari itu. Untuk sekarang aku hanya ingin bilang bahwa aku dan Adora sudah resmi untuk berkomitmen serius." terang Zein yang langsung membuat mata Adora terbelalak dengan apa yang dikatakan oleh Zein.

Adora paham akan apa yang dimaksudkan oleh Zein, dia pasti tidak ingin mengambil langkah terlalu terburu-buru hanya karena terinspirasi dengan Adith, sehingga untuk saat ini komitmen kuat diantara mereka berdua sudah cukup untuk satu sama lain.

"Entah kenapa aku merasa sakit!" terang Aurelia saat mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Zein. Aurelia melirik ke arah Yogi yang sudah duduk setengah berdiri dengan melipat lutut memberikan cincin kepada Aurelia.

"Apa ini? kenapa sekarang aku harus melihat sesi pelamaran? jiwa jombloku berteriak kencang." Seru Emi menekan dadanya dengan kuat untuk menenangkan dirinya sendiri.

Mereka semua semakin heboh akibat aksi dari Yogi yang sedang memandang Aurelia dengan memberikan sebuah kerang yang berisi sebuah cincin putih di dalamnya. Aurelia menatap penuh haru tak menyangka akan mendapatkan kejutan spesial seperti itu dari Yogi.