Chapter 291 - Godaan Roti Sobek

Adith terbaring cukup lama di taman sampai Yogi sendiri yang menjemput Adith setelah meminjam mobil dari keluarga Gery dan Ubay yang datang.

Adith terbaring dengan tangan yang ia letakkan pada bagian matanya untuk menutupi wajahnya yang saat itu sedang menangis. Bahkan saat Yogi datang pun Adith masih larut dalam tangisnya.

"Minta maaflah dengan tulus, hari ini dan seterusnya sampai kau kembali mendapatkan dirinya. Hari ini kita kalah akan kenyataan, tapi ini bisa menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga." terang Yogi memberikan dukungan kepada Adith.

"Apa kau tau bagaimana marahnya aku saat aku tak berada di samping kalian tadi? Aku tak bisa membayangkan bagaimana sakitnya Alisya saat ia harus melihat temannya dan orang lain mati dihadapannya." Yogi menelan ludah dengan susah payah. Hatinya sakit jika membayangkan berada di posisi Alisya.

"Terlebih jika ia harus kehilanganmu, orang yang sangat dia cintai. Alisya terpaksa melakukan ini semua demi kita, tapi bukan berarti reaksi mu adalah salah. Bukan hanya kamu, Ryu dan Karin juga merasakan takut saat itu." Yogi terus mencoba untuk menenangkan Adith dengan duduk disampingnya memandang langit yang mulai menampakkan sinar mentari paginya.

"Tapi karena mereka sudah terbiasa melihat pembunuhan sebelumnya sehingga mereka jadi terlatih untuk bisa menyembunyikan rasa terkejut dan takut mereka." tambahnya lagi kembali memandang Adith dalam dengan tatapan sendu.

"Aku tak bisa berbuat apapun demi Alisya, setiap saat dan setiap waktu dia selalu terus melindungi ku. Bahkan saat dia harus membunuh orang lain demi melindungiku pun aku malah ..." suara Adith serak dengan air mata yang terus mengalir.

"Apa kau tau kenapa setelah melihatmu Alisya pergi?" pancing Yogi kepada Adith untuk sejenak memberikan perhatian kepadanya.

Adith membuka lengannya dengan sedikit melihat ke arah Yogi. Tatapannya masih dipenuhi dengan kesedihan yang sangat mendalam.

"Itu karena dia tidak ingin kau melihatnya seperti itu, dia mengira kau akan takut dan membencinya karena kau sangat berarti baginya. Dan disisi lain, dia sangat membutuhkan mu saat ini. Datangi dia dan tunjukkan ketulusan dan kekuatan perasaan kalian berdua." Yogi menepuk pundak Adith pelan memberikan semangat kepada dia.

Adith dengan cepat bangkit dari tempatnya terbaring. Adith baru sadar bahwa jika bagi Adith, Alisya adalah segalanya. Maka bagi Alisya juga Adith adalah segalanya. Perasaan kuat yang saling terhubung satu sama lain sehingga Adith juga merasakan keinginan yang sangat kuat untuk berada di sisi Alisya saat itu.

Adith segera bangkit dari tempat duduknya menuju ke mobil.

"Kau mau kemana???" Teriak Yogi yang dengan cepat Yogi harus membuang diri masuk karena hampir ketinggalan oleh Adith.

"Menemui Alisya..." Jawab Adith santai langsung memutar balik kendaraan yang di pakai nya dengan satu putaran penuh.

"Semangat yang bagus, tapi tolong jangan lupakan sahabatmu!" keluh Yogi dengan kaki kiri yang masih menggantung di bawah yang membuat nya harus susah payah mengangkat kaki dan tubuhnya agar bisa duduk dengan baik karena Adith yang langsung memacu kencang mobil tersebut.

"Terimakasih, berkatmu aku jadi tersadar!" senyum Adith kepada Yogi yang masih berusaha memasang sabuk pengamannya dengan susah payah karena Adith terlalu laju memacu mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi.

"Kau bisa membunuh ku kampret!!!" maki Yogi setelah berhasil memasang sabuk pengamannya dan berpegang erat pada pegangan mobil.

Adith hanya tersenyum dan membelah jalanan pagi hari itu karena hari minggu yang membuat jalanan terlihat lengang. Dari kejauhan sang mentari mulai menampakkan kuasanya menyinari setiap sudut belahan bumi dengan tersenyum penuh bahagia.

"Habislah gelap terbitlah terang!" begitulah suara radio yang terdengar dari balik radio mobil yang mereka pakai.

****

Karan kembali masuk setelah mengambil beberapa peralatan yang ingin ia gunakan untuk membersihkan luka Alisya dan mengobatinya. Karan memperlakukan Alisya dengan begitu lembut agar tidak membangunkannya.

"Ummhhh,,, hhh hhh hhh" Alisya yang tertidur di ranjang Karan terlihat sangat gusar dan sedang bermimpi buruk.

Karan yang baru saja selesai membalut kepala Alisya dengan sangat hati-hati tak tahu harus bagaimana. Ia sudah mencoba menggenggam tangan Alisya, tapi tetap saja ia terlihat tidak tenang dan sangat gusar.

Setelah dua jam berlalu, Alisya mulai terlihat sedikit tenang dengan peluh yang membasahi seluruh tubuhnya. Karan juga tidak bisa berbuat lebih dengan mengganti pakaian Alisya sehingga ia terpaksa membiarkan Alisya seperti itu hanya dengan membuka jacket yang diberikan Adith kepada Alisya sebelumnya.

Karan menatap Alisya dengan penuh rasa khawatir yang tanpa ia sadari, secara perlahan-lahan ia mendekati wajah Alisya dan ingin mencium keningnya.

"Adith.. Aa.. Adith!" panggil Alisya dalam mimpinya dengan membalikkan kepalanya ke arah Karan. Karan langsung menarik kepalanya dengan cepat sebelum bibirnya menyentuh dahi Alisya begitu mendengar nama Adith disebutkan oleh bibir mungil Alisya.

"Bahkan saat kau seperti ini pun, nama Adith lah yang terus kau ucapkan!" gumam Karan membelai rambut Alisya dengan hangat. Karan paham bahwa bagi Alisya saat ini dia tidak lebih dari seorang kakak saja. Tak ada lagi tempat spesial di hati Alisya untuknya selain seorang kakak.

Karan keluar dari kamarnya menutup pintu secara perlahan-lahan dan membersihkan dirinya dari darah yang mengalir deras dari kepala Alisya.

Karan memukul keras dinding kamar mandinya saat mengingat bagaimana Alisya terluka dan menyebut nama Adith dalam tidurnya. Setelah merasa cukup, ia keluar dari kamar mandinya melihat Alisya sedang berdiri mengambil air minum.

"Kau sudah bangun? Bagaimana dengan luka di kepalamu?" tanya Karan mendekati Alisya dari belakang.

"Luka?? Kepalaku terluka? hmmm... sepertinya sudah sembuh. Liat?" Alisya langsung membuka perban di kepalanya menunjukkan nya kepada Karan.

"Ehhh?? secepat itu?" tanya Karan kaget dengan cepat menghampiri Alisya untuk memastikan luka di kepalanya.

"Emang aku luka? kok aku nggak ingat sih kalau aku luka. Tapi iya juga sih, pakaianku sedikit ada percikan darahnya." tanya Alisya memandang Karan bingung yang sedang memperhatikan kepalanya dalam jarak yang sangat dekat.

"Kau benar, lukanya sudah sembuh!" jelas Karan membuka rambutnya yang menutup sebagian dari pelipisnya.

"Sudah ku bilang,, emmm... kak, aku bisa jatuh pingsan kalau kau seperti ini." Aroma tubuh Karan yang baru selesai mandi langsung menyapu hidung Alisya.

Alisya baru sadar kalau karan hanya memakai handuk sepinggang saja saat ia menundukkan kepalanya melihat dadanya yang bidang dan perutnya yang dipenuhi oleh kotak-kotak.

Alisya langsung mengalihkan pandangannya dengan cepat sembari menelan ludah dengan susah payah.

"Ah... maaf, aku lupa kalau hanya memakai handuk." Karan langsung berlari masuk kedalam kamarnya untuk mengenakan pakaian.

"Godaan Roti sobek di pagi hari." gumam Alisya saat melihat Karan yang sudah memasuki kamarnya.

Alisya langsung berkeliling melihat apartemen Karan yang berada di lantai yang cukup tinggi sehingga begitu ia membuka horden, ia bisa melihat semua pemandangan Jakarta di pagi hari. Sebagian kabut masih menutupi langit-langit pada beberapa gedung yang cukup tinggi.

"Kau ingin makan apa? biar aku siapkan!" Karan keluar dengan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam yang membuatnya terlihat sangat tampan dan segar.

"Bagaimana aku bisa berada di apartemen kak Karan? kak Karan menculik ku sewaktu aku tidur?" tanya Alisya dengan mengikuti Karan yang sedang menuju ke meja dapurnya.

"Kau mau makan apa?" tanya Karan sekali lagi tanpa memperdulikan pertanyaan Alisya. Ia dengan cepat membuka kulkasnya untuk melihat bahan-bahan yang bisa ia gunakan untuk membuat masakan keinginan Alisya.

"Aku nggak mau makan. Aku mau pulang sekarang, nenek pasti sedang mencari ku sekarang." Alisya segera berbalik badan berjalan meninggalkan Karan di dapur.

"Alisya, aku tau kau mengingat semuanya. Kau tak perlu lagi menyembunyikan perasaanmu kepada kami, karena kami tau bahwa selama ini kami selalu mengingat setiap kejadian mengerikan yang selama ini kau alami." langkah Alisya langsung terhenti begitu mendengar ucapan Karan.

Alisya terdiam beberapa saat tak tahu harus bagaimana.