Chapter 293 - Pemakaman Ubay

Seperti yang sudah di sarankan oleh Karan, Adith tak langsung menemui Alisya dan hanya kembali kerumahnya. Fikirannya kalut dan kacau balau, ia mengingat semua yang sudah dikatakan oleh Karan kepadanya.

"Adith? kau baik-baik saja kan? Bagaimana bisa teman kalian terbunuh disana?" ibu Adith segera menerjang Adith begitu mendengar anaknya memberi salam saat masuk kedalam rumah.

"Adith baik-baik saja ma, bagaimana mama bisa tau kalau teman Adith ada yang terbunuh?" Adith tak menyangka kalau ibunya akan sangat cepat mendapatkan informasi mengenai kematian Ubay yang karena pembunuhan.

"Mama kan tergabung dalam grub diskusi orang tua. Dan ibu Erik yang memberikan kami informasi ini. Bagaimana dengan Alisya? bukankah seharusnya kau masih bersama kelompok mu?" ibu Adith heran saat anaknya sudah pulang kerumah sedang rombongannya masih dalam perjalanan kembali ke rumah orang tua Ubay.

"Alisya dan aku baik-baik saja ma... Adith hanya ingin pulang lebih awal karena bus tidak cukup mengangkut kami semua." Adith memegang bahu ibunya dengan erat dan membawanya menuju ke sofa.

Adith mendudukkan ibunya dengan lembut yang kemudian ia baring ke paha ibunya dan memeluknya dengan sangat erat. Ibunya mendesah pelan memahami kegusaran Adith yang terlihat dari kerutan keningnya.

"Ada apa? kamu ada masalah lain?" ibu Adith tak yakin kalau kegusaran Adith adalah karena kematian Ubay meski ia juga merasakan kepedihan karenanya.

Adith hanya menggeleng pelan karena tak ingin memberikan beban pemikiran kepada ibunya.

"Nggak ma, Adith hanya ingin berada di pelukan mama saja saat ini." Adith berusaha berbohong dengan membuat suaranya seolah terdengar sedang ingin di manja oleh ibunya.

"Plakkk... kau pikir aku siapa?" tampar ibunya ke kening Adith yang terlihat masih mengkerut.

Adith hanya tersenyum simpul dengan sikap ibunya yang begitu peka terhadap dirinya.

"Kalian pasti sudah berjuang dengan sangat keras malam ini, terutama Alisya." ibu Adith memandang Adith dengan tatapan serius dan sendu.

Adith langsung terbangun dari pangkuan ibunya begitu mendengar perkataan ibunya yang begitu tepat sasaran.

"Aku tahu betul bagaimana situasinya setelah melihat reaksi mu yang seperti ini, kau pasti sudah melihat Alisya yang sebenarnya bukan?" tebak ibu Adith yang dengan seketika membuat Adith melongo tak percaya.

"Seberapa banyak yang mama ketahui mengenai Alisya?" tanya Adith tak percaya akan apa yang sudah dikatakan oleh ibunya. Ia tak menyangka kalau ibunya bisa mengetahui banyak hal mengenai Alisya melebihi dirinya.

"Sejak awal setelah mengetahui bagaimana kehidupan Alisya, mama selalu menjadi orang pertama yang selalu berkonsultasi dengan dokter pribadi Alisya. pak Hadi memberiku banyak informasi mengenai Alisya yang sudah semakin mengalami banyak perubahan pada struktur tubuhnya." jelas ibu Adith menggenggam tangan Adith erat.

"Kenapa mama tak memberitahuku hal yang sepenting ini?" Adith menunduk dalam penuh kekecewaan kepada ibunya namun ia tidak bisa menunjukkan kepada ibunya.

"Pak Hadi yang melarang ku. Ia bilang bahwa kau harus menghadapi nya secara langsung untuk bisa menjadi lebih kuat. Hatimu harus terbiasa melihat semua yang terjadi baik pada Alisya maupun pada setiap orang yang akan memburu Alisya nantinya." ibu Adith sebenarnya sangat takut sehingga suaranya bergetar ketika menjelaskan kepada Adith.

"Tapi, jika aku tau dari awal akan semua ini. Maka seharusnya aku tak menunjukkan wajah terkejut ku kepada Alisya. Aku sudah melakukan kesalahan besar padanya ma..." terang Adith dengan suaranya yang cukup serak.

"Karena kalian berdua harus bisa menghadapi semua ini dengan saling belajar dari pengalaman, selain itu pak Hadi ingin agar kau maupun Alisya bisa lebih tenang dalam menghadapi situasi yang lebih parah dari ini lagi nantinya." ibu Adith tak begitu tahu akan apa yang sudah mereka alami, tapi ia bisa menafsirkan akan apa yang sudah mereka alami kali ini.

"Tapi Alisya malah menjauhiku saat ini. Dia melarikan diri begitu melihat ekspresi ku yang terkejut saat ia berhasil membunuh Rafaela dengan memisahkan kepalanya dari tubuhnya." jelas Adith menceritakan apa yang sudah mereka alami semalam.

"Aku tau, kami sudah menduganya kalau Alisya pasti akan bereaksi seperti itu ketika melihatmu terkejut. Tapi percayalah, Alisya hanya tak ingin kau membencinya dan menganggapnya sebagai monster maka dari itu dia melarikan diri sebagai bentuk pertahanan dirinya." Ibu Adith memegang erat pundak Adith untuk menenangkannya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Adith dengan tatapan sendunya kepada ibunya.

"Mama tau kau lebih mengetahui apa yang harus kamu lakukan, ikuti kata hatimu dan coba untuk terus meyakinkan dia." jelas ibunya mengacak pelan rambut Adith.

"Bersihkan dulu dirimu dan tidur lah agar kau bisa berpikir lebih jernih nantinya. Aku akan membangunkan mu sebentar dan kita pergi bersama untuk melayat kerumah Ubay." Ibu Adith menarik tangan Adith untuk bangkit dari tempat duduknya.

"Apa anak ibu sekarang adalah Alisya? kenapa ibu malah sangat peka terhadap nya dibanding diriku?" Adith kesal karena ibunya malah tak memberikan jawaban kepadanya atas pertanyaan nya tadi.

"Iya, aku ingin mengganti anak kalau bisa. Kau kesana dan Alisya yang kemari. Kau bahkan tak bisa menghibur dan merawat ku sebaik Alisya." pukul ibunya ke punggung Adith yang membuatnya meringis kesakitan.

Adith yang ingin protes langsung di dorong naik ke atas tangga sedang ibunya berlalu pergi dengan tersenyum senang.

Ayah Adith yang baru kembali dari perjalan bisnis segera menjemput Adith dan istrinya untuk bersama-sama pergi ke tempat dimana Ubay akan dimakamkan.

Pemakaman itu dihadiri oleh semua teman-teman Ubay dan Adith bersama dengan teman-temannya begitu pula dengan kepala sekolah dan beberapa guru lainnya serta kerabat dekat Ubay. Hanya Alisya saja yang tak tampak disana.

Ibu Ubay menangis penuh histeris ketika melihat anaknya secara perlahan dimasukkan kedalam liang lahat. Erik dan Mizan juga tertunduk dalam kesedihan sedang Gery masih tak sadarkan diri dirumah sakit saat ini.

"Ini semua karena kalian!!! Jika saja anakku tidak ikut dengan acara liburan itu, maka dia pasti tidak akan mengalami hal ini. Dia pasti masih hidup dan baik-baik saja saat ini." ibu Ubay berteriak memukul mukul tubuh kepala sekolah dengan penuh amarah.

"Maaf bu, tapi ini bukanlah kesalahan dari kepala sekolah, melainkan..." Ibu Vivian yang ingin menjelaskan kepada ibu Ubay langsung di hentikan oleh pak Richard.

"Kembalikan,,, kembalikan anakku!" bentak ibu Ubay sekali lagi yang membuat semua orang menatap pak Richard dengan pandangan miring.

"Maafkan saya!" ucap pak Richard dengan tatapan yang sangat mendalam kepada ibu Ubay. Pak Richard bisa memahami bagaimana perasaan dari ibu Ubay saat ini.

"Kau pikir kata maafmu bisa mengembalikan anakku hah??? itu tidak cukup." bentak ibu Ubay dengan memegang erat kerah baju pak Richard.

"Sadarlah!!! ini semua sudah takdirnya, kita tak bisa menyalahkan siapapun atas kejadian ini." Ayah Ubay terlihat lebih tegar dibanding dengan istrinya sehingga ia tampak bisa mengendalikan diri dengan baik.

"Ma,, tidak ada seorangpun yang ingin kejadian ini terjadi. Ubay pergi tanpa meminta izin kepada guru wali kelas nya, jadi..." kaka Ubay mencoba memberikan pengertian kepada ibunya namun dengan kuat dia terdorong oleh ibunya yang masih tak terima.

"Tidak!!! tentu saja ini salah mereka semua. Jika mereka sadar bahwa Ubay sudah pergi sekitar hampir 8 jam maka tentu ini takkan terjadi. Mereka lalai karena mengabaikan siswanya." bentak ibu Ubay terus menatap kejam kepada pak Richard.

"Ibu bisa menyalahkan semuanya kepada saya. Saya akan bertanggung jawab dengan mengurus semuanya dan melakukan penyelidikan terhadap kematian anak ibu untuk memastikan apa yang sudah terjadi sebenarnya." terang pak Richard dengan penuh ketenangan dan menunduk dengan sangat dalam sebagai tanda permintaan maaf kepada ibu Ubay.

Melihat sikap dan perkataan dari pak Richard, ibu Ubay hanya terjatuh melemas dan akhirnya pingsan karena tak sanggup menahan kesedihannya harus kehilangan anak yang sangat ia banggakan dan sangat ia sayangi.