Chapter 297 - Tim Egi dan Tim Alisya

"Apa kau melihat senyuman iblis Alisya yang terlihat berpindah ke Karin sekarang?" tanya Adora kepada Aurelia yang tak menyangka kalau Karin juga bisa melakukan hal yang sama.

"Itu karena mereka sudah lama sering bersama sehingga tanpa sadar beberapa karakter yang ada bisa ikut berpindah kepada sahabat terdekatnya." jelas Aurelia juga merasakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Adora.

Adora dan Aurelia saling bertatapan satu sama lain membayangkan hal yang sama dapat terjadi pada mereka lalu kemudian tubuh mereka merinding hebat yang dengan cepat mereka berjauhan.

Ryu terlihat bersinar terang seolah sedang mendapatkan ide yang sama liciknya dengan Karin. Karin menaikkan keningnya sebagai tanda bertanya kepada Ryu.

"Bagaimana kalau kita memancing nona Alisya dengan hal ini?" tanya Ryu mencoba mengeluarkan isi pemikirannya.

"Aku masih belum terbiasa dengan Ryu yang selalu memanggil Alisya dengan nona." ucap Feby mendesah keras karena tak nyaman setiap kali mendengarnya.

"Aku juga penasaran mengapa ia selalu memanggil Alisya dengan panggilan seperti itu." jawab Emi merasa tak rela entah kenapa.

Karin terdiam sejenak dengan bisikkan-bisikan dan desahan dari Feby dan Emi yang nampak frustasi karena hal yang tidak jelas. Karin yang memandang tajam kepada mereka berdua membuat mereka menciut cepat.

"Aku paham, Alisya selalu bersikap peduli kepada siapapun. Terakhir kali saat ia melihat Egi pun dia sangat marah dan hampir saja mematahkan kaki dan tangan Citra jika tidak di halangi oleh Egi." ucap Karin mengingat bagaimana marahnya Alisya saat mengetahui Egi yang mendapat perundungan.

"Sepertinya aku juga paham, aku memiliki ide yang cukup bagus untuk itu." terang Aurelia yang juga ikut tersenyum jahat.

"Sepertinya aku harus mengganti kelas secepatnya." Gina mencoba melarikan diri dari sana namun dengan cepat di tahan oleh Adora.

"Kenapa wanita kita yang penuh kelemah lembutan menyimpan sifat iblis seperti ini?" suara Yogi yang terdengar begitu jelas membuat Adora dan Aurelia langsung menonjok Yogi dengan kuat.

"Apakah aku bisa lulus dari sekolah ini dengan tubuh yang lengkap?" Beni meringis ketakutan melihat mereka semua.

"Aku akan menjadi sangat patuh!!" Gani dengan cepat menyerahkan diri kepada Karin dan yang lainnya. Ryu hanya tersenyum simpul melihat tingkah mereka yang terlihat kembali mencair.

"Jadi, apa yang akan kita lakukan?" tanya Fani merasa kalau ide dari Karin dan yang lainnya akan sangat menarik.

Aurelia segera memerintahkan teman-temannya untuk tidak ada yang pergi makan dan mereka menutup ruang kelas mereka dengan sangat rapat agar orang luar tidak mendengar apa yang sedang mereka diskusikan.

"Pertama kita akan membagi menjadi 2 tim yaitu tim Alisya dan Time Egi." terang Aurelia dengan menaik turunkan keningnya.

"Untuk tim Egi, setiap hari kami akan memberikan pelajaran yang lebih sadis jika setiap kali Citra memperlakukan Egi dengan cara yang kasar. Kita akan melakukannya tanpa sepengetahuan Egi tentunya." tambah Karin memahami maksud dari pikiran Aurelia.

"Dan untuk tim Alisya, kalian akan membuat dia tak sengaja melihat bekas luka dan lebam yang akan kita buat secara sengaja untuk menarik simpatinya." jelas Adora lagi.

"Jika urusan Egi, aku tau kalau Karin, Adora dan Aurelia yang mampu melakukannya. Lalu bagaimana denganku?" tanya Syams yang selalu mendapatkan pukulan dan buliyan dari para siswa elite IIS.

"Tenang saja. Aku, Ryu dan Yogi yang akan menanganinya." Rinto menepuk pundak Syams pelan.

"Oke aku paham. Urusan Egi aku serahkan pada kalian, lalu bagaimana dengan Alisya? apa yang harus kami lakukan padanya?" tanya Putri tak tahu bagaimana cara menarik perhatian Alisya.

"Untuk Alisya, kita butuh seorang relawan yang bersedia tubuhnya kami buat memar." pandang Karin kepada Fani dan Putri serta yang lainnya secara bergantian.

"Tidak masalah! serahkan padaku. Urusan make up agar terlihat memar sih gampang." ucap Fani dengan penuh rasa bangga karena merasa ia cukup jago jika dalam soal make up karakter.

"Kau pikir Alisya itu bodoh?" ucap Beni dengan tertawa pelan.

"Alisya bukanlah orang yang bisa percaya dengan memar buatan yang kalian buat. Dia bisa membedakan memar yang asli dan memar yang merupakan buatan." jelas Ryu mengetahui Alisya yang sudah banyak menderita luka memar.

"Jadi apa yang harus kami lakukan?" tanya Putri bingung.

"Tentu saja membuat memar yang sebenarnya." ucap Karin kembali memandang keduanya dengan tatapan serius.

Putri dan Fani dengan cepat mengalihkan pandangannya tak ingin tubuhnya merasakan sakit karena memar yang harus mereka dapatkan.

"Apa kalian serius???" muka Fani sudah meringis seolah sudah merasakan sakit dari memar tersebut.

"Kenapa kalian tidak berbicara secara langsung saja dengan Alisya?" Syams mencoba mencari solusi lain.

"Kalian sudah mendengar sendiri Beni bagaimana Alisya terus berusaha menghindari kami. Sehingga kalian lebih cocok dalam hal ini." terang Yogi singkat.

"Baiklah, aku akan melakukannya." Fani dengan cepat mengajukan dirinya meski ia sangat takut tapi mengetahui bahwa hanya mereka yang bisa mendekati Alisya memberikannya sedikit rasa bangga.

"Biar Adil biar aku juga melakukannya." terang Putri ikut merasakan adrenalinnya yang meningkat tajam.

"Tidak, aku rasa untuk membuat Alisya semakin percaya, maka kami semua akan melakukannya." ucap Syams dengan penuh keyakinan setelah mendapatkan dukungan dari teman-temannya yang lain yang juga berpikir sama.

"Kau benar, semakin banyak yang berpartisipasi maka semakin Alisya tertarik untuk melihat kalian." ucap Adora penuh semangat.

"Sisanya bisa kalian serahkan kepada kami. Biar kami yang mengurusnya." tegas Karin sudah tak sabar lagi.

Bel berikutnya segera berbunyi dengan sangat kencang memenuhi Seluruh gedung sekolah. Mereka mengikuti kegiatan belajar mengajar sebagai mana biasanya. Namun Egi dan Alisya tidak berada disana.

Sepulang sekolah bukannya mereka langsung pulang, tapi mereka malah melanjutkan pembahasan mereka yang sebelumnya.

"Kapan kita bisa memulainya?" tanya Feby kepada Karin dan yang lainnya tidak sabar untuk melaksanakan rencana mereka secepatnya.

"Besok!!! untuk itu, hari ini kalian sudah harus mendapatkan memar itu." Karin kemudian menyuruh para laki-laki untuk keluar yang beberapa saat kemudian suara teriakan dari beberapa temannya yang perempuan terdengar sangat kencang.

"Aku mau ke toilet dulu." ucap Syams dengan tubuh gemetar namun dengan cepat di hadang oleh Beni dan Gani.

"Bukankah memar saja akan lebih baik di bandingkan dengan kami mematahkan lehermu?" tatap Rinto dengan penuh ancaman.

"Apakah kalian benar-benar seorang teman?" Syams mulai menitikkan keringan dingin.

Rinto tak menjawab pertanyaan Syams dan hanya menariknya masuk kedalam saat teman-temannya yang perempuan keluar dengan tangisan. Mereka meringis kesakitan namun begitu teman-temannya yang laki-laki masuk, mereka kemudian tersenyum jahat.