Chapter 299 - Memancing Harimau

"Huuhhhh... membosankan. Sebaiknya aku pulang saja." sesaat sebelum Alisya turun dari pohon, ia bisa mendengar suara detak jantung yang sangat familiar di telinganya.

"Bagaiman bisa aku lupa kalau alat peredam ini terhubung dengan GPS yang ada pada Adith?" Alisya memegang alat peredam yang ada ditangganya sedang pada telinganya ia tutup menggunakan alat yang selama ini diberikan oleh ayah Karin.

Karena melihat tanda hijau, Alisya tak sadar dan langsung mengaktifkan alat peredamnya yang selama ini ia matikan hanya untuk menghindari Adith. Dan kali ini Adith bisa menemukannya, untunglah ia sengaja melepas alat peredam dari ayah Karin karena merasa panas dan sedikit gatal.

"Sial" Alisya langsung melompat dari atas pohon dan berlari pergi dari arah datangnya Adith. Adith tak melihat Alisya yang sudah berbelok dengan cepat memanjat gedung kelas lain dengan santai dan berjalan seolah tidak terjadi apa-apa.

"Alisya... sampai kapan kau harus menghindariku terus??" Adith yang sampai disana saat Alisya sudah menghilang terlihat frustasi. Alisya yang melihatnya masih terus berusaha keras membuatnya menjadi sangat bingung dan gundah.

"Kau akan membuatku kesulitan jika seperti ini terus Dith. Aku tahu kau siap menerimaku dengan kondisi apapun, tapi aku juga seorang wanita yang se enggaknya ingin terlihat cukup meski tak sempurna di matamu." gumam Alisya yang dengan cepat berlari saat Adith tak sengaja menengok ke atas gedung.

Alisya yang berlari karena takut di lihat oleh Adith tanpa sengaja menabrak Fani dan Putri saat akan bereblok turun. Alisya menabrak mereka dengan sangat keras sampai mereka bertiga hampir saja jatuh dari tangga namun Alisya bergerak dengan cepat dengan memutar tubuhnya untuk menopang tubuh Fani dan Putri.

"Maafkan aku, apa kalian baik-baik saja?" tanya Alisya cepat membantu mereka berdiri dengan nyaman. Alisya yang membantu mereka tak sengaja memegang lengan mereka yang sebelumnya sudah dibuat memar oleh Karin sehingga Fani dan Putri memekik perih.

"Ahh!!!" Teriak mereka secara bersamaan meringis perih. Bukan mereka lebay atau dibuat-buat, tapi Karin sengaja memberikan memar yang sebenarnya agar reaksi mereka benar-benar alami.

"Apa kalian terluka? kenapa kalian terlihat kesakitan seperti itu?" tanya Alisya khawatir dengan reaksi mereka.

"Yang di cari-cari muncul sendiri. Aku tak menyangka kalau dewi keberuntungan berpihak pada kita." Gumam Fani melirik Putri yang masih meringis sakit.

"Aku malah tidak yakin apakah ini beruntung atau sial sebenarnya." ucap Putri langsung memulai ekspresi tajam untuk memancing Alisya.

"Kami baik-baik saja. Terimakasih sudah bertanya." Fani berbalik badan ingin pergi tapi Alisya tak bisa membiarkan mereka pergi begitu saja. Tidak ketika ia merasa bersalah karena sudah menabrak mereka berdua dan juga melihat reaksi mereka yang terlihat meringis kesakitan.

"Aku takkan membiarkan kalian pergi sebelum memastikan keadaan kalian." tegas Alisya berdiri di hadapan Fani dengan cepat untuk menghentikannya.

"Bukan urusanmu." Putri yang sudah bergerak pergi langsung di tahan oleh Alisya dan dengan cepat Alisya menaikkan lengan baju Putri untuk melihat apa yang membuatnya meringis kesakitan.

"Memar? bagaimana kalian bisa mendapatkan memar ini?" Alisya merasa yakin kalau memar tersebut bukanlah berasal dari tabrakan yang ia lakukan sebelumnya.

"Ini bukan memar. Biarkan kami lewat!" ucap Putri berusaha untuk menghindari Alisya.

"Sudah ku bilang aku takkan membiarkan kalian pergi." ancam Alisya dengan tatapan mengintimidasi.

"Kenapa sekarang kau bersikap peduli? bahkan setelah kau melihat Egi yang lebih parah dibanding kami kau hanya bersikap acuh?" pancing Fani dengan tatapan sinisnya. "Apa ini benar?" pikir Fani merasa sedikit takut dengan apa yang barusan ia katakan pada Alisya.

"Egi? Jadi ini juga ada hubungannya dengan Egi? apa yang sedang terjadi sebenarnya? Kenapa kalian juga mengalami hal ini. Bukankah hanya..." Alisya mulai mengingat akan apa yang sudah dikatakan oleh Egi kepadanya lalu.

"Tidak usah bersikap simpatik, kau selalu bersikap sok peduli pada orang lain tapi kau selalu melarikan diri." Putri sengaja menekan kalimatnya yang terakhir dan pergi meninggalkan Alisya yang tak bisa berkata apa-apa dengan menabrak bahu Alisya dengan kuat agar ia bisa lewat.

Alisya hanya terdiam membatu memikirkan kalimat Putri yang seolah menusuknya dengan sangat tepat. Ia memang selama ini selalu saja bersikap sangat perduli dengan orang lain, namun ia juga selalu melarikan diri hanya karena terus memikirkan akan penilaian mereka yang berubah terhadap dirinya.

"Kenapa aku begitu peduli dengan penilaian mereka di saat aku sendiri yang terlebih dahulu ikut campur dalam urusan mereka. Bukankah aku yang memaksa untuk ikut campur dalam setiap masalah mereka dan karena aku pula mereka dalam masalah lalu sejak kapan aku peduli akan tanggapan dan penilaian mereka kepadaku?"

Alisya terus bergumam sendirian terduduk di tangga memikirkan apa yang sudah ia lakukan selama ini. Ia yang dulu tak pernah peduli dengan tanggapan orang lain membuatnya tak perlu menghindari siapapun karenanya. Dan yang ia lakukan saat ini hanya membuatnya terlihat konyol. Alisya mendesah keras dan menertawakan dirinya sendiri.

"Karin, kamu yakin ini benar? bagaimana kalau Alisya makin terpukul?" Putri merasa bersalah sudah mengatakan hal yang menyakitkan tersebut kepada Alisya.

"Benar, aku jadi tidak enak kepada Alisya, ekspresi wajahnya terlihat sangat sedih." tambah Fani merasakan hal yang sama kepada Alisya.

"Tak perlu khawatir, kalian sudah melakukannya dengan baik melebihi perkiraanku. Kembalilah ke kelas, saat ini guru-guru sedang mengadakan rapat sehingga semua kelas dalam keadaan tidak belajar. Akan berbahaya jika kalian berada di luar kelas tanpa pengawasan. Serahkan Alisya padaku!" ucap Karin melihat Alisya dari kejauhan yang sudah berjalan turun menuju ke suatu tempat.

"ehemmm..." Adith sedikit terbatuk pelan menghampiri Karin yang terlihat seperti seorang psikopat yang sedang mengintai mangsanya.

"Oh... terimakasih banyak atas kerja sama mu. Maaf karena sudah menggunakanmu, tapi hanya dengan kehadiranmu lah Alisya bisa bersikap panik seperti tadi." ucap Karin dengan santai kepada Adith yang berdiri di belakangnya.

Karin langsung mengikuti ke tampat dimana Alisya pergi dengan terus mengendap-endap dari kejauhan karena tak ingin berada dalam radar telinga Alisya.

"Apa yang sedang kalian rencanakan sebenarnya?" Adith terus mengikuti Karin tanpa tahu pasti apa yang sedang ia rencanakan. Dari tadi ia sangat merasa penasaran sejak panggilan global yang tak sengaja Karin nyalakan.

"Memancing Harimau yang sedang tidur." tegas Karin dengan senyuman iblisnya.

"Tandukmu keluar!" Adith sengaja mengejek Karin yang terlihat sangat licik. Karin hanya menoleh dengan cepat namun tak bisa melakukan apapun kepada Adith sehingga ia kembali melangkah untuk terus mengikuti Alisya.

"Tunggu sebentar, kenapa Ryu dibawa kedalam gudang olah raga bersama dengan Rinto dan Yogi oleh anak-anak kelas elite lainnya?" tanya Adith yang melihat rombongan kelas IIS yang cukup banyak sedang mengawal Ryu, Rinto dan juga Yogi.

"Oh.. mereka, biarkan saja mereka. Mereka juga punya urusan yang harus di selesaikan dengan segera." ucap Karin santai seolah tak begitu mengkhawatirkan mereka.

"Kalian sedang melakukan drama peran apa sebenarnya?" Adith merasa pusing melihat tingkah Karin yang terus merahasikan rencana mereka darinya.

"Pertanyaan yang sama dari kami." ucap Zein dari belakang Adith dan Karin. Adith dan Karin hampir saja menghajar Zein karena terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.

"Apa yang kalian berdua lakukan disini dengan mengendap-endap seperti itu?" tambah Riyan merasa curiga dengan tingkah Adith dan Karin.

"Susstttt diam! kau akan membuat kita ketahuan." Karin langsung menutup mulut Riyan dengan cepat karena suaranya yang lantang.

"Jadi apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Zein dengan setengah berbisik.

"Aku... hahhh??? dimana dia?" Karin yang terlalu terfokus pada ketiga orang elite itu harus kehilangan keberadaan Alisya. Karin dengan cepat berlari ke arah dimana ia terakhir melihat Alisya di ikuti oleh Adith dan Zein serta Riyan.

Karin langsung menoleh kepada ketiga orang tersebut dengan tatapan tajam seperti singa yang sedang mengaum keras penuh amarah.