Chapter 301 - Taichi

Mereka tak bisa membawa Alisya ke ruang UKS karena tak ingin dokter yang berada disana mengetahui apa yang terjadi pada Alisya terlebih karena tangannya yang terluka terlihat sembuh dengan begitu cepat.

Dari wajahnya, Alisya terlihat gusar dan semakin berkeringat dingin yang membuat Adith terus menggenggam tangan Alisya karena khawatir.

"Lepaskan... lepaskan saya! Toolong!" teriak seorang anak kecil meminta pertolongan.

"Diam!!! kalau kau tak diam juga, aku akan mematahkan lehermu sekarang juga!" bentak seorang pria dengan sangat kasar. Ia memegang pipi Alisya dengan sangat kuat dan membuangnya dengan kasar sehingga anak itu merasakan kebas pada bagian pipinya.

"Paman siapa? apa yang paman ingin lakukan?" anak kecil itu bertanya dengan cepat dan suara yang bergetar.

"Sialan, aku pikir kau adalah seorang laki-laki tidak taunya hanya seorang anak perempuan." gumamnya dengan kesal langsung menendang perut anak kecil itu dengan kuat.

"ohokkk ohookk!" anak kecil itu langsung terbatuk-batuk karena tendangan tersebut.

"Kau sudah menggagalkan rencana ku. Jadi kau harus menanggung akibatnya." ucapnya santai sambil berlalu pergi.

"Orang jahat. ohokkk sepertimu akan di tangkap ohokk oleh Ayahku secepatnya." ucap anak kecil tersebut dengan sangat berani meski tubuhnya sudah sangat kesakitan.

Merasa sangat benci dengan apa yang di katakan oleh anak kecil tersebut, sebuah pukulan langsung mengenai keras di bagian telinganya yang membuat telinga Alisya menjadi sangat sakit.

Alisya terlihat mulai sadarkan diri dengan memegang kedua telinganya yang kemudian terlihat darah segar mengalir jatuh yang membuat Adith bergerak cepat memeluk Alisya yang meronta kesakitan.

Adith dengan cepat membersihkan kedua telinga Alisya dengan kain yang sudah ia gunakan untuk membersihkan luka di tangannya.

"Apa yang terjadi?" tanya Adith kepada Karin yang sedang berusaha menyuntikkan Alisya cairan penenangnya untuk yang kedua kalinya.

"Gudang itu membangkitkan trauma masa kecilnya. Alisya mungkin bermimpi mengenai penculikan dirinya yang secara tak sadar membawa tekanan yang sangat tinggi pada dirinya." terang Karin terus berusaha menyuntikkan cairan penenangnya.

"Aaahhhhh" teriak Alisya seolah masih merasakan sakit yang teramat dalam. Tepat setelah Karin berhasil, Alisya langsung melompat keluar dari jendela dimana ia sedang berada di lantai 2 markas milik Adith dan yang lainnya.

Alisya melarikan diri bukan karena trauma mentalnya, tetapi ia merasakan kalau energi nanonya akan kembali meledak sehingga dia langsung pergi dari sana untuk tidak membuat Karin dan Adith merasakan ledakan tersebut.

"Alisya, kau mau kemana?" Alisya yang tak menjawab teriakan Karin membuat keduanya dengan cepat berlari kebawah untuk mengikutinya.

Merasa tidak aman jika harus meledakkan energi disekitar sekolah, Alisya langsung mencoba untuk melewati gerbang sekolah yang kebetulan terbuka saat ia mengarah kesana.

"Alisya!" seseorang segera memanggil Alisya begitu melihatnya akan melewati gerbang sekolah.

"Bapak, kenapa bapak berada disini?" tanya Alisya masih mencoba mengendalikan diri namun ia sudah tidak kuat lagi.

Melihat energi Alisya yang kacau, Ayah Alisya dengan cepat melakukan totok pengendalian dengan menyalurkan energi tersebut kembali ke alam dengan mengeluarkan energi Chi pada Alisya untuk menormalkannya, namun itu masih belum cukup.

"Ikut aku!" pinta ayahnya cepat mencari tempat yang baik untuk mereka berdua.

"Bapak, aku sudah.." Alisya tidak bisa menahannya lagi meski sudah mendapatkan pengendalian, energi nano dalam tubuhnya terlalu besar sehingga tubuhnya mulai terasa panas.

"Bernafaslah yang dalam. Keluarkan energi Chi mu dengan memusatkan pikiranmu lalu lakukan gerakan Taichi untuk menyalurkannya bersama dengan Angin." Ayah Alisya menuntun gerakan Alisya dengan menggunakan gerakan Taichi.

Gerakan Taichi yang cukup lambat namun lembut membuat Alisya secara perlahan merasakan ketenangan. Angin di sekitar mereka juga berhembus kuat setiap kali pelepasan energi itu dikembalikan ke alam.

"Terus atur aliran pernafasanmu dengan begitu energi dalam tubuhmu akan secara perlahan-lahan menjadi lebih tenang. Pusatkan pikiranmu setiap kali kau melakukan gerakan itu." Ayah Alisya terus menuntun Alisya sampai ia melihat anaknya mulai menjadi lebih tenang.

Begitu Alisya merasa sudah semakin tenang, ia membuka matanya dan menatap ayahnya dengan serius.

"Sejak kapan kau mengalami hal ini?" tanya ayah Alisya masih dengan tatapan hangat tidak membebani anaknya.

"Sebelum itu, bagaimana bapak bisa ada di sekolah?" Alisya bingung karena baru kali ini ayahnya datang berkunjung ke sekolahnya.

"Jangan mengalihkan pembicaraan, kau pikir aku bisa kau kelabui ya?" ucap Ayahnya dengan tatapan tajam.

Kening Alisya berkedut kesal. Ia tidak menyangka kalau ayahnya akan berpikir seperti itu kepadanya.

"Lihatlah sekeliling mu, bapak sekarang lagi di sekolah." ucap Alisya menunjuk ke sekitar mereka.

Ayahnya pun ikut melihat ke sekeliling dan mengetahui kalau memang benar ia berada di sekolah anaknya.

"Ya aku tau ini sekolah, lalu kenapa?" tanya ayahnya dengan santai.

"Untuk itulah aku bertanya! Kenapa bapak bisa ada di sekolah? Aduuhh.." Alisya menekan kepalanya yang sedikit sakit karena berbicara dengan menggertakkan giginya sebab tak ingin berteriak kepada ayahnya.

"Oh Iya!" ayah Alisya langsung teringat akan tujuannya ke sekolah Alisya.

"Kalau sudah ingat yah di katakan! Jangan pasang eskpresi bersinar seperti itu!" Alisya kesal karena ayahnya seolah memiliki bola lampu yang menyala pada bagian atas kepalanya saat mengingat namun tidak mengatakannya kepada Alisya.

"Sepertinya aku harus memiliki cucu secepatnya." ucap ayahnya lagi santai berjalan melewati Alisya.

Alisya sekali lagi melakukan gerakan Taichi bukan karena energinya yang kacau, tapi karena emosinya yang semakin kacau.

"Ingat Alisya, itu bapakmu. Jangan jadi anak durhaka se kesal apapun dan se marah apapun dirimu, dia memiliki level yang sangat tinggi." Alisya mendoktrin dirinya sendiri sembari terus melakukan gerakan Taichi untuk menenangkan diri.

"Ikutlah bersamaku!" ucap Ayahnya begitu Alisya selesai melakukan gerakannya.

"Kenapa bapak masih ada disi... ni?!" Alisya hampir saja meledak dalam amarah namun masih berusaha menenangkan diri.

"Aku dipanggil kepala sekolah karena katanya kau sudah membuat masalah besar." ucapnya dengan tatapan sangat antusias.

"Lalu ada apa dengan ekspresi mu itu? bukankah harusnya bapak menujukkan ekspresi marah karena aku menyebabkan masalah?" tanya Alisya bingung dengan ekspresi bahagia ayahnya.

"Sudah lama Bapak menantikan ini, bapak ingin merasakan bagaimana rasanya di panggil oleh sekolah sebagai orang tua dari siswa. Ini menandakan kalau aku memang seorang Bapak!" ucap ayah Alisya dengan senyum sumringah berjalan memimpin Alisya.

Alisya hanya bisa tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan.

Alisya bisa memahami bagaimana perasaan ayahnya saat ini karena selama ini ayahnya memang tak pernah merasakan bagaimana menjadi seorang ayah pada umumnya sehingga begitu mendapatkan panggilan orang tua, ayah Alisya sangat senang karena biasanya nenek Alisya yang akan pergi.