Chapter 303 - Berkhianat

Melihat sikap mereka yang terlalu angkuh membuat Ayah Alisya juga jadi ikut angkat bicara.

"Meski begitu, tangan anak anda memang terlihat tidak memiliki patah tulang. Jika memang mereka mengalami patah tulang, maka seharusnya dari tadi mereka takkan mengizinkan ibu mereka memegangi lengan mereka." Jelas ayah Alisya dengan santai.

"Benar, karena pada area yang patah tulang akan menghasilkan rasa nyeri yang cukup parah, bengkak pada bagian yang patah serta akan mengalami memar dan mati rasa pada area tersebut ." tambah Pak Hady sekali lagi memberikan penjelasanya.

"Pak, tidakkah bapak terlalu bersikap berlebihan? Seorang Dokter punya kode etik yang tidak bisa di langgar. Jika ternyata apa yang bapak tuduhkan tadi itu tidak benar, maka bapak bisa di beri hukuman berat." terang Ayah Alisya memberikan pendapatnya.

"Cih, tau apa kamu soal hukum? lagi pula melihat dari wajah kalian ini, sudah kalian inilah yang memakai kedudukan untuk membeli hukum di Indonesia? Lagi pula dia pasti lebih memilih membela anaknya sendiri." ucapnya acuh tak acuh.

"Hati-hati kalau bapak berbicara. Dia adalah Tuan Lesham, menteri pertahanan negara Indonesia. Tentu saja beliau tau banyak tentang hukum di Indonesia, dan ucapan bapak tadi sudah bisa membuat bapak di copot dari jabatan bapak." tegas kepala sekolah mengingatkan Ayah Citra yang terlalu berlagak angkuh.

Ayah Citra menjadi pucat pasih dan tak berdaya begitu mendengar apa yabg baru saja di katakan oleh pak Richard. Kakinya serasa melemas dan tak mampu menopang tubuhnya dengan baik.

"Gara-gara kamu, Ayah sedang menggali kuburan ayah sendiri." ucap Ayah Citra menghampiri anaknya dengan geram.

"Apa kau bilang??? Lalu kenapa kalau dia seorang menteri pertahanan? anaknya sudah bersalah karena mematahkan tangan anak saya. Bukan hanya itu, mereka bahkan menyiram anak kami dengan air comberan." Ibu Citra tak peduli tentang apa yang dikatakan oleh suaminya dan kepala sekolah sehingga ia tetap berani berkata dengan lantang.

"Apa benar kalian melakukan hal tersebut?" tanya Ayah Alisya kepada Karin dan Alisya yang berdiri tak jauh dari dirinya.

"Aku tidak mematahkan tangannya." ucap Alisya dengan mantap.

Untuk hal tersebut, Alisya memang tak berbohong karena yang ia lakukan sebenarnya adalah hanya menggser persendian mereka dari tempatnya kemudian mengembalikannya ke posisi semula.

Gerakkan yang dilakukan Alisya dapat menimbulkan bunyi yang terdengar seperti tulang yang retak dan menimbulkan rasa sakit yang cukup besar namun sebenarnya itu mirip seperti teknik mengurut yang biasa di lakukan oleh tenaga pijat pada umumnya.

"Tidak, ada saksi yang melihat kalau Alisya sudah mematahkan tanganku dan Karin sudah menyiram kami dengan Air comberan." terang Citra dengan penuh percaya diri.

"Jika memang anak saya bersalah, maka saya dengan jelas akan menghukumnya. Namun jika anak saya tidak bersalah, maka kalian yang akan menerima akibatnya." ucap pak Hady mulai tidak suka dengan cara orang tua Citra yang terlihat sekali kalau mereka sangat memanjakan anaknya.

"Tentu saja! Saya percaya pada anak saya." tegas Ibu Citra dengan menaikan dagunya penuh percaya diri.

"Baik, kalau begitu siapa orang yang sudah kau maksud sebagai saksi tersebut." seru pak Richard kepada Citra.

"Egi, Fani dan Putri." ucap Citra mulai tidak merasakan sakit pada bagian lengannya.

"Panggilkan mereka bu!" pinta pak Richard kepada Ibu Vivian selaku wali kelas dari siswa yang di sebutkan.

Alisya dan Karin saling pandang tak paham mengapa teman-temannya malah menjadi saksi untuk Citra. Sepertinya Citra sudah melancarkan ancamannya lagi kepada mereka bertiga.

"Jadi apa benar bahwa kalian melihat Alisya dan Karin mencelakai Citra dan teman-temannya?" tanya pak Richard begitu Egi dan yang lainnya memasuki ruang kepala sekolah.

Mereka tak menjawab dan hanya menatap nanar kepada Alisya dan Karin. Keduanya hanya tersenyum hangat memberikan mereka keleluasaan untuk melakukan apapun yang tidak membebani Egi dan yang lainnya.

"Emmm,, sebenarnya semua ini adalah ulah Citra pak!" terang Egi berani membuka mulutnya. Egi tak ingin terus-terusan berada di bawah tekanan Citra.

"Egi, Kau tau apa yang sedang kau katakan sekarang??" bentak Ayah Citra tidak senang mendengar apa yang baru saja di katakan oleh Egi.

"Tidak Om, Egi memang benar. Semua itu hanya akal-akalan Citra untuk menyalahkan Alisya dan Karin atas apa yang sudah dia lakukan kepada kami." tambah Putri cepat membenarkan ucapan Egi.

"Egi, kau akan menyesal karena telah mengkhianati ku seperti itu. Kau tau apa akibatnya pada kedua orang tuamu bukan?" ancam Ayah Citra dengan menggumam pelan mendekati Egi.

"Pantas saja anakmu seperti itu, ternyata kau tak ada bedanya." Egi tampak mulai kehilangan sopan santun kepada mereka semua.

"Dasar anak tidak tahu sopan santun." Ibu Nabilah melihatnya dengan penuh amarah tak percaya kalau Egi bisa berbicara seperti itu.

"Tidak tahu sopan santun? hahahahaha... jangan bercanda tante, anak kalian bahkan lebih busuk dari pada diriku. Aku takkan pernah mengorbankan sahabatku hanya untuk keselamatan ku sendiri." ucap Egi acuh tak acuh dengan mereka semua.

"Orang tua kami mengajarkan bahwa seseorang yang bisa kamu percaya di dunia adalah sesuatu yang sangat berharga dan sangat langka. Tapi begitu kamu menemukannya maka jangan pernah kamu khianati dan dustai." tambah Fani menatap penuh kasih kepada Alisya dan Karin

"Meski akan selalu ada sampah dan iblis yang akan menyesatkan siapapun dan berkhianat seperti busuknya anak kalian." tambah Putri yang tak mau kalah menghina mereka.

"Sebelum mengajari orang lain, kalian harusnya mengajari anak kalian sendiri." tambah Egi berusaha berkata dengan nada sopan namun tak bisa menghilangkan rasa geramnya.

"Sepertinya kau perlu di beri pelajaran!!!" hardik ayah Citra karena merasa geram dengan menaikkan tangannya.

"Hentikan!!!" Ayah Alisya dengan cepat menahan tangan Ayah Citra.

"Cihh,, anak ku adalah anak yang baik-baik!" bentak Ibu Citra tak percaya pada Egi dan yang lainnya.

"Kami punya bukti kalau semua ini adalah pekerjaan Citra dan teman-temannya!" tegas Egi dengan penuh percaya diri.

Tak tanggung-tanggung, Egi langsung menyiarkan Video perbuatan mereka di monitor sekolah yang terputar hampir di seluruh monitor yang ada di sekolah baik luar gedung maupun seluruh ruang kelas.

"Tidak mungkin, itu pasti hasil editan!" bentak Citra menyangkal wajah dan perbuatannya yang jelas-jelas terpampang nyata.

"Kalian saya keluarkan dari sekolah!" pak Richard langsung meradang penuh amarah.

"Meskipun kau memiliki koneksi dengan kepresidenan, kau sudah kehilangan jabatanmu sebagai kepala kepolisian saat ini." Ayah Alisya juga mengirimkan semua hasil rekaman tingkah Ayah Citra kepada pihak kepresidenan.

Rekaman itu di saksikan langsung dalam rapat internal kepolisian.