Chapter 310 - Pemimpin Geng Sekolah

Kantin Sekolah.

"Jadi acara pertunangan kalian akan di lakukan malam ini bersamaan dengan ulang tahun perusahaan kakekmu?" Adora menyeruput es jeruknya yang tampak dehidrasi setelah sejam lebih mengikuti simulasi Ujian Nasional.

"Kalian sudah resmi lamaran yah ternyata, ini sangat hebat. Nikah muda dan pacaran setelah nikah, membayangkannya saja sudah membuatku berbunga-bunga." ucap Emi menangkup kedua tangannya mulai berfantasi liar.

"Kalian semua di undang dalam acara itu, urusan pakaian kalian sudah aku berikan pada Gani dan Gina. Kalian bisa memilih langsung di butik milik ibunya." seru Alisya dengan tersenyum manis kepada teman-temannya.

"Aku tak menyangka kau bisa melepas masa lanjangmu secepat ini." Karin memandang Alisya dengan tatapan haru.

"Hentikan wajah menjijikkan mu itu, aku tau kau tak se ikhlas itu." Alisya seolah sedang menebas leher Karin dengan kata-katanya sehingga mereka semua tertawa dengan lepas.

Saat mereka sedang berbincang-bincang dengan lepas, Rinto dan yang lainnya datang dengan wajah lesu dan terlihat seolah separuh energi mereka sudah terkuras habis.

"Ada apa dengan mereka?" tanya Feby dengan kening yang berkerut melihat ekspresi dari Rinto dan yang lainnya.

"Mereka mengeluarkan segala kemampuan mereka untuk bisa menjawab semua pertanyaan yang muncul pada simulasi sebelumnya." jawab Egi dengan tertawa pelan.

"Kenapa kalian sampai se serius itu? kalian sangat lucu sekali. Ini bahkan hanya simulasi mengenai sistem, jadi kalian tidak perlu begitu serius dalam menjawabnya." seru Aurelia tertawa melihat mereka yang terlalu membebani diri dalam mengisi soal simulasi tersebut.

"Kami tau akan hal tersebut, tapi kami hanya ingin mengukur sudah sejauh mana kemampuan kami dan pengetahuan kami dalam menyelesaikan soal simulasi yang di berikan." ucap Rinto dengan pandangan nanar yang langsung ia rebahkan ke atas meja.

"Tapi kami tak menyangka yang kalau soal simulasi bisa sampai sesulit itu saja, lalu bagaimana dengan soal Ujian Nasional yang sebenarnya?" Beni ikut merebahkan diri mengikuti Rinto.

"Sepertinya kami harus berjuang lebih giat lagi dari sekarang." ucap Gani dengan tatapan terbebani yang menekan pundaknya.

Alisya bisa memahami fikiran mereka. Meski itu hanyalah soal simulasi biasa saja, tapi dengan itu mereka bisa mengukur sejauh mana mereka mengetahui materi yang sudah mereka pelajari. Jika soal itu saja mereka sudah kesulitan maka kesulitan yang sesungguhnya ada pada Ujian Nasional yang sesungguhnya.

"Minumlah yang manis-manis, gula akan sedikit mengembalikan energi kalian." Adora segera menyodorkan minuman dingin kepada mereka.

Rinto yang baru saja memasukkan minumannya ke dalam tenggorokannya tiba-tiba di kejutkan dengan kehadiran Vino yang tampak sangat khawatir dan wajah yang terlihat lebam.

"Kau Vino dari kelas 12 MIA 4 bukan? apa yang terjadi? tanya Rinto setelah mengenali wajah orang tersebut.

"Ada yang harus aku katakan padamu, dan sepertinya di sini adalah tempat yang tidak tepat untuk itu." Vino terlihat berusaha menahan diri saat melihat ada Alisya dan wanita lainnya berada disana.

Rinto yang tadinya ingin pergi ke tempat yang lebih sunyi, begitu melihat wajah penasaran Karin dan yang lainnya ia hanya tersenyum. Rinto tahu betul bagaimana sikap penasaran Alisya dan Karin terhadap orang lain.

"Tidak masalah, kau bisa menceritakan semuanya disini." ucap Rinto dengan ramah kepada Vino.

"Duduklah dan minum dulu, kau tidak perlu terburu-buru. Kau bisa santai saja dulu disini." Gani mempersilahkan Vino untuk setidaknya berbicara sambil duduk di kursi.

"Tidak, jika aku berada disini lebih lama lagi. Maka semua teman-teman kita akan segera di habisi oleh sekolah SMK Merah Putih." tatap Vino tajam ke arah Rinto.

"Kau yang meninggalkan geng kita membuat sekolah ini sudah tidak lagi ditakuti oleh sekolah lain. Mereka menganggap remeh kita karena kelompok yang kau bubarkan kian hari menjadi kian lemah.". tambahnya lagi yang membuat teman-temannya terkejut tak mengerti apa yang sedang di maksud oleh Vino.

"Apa maksudmu? langsung saja ke intinya." Beni merasa bingung tak paham mengapa ia sampai berkata seperti itu kepada Rinto.

"Apa ada sesuatu yang sedang terjadi? apa itu juga ada hubungannya dengan wajah lebam mu itu?" Yogi sedang menebak apa yang sedang terjadi pada Vino.

"Benar. Semenjak Rinto tidak pernah lagi mempimpin kelompok kita, semua siswa dan beberapa adik kelas dari sekolah kita di remehkan oleh sekolah lain. Kami berusaha untuk melawan dan membuktikan bahwa meski tanpamu kami bisa bertahan dan tetap mampu seperti dulu, namun ternyata ini tidak semudah yang kami bayangkan." jelas Vino dengan wajah yang terlihat putus asa.

Mendengar apa yang sedang di katakan oleh Vino, Alisya kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan Rinto yang terlihat sebagai pemimpin geng di antara mereka meski saat itu ia masih berada di kelas 1 SMA.

Rinto diketahui sangat kuat dan bahkan mampu menghajar 20 orang sekaligus meski ia sendirian, namun ketika beredar bahwa Rinto sudah di kalahkan oleh Alisya, kelompok lain secara perlahan mulai meremehkan kemampuan Rinto dan sekolah mereka.

"Rinto bukanlah orang yang lemah, dia hanya tidak ingin terlibat lagi dalam perkelahian yang tidak ada gunanya." seru Gani merasa kesal dengan apa yang di katakan oleh Vino.

"Tidak Gan, Vino memang benar. Ini juga menjadi kesalahan ku karena sudah meninggalkan mereka begitu saja tanpa penjelasan. Ini adalah urusanku, biarkan aku bertanggung jawab untuk menyelesaikannya." Rinto berdiri dari tempat mengikuti arahan Vino.

"Aku ikut. Kau tau kan kalau aku selalu bersama mu selama ini." Yogi tak ingin meninggalkan Rinto sendirian menyelesaikan masalah itu.

"Kalau begitu apa aku bisa ikut? Jangan khawatir, aku hanya ingin jadi penonton saja." seru Alisya karena penasaran dengan apa yang sedang terjadi.

"Baiklah, tapi kau harus pegang apa yang kau katakan barusan." ucap Rinto mengizinkan mereka ikut jika dia menerima permintaan Rinto.

"Tidak masalah!" jawab Alisya cepat.

Alisya menatap Ryu untuk setidaknya memberikan ruang kepada Rinto menyelesaikan sendiri masalah yang sedang di hadapinya saat itu.

"Tunggu dulu, jika kalian terlibat dalam perkelahian sekarang maka itu akan sangat berbahaya jika pihak sekolah ada yang mengetahuinya. Kalian bisa di keluarkan dari sekolah sedang ujian tinggal beberapa hari lagi." Aurelia mencoba untuk mengingatkan mereka.

"Benar, aku takkan izinkan kalian untuk pergi. Aku tak ingin kalian di hukum karena itu." tambah Adora yang tak ingin mereka semua mendapatkan masalah karenanya.

"Bukankah kita memiliki seorang teman yang tahu bagaimana cara menyelamatkan seorang teman?" pandang Karin kepada mereka semua yang menunjuk bahwa mereka lah yang akan bertugas untuk memberikan informasi akan pergerakan sekolah jika mereka sudah mengetahui sesuatu.