Chapter 312 - Enyahlah

Alisya bersama Adith dan teman-temannya yang lain sudah kembali ke sekolah tanpa di ketahui oleh pihak sekolah kalau mereka baru saja membolos berkat Aurelia dan yang lainnya yang memberikan alasan dengan begitu meyakinkan.

"Loh Karin mana? Kenapa dia tidak bersama dengan kalian?" tanya Adora saat melihat Alisya yang kembali tanpa Karin.

"Bagaimana dengan Rinto dan yang lainnya?" tanya Aurelia mengkhawatirkan mereka dan langsung menghambur ke sisi Alisya.

"Jangan khawatir, mereka baik-baik saja. Saat ini Karin sedang memberikan perawatan kepada mereka." ucap Alisya dengan santai.

"Syukurlah kalau begitu. Simulasi akan dilanjutkan lagi besok jadi hari ini kita bisa pulang lebih awal." ucap Emi merasa sangat antusias ingin pulang.

"Oh iya, kita bisa pulang secepatnya untuk mencari pakaian di butik ibu mu." ucap Feby memandang kepada Gina yang sedang adu mulut dengan Gani.

"Oke aku siap menemani kalian, toh aku juga akan ikut ke acara Alisya." Gina langsung melempar Handphone Gani dengan kasar untuk mengakhiri perkelahian mereka.

"Kau jadi kakak jahat amat sama adik sendiri." Adora menggeleng-gelengkan kepalanya melihat mereka yang masih saja terus bertengkar karena hal sepele.

"Jadi kita bisa pulang sekarang? aku sudah tidak sabar untuk segera acara pertunangan kalian." Emi semakin tak sabar lagi.

"Kalian pergilah dulu, aku akan menunggu Karin. Setidaknya kita bisa menghemat waktu agar tidak banyak yang mengantri disana." Alisya tidak akan pergi sebelum Karin datang.

"Ya sudah, biar kami yang pergi terlebih dahulu." ucap Adora yang tak mengajak Aurelia karena ia tahu kalau Aurelia sedang menunggu Yogi.

"Sampai jumpa disana yah.." ucap Feby yang langsung menarik Gina pergi dari sana.

"Duluan yah Dith..." Adora melambai berpamitan kepada Adith yang hanya terdiam menyimak percakapan mereka.

"Woy, sebelum kesana kalian balik rumah dulu buat minta izin." teriak Alisya kepada mereka yang di balas dengan simbol Ok secara serempak.

Alisya langsung menatap Ryu agar menemani mereka dan melindungi mereka yang langsung di sanggupi oleh Ryu. Ryu yang sudah berjalan pergi tiba-tiba kembali menarik Beni dan Gani untuk ikut bersama mereka.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Kenapa kalian tidak ikut pergi bersama mereka?" tanya Alisya kepada Syams dan Egi yang hanya duduk dan berdiam diri dengan tatapan bingung.

"Jadi kami juga mendapatkan undangan mu?" ucap Putri dengan wajah yang penuh semangat.

"Ha? Tentu saja. Kalian semua kan teman-teman sekelas ku, mana mungkin tidak aku undang." ucap Alisya yang heran dengan apa yang baru saja ditanyakan oleh Putri.

"Aku malah ingin mengundang satu sekolah ini, tapi dilarang oleh dia." ucap Adith sengaja untuk meyakinkan mereka.

"Tapi kami tidak punya baju yang pas untuk ke acara formal seperti itu, terlebih lagi karena di rangkai kan dengan acara ultah perusahaan." ucap Fani ragu-ragu karena merasa rendah diri pergi ke tempat acara formal Alisya.

"Kenapa kalian mengkhawatirkan itu, kalian bisa pergi ke butik milik ibu Gani dan mencoba segala jenis pakaian yang kalian inginkan." Alisya tersenyum dengan perkataan Fani yang ia rasa dia menggemaskan.

"Kalian tidak perlu terpaku akan pakaian apa yang harus kalian pakai, cukup pakai apa yang membuat kalian nyaman dengan apa yang kalian pakai tersebut." Ucapan Adith segera memberikan rasa percaya yang cukup tinggi.

"Bersikaplah seperti biasa kalian bersikap, tidak perlu terlihat formal disana." tambah Aurelia cepat dengan tersenyum hangat.

Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Alisya dan Adith serta Aurelia, mereka dengan cepat mengambil tas dan segera menuju ke tempat butik ibu Gina.

"Rasanya cukup canggung jika hanya bertiga dengan kalian." seru Aurelia melihat Adith yang terus menatap ke arah Alisya.

"Sepertinya kita ikut menyusul Karin dan yang lainnya ke apotek tadi saja. Aku akan mengambil barang-barang mereka." Alisya yang malu dengan cepat mengambil barang-barang milik Rinto dan Karin yang masih berada di dalam kelas.

Mereka pun segera menyusul Karin di tempat ia mengobati luka-luka milik teman-temannya.

"Aku tak menyangka kau mengetahui banyak hal mengenai medis." Al terus meringis sakit saat Karin memberikan olesan obat ke wajahnya karena perih.

"Aku bahkan bisa menjahit mu sekarang jika itu memang perlu." ucap Karin dingin sembari terus mengoles pipi Al dengan kasar karena kesal.

"Bisakah kau lebih ikhlas saat menangani mereka? kau bahkan bisa membuat mereka terbunuh jika marah seperti itu." Rinto bisa merasakan aura kelam Karin yang kesal karena di tinggal sendirian disana.

Vino yang sedang menunggu giliran untuk mendapatkan pengobatan dari Karin seketika ingin melarikan diri karena takut.

"Jadi kalian masih disini? harusnya kalian sudah melarikan diri sejauh mungkin setelah menghajar anak buah ku." seorang pria bertubuh besar dan kekar datang dengan beberapa temannya.

"Kenapa orang bodoh makin bermunculan satu persatu." gumam Karin sembari terus mengobati luka-luka pada adik-adik kelasnya.

"Perempuan ini berani juga, bagaimana kalau kamu ikut saya saja. Kita akan bersenang-senang bersama." Ucapnya memajukan diri ingin memegang pipi Karin namun dengan cepat Rinto berdiri di hadapannya untuk menghentikan aksinya.

"Sial, sepertinya kau adalah orang yang sudah menghajar anak buah ku yah! Minggirlah selagi aku masih berbaik hati padamu." ucapnya dengan sombong dan mencoba untuk menyentuh Karin yang Rinto langsung menaikkan sebuah tusukan suntik ke arah kepalanya.

"Enyahlah dari sini." tatap Rinto dengan sangat tajam. Pria itu seketika mundur dari hadapan Rinto dengan wajah yang terlihat sangat ketakutan.

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia segera pergi dari sana yang membuat semua akan buahnya bingung karena tak menduga kalau ketua geng mereka mundur begitu saja tanpa ada perlawanan yang berarti.

"Ada apa bos, kenapa kau hanya pulang begitu saja?" tanya anak buahnya merasa bingung dengan pemimpin geng mereka yang langsung pergi begitu saja dengan wajah ketakutan.

Dia tidak menjawab dan hanya terus melangkah tanpa menoleh sedikitpun.

"Bos, kau baik-baik saja?" tanyanya sekali lagi dengan menepuk pundaknya pelan namun langsung kaget saat ia merasakan peluh yang membasahi seluruh tubuh bos nya yang masih terlihat bergetar.

"Kau tidak akan tau, dia benar-benar ingin membunuhku tadi. Auranya sangat kuat dan terlihat tidak akan takut kepada siapapun. Tatapan matanya seolah siap untuk membunuhku kapan saja jika aku mengucapkan hal yang salah tadi." ucapnya dengan suara bergetar.

Rinto memang berniat untuk membunuhnya jika dia berani mendaratkan tangannya ke tubuh Karin.

"Kemampuan mu terus meningkat, kau bahkan sepertinya memang sudah berniat untuk membunuhnya tadi." ucap Karin setelah mereka pergi yang membuat Rinto hanya terdiam menahan amarahnya.