Chapter 319 - Pembayaran SPP

Pagi hari di sekolah.

Memasuki Gladi bersih persiapan ujian Nasional, para siswa diberitahukan untuk segera melunasi pembayaran Uang SPP sebelum pelaksanaan dimulai. Hal ini merupakan kewajiban yang dilakukan oleh setiap siswa yang biasanya pembayarannya di lakukan langsung oleh orang tua siswa melalui rekening.

"Baiklah semuanya, hari ini ibu akan mengumumkan dua hal pada kalian." Ibu Vivian memulai kalimatnya begitu melihat mereka sudah cukup tertib.

"Yang pertama adalah ibu ingin memberitahukan pengenai tenggang masa pembayaran SPP kalian. Untuk itu saya harap kalian bisa memberitahukan kepada orang tua kalian untuk segera melakukan pembayarannya." Mereka semua saling bertatapan satu sama lainnya bukan karena membicarakan masalah uang, melainkan tanda akan berakhirnya pembelajaran dan memasuki pembelajaran baru.

"Dan yang kedua adalah pertemuan kita akan berakhir sebelum kalian pelulusan. Besok ibu Arni akan ke sekolah untuk mengurus kalian kembali oleh karena itu…" ibu Vivian yang belum selesai berbicara langsung di potong oleh Gani.

"Ibu mau ninggalin kita?" teriaknya dengan keras tidak terima dengan pengumuman dari ibu Vivian.

"Ninggalin gundulmu? Dengerin dulu!" bentak ibu Vivian yang seketika membuat mereka tertawa dengan keras.

"Sekarang tugas ibu memang sudah selesai, tapi bukan berarti saya langsung pamit dari kalian. Hanya saja ibu Arni harus kembali melaksanakan tugasnya dan saya akan diberikan dengan tugas baru." Jelas ibu Vivian sekali lagi.

"Oh… Kami pikir ibu akan pergi dari sini." Terang Beni yang memikirkan hal yang sama dengan Gani.

"Kalian ingin ibu pergi?" tanya ibu Vivian memancing simpati mereka.

"Nggak!!!!!" teriak mereka kompak.

"Loh jadi kalian tidak suka sama ibu Arni?" tanya ibu Vivian lagi.

"Kami suka dengan ibu Arni, tapi kami juga sudah mulai nyaman dengan ibu Vivian sebagai wali kelas kami." Ucap Feby dengan tatapan sedih dan gundah.

"Kalian ini. Ibu Vivian kan sudah bilang, ibu Arni harus kembali melaksanakan tugasnya. Masa cuti dia sudah habis sehingga ibu Vivia yang menggantikan juga sudah selesai." Terang Rinto mengingatkan sekali lagi.

"Kita memang sudah mulai memasuki tahap akhir dalam perjalanan pembelajaran kita, untuk itu kita sudah mempersiapkan diri untuk adanya perpisahan." Ucap Karin yang membuat mereka semua terdiam merenungi apa yang sudah di katakana oleh Karin dengan cukup tegas.

Ibu Vivian sekali lagi mengingatkan mereka mengenai Uang pembayaran SPP yang harus di segerakan karena jika tidak melakukan pembayaran maka mereka tidak di izinkan untuk mengikuti seluruh pelaksanaan ujian sekolah.

"Kenapa rasanya sakit sekali saat memikirkan perpisahan itu?" gumam Emi sembari menekan dadanya dengan sangat kuat.

"Aku juga, Kita bahkan belum berpisah tapi hatiku rasanya cukup sakit sekali saat memikirkan hal tersebut. Aku seolah merasakan rindu yang amat dalam." Tambah Gina dengan tatapan yang sedih.

"Kita semua akan mengambil jalan masing-masing, dalam masa 3 tahun ini kita sudah melalui banyak hal bersama. Sulit rasanya membayangkan kalau akhirnya kita akan terpisah." Lanjut Egi merasakan perasaan yang cukup berat di hatinya.

Tak ada satupun dari mereka yang keluar dari ruangan setelah kepergian ibu Vivian. Mereka semua tenggelam dan larut dalam pikiran masing-masing yang terus membayangkan akan perpisahan mereka yang tinggal beberapa bulan lagi.

"Kita semua akan mengambil jalan masing-masing untuk mengejar cita-cita dan impian. Tapi itu bukan berarti menjadi penghalang komunikasi di antara kita." Terang Karin mencoba untuk mencairkan suasana.

"Kita bisa mengadakan reuni sebulan sekali bagi yang dekat dan setahun sekali jika ada beberapa dari kita yang harus sampai keluar negri." Tambah Aurelia lagi dengan suara lembut.

"Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari suatu lembaran baru." Ucap Adora lagi menatap teman-temannya dengan hangat.

"Meski kita akan bertemu dengan banyak orang yang memiliki karakter berbeda, itulah hidup yang akan di jalani oleh siapapun." Yogi tersenyum kepada teman-temanya yang terlihat muram.

"Harusnya kita saling mendukung satu sama lainnya demi masa depan kita. Raihlah cita-cita kalian setinggi langit an mari bertemu kembali di puncak kesuksesan." Alisya dan Karin saling berpelukan memberikan kepalan tinju mereka dengan pemikiran yang sepaham.

Apa yang dikatakan oleh Alisya dan yang lainnya membuat hati mereka menjadi lebih hangat. Mereka sadar bahwa dalam setiap pertemuan tentu saja aka nada yang Namanya perpisahan. Tapi bukan berarti hal tersebut menjadi sebuah penghalang bagi mereka tau menjadi sebuah kesedihan yang mendalam bagi mereka.

Pada akhirnya mereka sudah berpikir dengan lebih jernih namun kemudian Karin tiba-tiba teringat akan Akiko yang juga memutuskan untuk kembali ke Jepang tepat di hari pelulusan mereka dan setelah tahun ajaran baru dimulai.

"Teman-teman, mengenai perpisahan. Ada satu hal lagi yang harus kalian ketahui." Karin yang sebelumnya tersenyum dengan ceria mendadak menjadi lebih serius.

"Karin!" Ryu yang mengetahui ekspresi Karin tak yakin kalau ia harus mengatakan hal itu saat ini. Ryu tak ingin konsentrasi mereka dalam menghadapi ujian akan menjadi terganggu.

"Tidak apa-apa, bagaimanapun juga mereka harus mengetahui hal ini dan menghadapinya." Tegas Karin berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

"Ada sebenarnya? Kenapa kalian tampak begitu serius?" tanya Beni yang merasa sedikit aneh dengan ekspresi mereka berdua.

"Bisakah aku saja yang menjelaskan semuanya?" tanya Akiko yang ternyata sudah berdiri di depan ruangan pintu. Akiko sudah berusaha menghubungi Karin namun Karin selalu berusaha untuk menghindarinya.

"Sejak kapan kau berada disana?" tanya Karin kaget dengan kemunculan Akiko.

"Aku ingin meminta maaf pada mu dan pada kalian semua. Aku tak mengatakan ini sebelumnya karena aku juga mengira kalau ini hanyalah masalah yang sederhana." Akiko masuk secara perlahan dengan memasang wajah yang sendu.

"Meminta maaf karena kenapa? Bisakah kalian langsung pada intinya saja?" tanya Aurelia mulai kesal dengan sikap serius mereka yang membuat hati mereka merasa terganggu karenanya.

"Dia akan kembali ke Jepang." Karin langsung mengatakannya dengan singkat.

"Apa??? Bagimana mungkin? Jadi…" Feby yang ingin protes tiba-tiba terdiam. Meski tak ingin mempercayainya, pada akhirnya mereka paham bahwa Akiko sudah cukup lama berada jauh dari orang tuanya di Jepang.

"Aku pikir kau disini dalam waktu yang cukup lama." Gina memandang Akiko dengan tatapan nanar.

"Apa Ryu juga akan seperti itu? Jika kalian masih di Indonesia maka kita tentu masih dapat bertemu. Tapi lain hal lagi dengan jika kalian berada di Jepang." Beni menatap tajam ke arah Ryu.

Tak ada satupun dari mereka yang menjawab semua pertanyaan-pertanyaan itu dan kembali terdiam dalam waktu yang cukup lama mereka semua masih tak bisa menerima kenyataan yang memang harus mereka hadapi dengan lapang dada.