Chapter 320 - Dasar Nggak Peka

Melihat wajah Alisya dan teman-temannya yang lain yang tampak sedih, Akiko jadi tersenyum dengan penuh rasa syukur. Ia bisa memahami bagaimana perasaan mereka, seperti dirinya yang juga tak ingin pergi, namun ia tak bisa berbuat banyak akan hal tersebut.

"Maaf aku tak mengatakan ini sebelumnya, aku disini hanya selama satu tahun dalam rangka pertukaran pelajar. Berbeda dengan Ryu, dia memang sudah memutuskan untuk tinggal di Indonesia untuk bersama Alisya dan menjaga nenek Alisya sehingga dia masih akan menetap disini." Ucap Akiko yang mulai terdengar serak suaranya.

"Apa kamu sudah mengetahui ini sebelumnya Sya?" tanya Gina melihat Alisya yang hanya terdiam dan tak berakata apa-apa.

"Tidak" ucap Alisya singkat.

"Hanya nenek dan Ryu yang tahu mengenai hal ini. Sedangkan Karin mengetahuinya tanpa sengaja." Terang Akiko cepat agar tak menimbulkan kesalah pahaman dia antara mereka.

"Meski perpisahan itu adalah kenyataan yang sulit diterima namun itu adalah kensekuensi dari perjumpaan." Ucap Alisya cepat agar mereka tak begitu terbebani dengan kepergian Akiko.

"Perpisahan itu akan selalu datang, karena kita pernah berjumpa, bersama dalam setiap canda tawa dan merasakan bahagia." Jelas Rinto yang mendekati Ryu dan memeluknya dengan akrab.

"Setiap air mata yang jatuh pada hari ini, akan menjadi saksi bahwa telah ada jalinan erat yang pernah kita jalani bersama." Karin menatap Akiko dengan hangat.

Tak terasa, air mata mereka mulai mengalir satu persatu bukan karena menyesali akan perpisahan yang sudah di depan mata, melainkan rasa syukur akan apa yang sudah mereka lalui bersama selama ini.

"Setiap perpisahan pasti meninggalkan bekas yang tidak akan sembuh dalam waktu dekat, tapi itu tidak berarti membuat kita untuk terus bersedih karenanya." Lanjut Adora memeluk Emi yang tampak mulai sesegukan karena rasa sedihnya.

"Berhentilah menangis, tak perlu ada yang di tangisi. Muka kalian terlihat jelek saat menangis." Ucap Yogi yang sengaja ingin mencairkan suasana sedih mereka.

"Dasar cowok nggak peka. Nggak punya empati sama sekali." Ketus Emi kesal dengan ucapan Yogi.

"Loh, apa hubungannya ama nggak peka sih?" bantah Gani yang juga merasa sebagai cowok.

"Kalian tuh yang terlalu berempati dengan berlebihan." Ketus Beni yang tak terima dengan tuduhan dari Emi.

"Wanita memang memiliki empati yang lebih tinggi dibandig dengan laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki biasanya tak se-peka wanita." Adith masuk kedalam ruangan melihat mereka yang tampak sedang berada dalam suasana sedih.

"Kenapa bisa seperti itu? Apa karena mereka adalah perempuan yang diberikan 9 perasaan dan 1 pikiran sehingga mereka selalu terbawa perasaan?" tanya Yogi merasakan adanya diskriminasi.

"Itu juga bisa jadi penyebanya." Sambung Zein yang datang bersama dengan Riyan.

"Sepertinya kalian semakin nyaman berkunjung ke tempat kami." Ucap Karin yang melihat ketiga elit tersebut semakin sering berada di gedung kelas biasa. Alisya hanya tersenyum dengan kedatangan Adith dan yang lainnya.

"Otak wanita memiliki aliran darah lebih banyak dari pada pria sehingga mereka diniliai lebih aktif." Terang Alisya mencoba memberikan penjelasan.

"Kondisi itu yang membuat wanita lebih memiliki empati dan intuisi dibanding dengan para pria." Lanjut Adith sudah berdiri di samping Alisya memandang mereka dengan senyumannya yang menggoda.

"Hal itu juga yang sepertinya menjadi latar belakang munculnya predikat cowok nggak peka." Lanjut Zein tersenyum pelan memikirkan dirinya merupan salah satu orang tersebut sebelumnya.

Ucapan Zein membuat Adora dan yang lainnya langsung melirik kea rah Riyan yang sebelumnya sudah mendengar bagaimana Kanya yang terus berusaha untuk mendapatkan perhatian darinya namun tetap saja ia tak bisa berempati.

"Tak bisa di harapkan!" ucap mereka secara bersamaan yang langsung membuat Riyan merasa tersinggung.

"Apa maksud kalian?" bantah Riyan dengan pandangan kesal. Mereka hanya tertawa tak merespon ucapan Riyan.

"Tapi sepertinya Adith adalah pengecualian dari hal tersebut." Ucap Feby yang mengingat sesuatu mengenai Adith.

"Maksud kamu? Kenapa Adith menjadi pengecualian?" Ketus Riyan tak setuju jika dia menjadi yang tertuduh sedangkan Adith adalah pengecualian.

"Dia selalu bisa tau apa yang harus ia lakukan kepada Alisya, masih ingat bagaimana Adith melihat tumit Alisya yang memerah karena sepatunya?" pancing Feby kepada Adora dan yang lainnya.

"Kau benar, Adith langsung merobek sapu tangan lembutnya kemudian ia balutkan ke kaki Alisya dan bahkan ia juga memberikan pijatan lembut pada kakinya." Terang Gina dengan penuh semangat saat melihat mereka berdua.

"Alisya sungguh beruntung, dia bisa mendapatkan Adith yang begitu super peka." Ucap Aurelia melirik ke arah Yogi yang membuatnya menjadi tertusuk keras oleh sesuatu.

"Itu karena aku begitu mencintainya." Ucapnya memandang Alisya dengan tatapan yang sangat tajam.

"Maksud kamu aku tak peka karena aku tak memiliki perasaan yang sama?" pancing Alisya balik menatap ke arah Adith.

"Aku tak mengatakan apapun. Aku takt ahu apakah kamu seorang Fatimah yang sedang mencintai dalam diam atau seorang Khadijah yang akan datang padaku untuk menyatakan perasaanya." Adith mengalihkan pandangannya dengan mengangkat bahunya tinggi.

Alisya hanya tersenyum simpul yang membuat teman-temannya meradang menyaksikan keromatisan mereka kembali.

"Emi, kau di panggil ibu Vivian." Karin yang mendapat pesan dari ibu Vivian segera memberitahukan Emi yang sedang menggetarkan tubuhnya merasa ngilu dengan keromatisan Adith dan Alisya.

"Sepertinya ini saat yang tepat untuk aku pergi." Ucap Emi dengan tertawa pelan seolah menemukan alasan untuk melarikan diri dari sana.

"Kau mau aku temani?" tanya Feby cepat ingin pergi bersama dengan Emi.

"Tidak perlu, ini bukan sesuatu yang menakutkan kok." Ucap Emi sembari tersenyum berlalu pergi.

"Bagaimana kalau kita ke kantin? Rasanya lapar sekali." Ajak Akiko pada mereka seolah kehabisan energi karena tangisannya yang sebelumnya.

"Benar juga, ayo kita semua ke kantin saja." Seru Gina cepat.

"Aku akan mengirimkan pesan kepada Emi untuk menyusul kita disana." Feby dengan cepat mengambil Handphonenya.

Mereka mulai berdiri meninggalkan ruangan kelas mereka yang tiba-tiba saja Beni terkejut saat melihat sesuatu yang berwarna merah di bagian rok Aurelia.

"Aurelia, apa kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu terluka." Ucap Beni cepat ingin memberikan peringatan kepada Aurelia.

"Apa maksudmu" tanya Aurelia bingung.

"Kau baik-baik saja?" Yogi langsung melirik ke tubuh Aurelia dan memutar ke kiri dan ke kanan namun tak menemukan apapun.

"Bukan disitu, sepertinya kau mengalami pendarahan di bagian pan…" Aurelia langsung menampar Beni dengan cukup kuat yang membuat Beni melayang kea rah samping dengan begitu hebatnya.

Mereka semua tercengan dengan apa yang baru saja terjadi, Beni bahkan sampai pingsan karena hal tersebut. Bahkan Alisya tak menduga kalau Aurelia bisa mengeluarkan kekuatan sampai sebesar itu.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa menghasilkan kekuatan sampai sebesar itu?" tanya Aurelia dengan tangan yang gemetar.

"Beni… Beni…" panggil Gani pada Beni namun tak ada jawaban.

Karin yang sudah berada di luar kelas saling padang dengan Alisya merasakan ada sesuatu yang ganjal dengan apa yang terjadi pada Aurelia. Tapi dengan cepat berlari memeriksa kondisi Beni.

"Dia baik-baik saja, dia hanya pingsan. Bantu aku memindahkan dia ke UKS untuk memastikan kondisinya dengan lebih baik." Terang Karin yang langsung segera dilaksanakan mereka dengan cepat.

"Karin, aku tak bermaksud untuk.." Aurelia sangat merasa bersalah.

"Kamu tidak usah khawatir. Kita akan mencari tahu apa yang sedang terjadi." Yogi mencoba untuk menenangkan Aurelia.

"Yogi benar. Ini bukan salahmu jadi kau tak perlu khawatir. Aku akan memanggil ayahku untuk memastikan semua ini." Jelas Karin merasa kalau Ayahnya yang lebih tau akan apa yang sedang terjadi saat ini.

"Dia akan baik-baik saja kan?" tanya Aurelia dengan pandangan khawatir sembari terus berjalan menuju ke ruang UKS.

"Dia tidak mengalami luka yang cukup serius. Aku yakin dia hanya pingsan saja melihat taka da satupun yang terluka di tubuhnya." Jelas Karin singkat yang masih belum bisa memastikan akan apa yang baru terjadi.