Chapter 323 - Memilih Pangkuanmu

Melihat Alisya yang hanya berdiri dipojokan ruangan menatap send uke arah teman-temannya yang sedang di periksa oleh Karan dan Ayah Karin membuat Alisya memisahkan diri. Bukan karena ia memikirkan untuk melarikan diri lagi, namun karena ia sangat khawatir akan apa yang sedang terjadi pada mereka.

Kehidupan mereka kan sangat jauh berbeda dan mengalami banyak perubahan yang akan terjadi jika energi nano dalam tubuh mereka tak menghilang. Kehidupan normal yang selama ini mereka lalui mungkin saja bisa tak lagi mereka rasakan.

"Apa yang kau pikirkan sampai kau tak menyadari aku sudah berada di dsampingmu dalam waktu yang lama?" Adith yang sedari tadi sudah berusaha mengajaknya untuk mengobrol tak dihiraukan oleh Alisya sehingga Ia langung menunjukkan wajahnya dengan karak yang sangat dekat.

Alisya langsung tersenyum melihat wajah Adith dan menatapnya dengan lembtu.

"Wajahmu seperti vitamin bagiku." Ucapnya sembari menempelkan kedua tangannya kepada kedua pipi Adith.

"Dan kau adalah energi kehidupanku." Seru Adith sembari meraih kepala Alisya dan memeluknya dengan hangat.

"Jangan terlalu merasa terbebani, semua ini memang terjadi karena kamu. Tapi bukan berarti ini adalah kesalahanmu." Seru Adith lagi mencoba untuk membuat Alisya tak berpikiran yang macam-macam dan menyalahkan dirinya kembali.

"Aku takkan menyalahkan diriku seperti terakhir kali, karena kau tau mereka juga tak menginginkan aku untuk merasa seperti itu." Alisya mendongakkan wajahnya melihat kea rah Adith.

"Baguslah. Jangan pernah kau simpan sendiri apa yang kau pikirkan, karena sekarang kau memiliki aku yang akan selalu ada bersamamu." Terang Adit memukul pelan jidat Alisya.

"Berhentilah bermesrah-mesraan disini, sebentar lagi giliran kita yang masuk." Yogi datang untuk mengacaukan mereka berdua.

Adith dan Alisya hanya tertawa pelan kembali melihat kedalam lab dimana Beni, Akiko, Gani, Gina, Emi, Febi, Adora dan Aurelia sedang dalam tahap pemeriksaan akhir untuk memastikan keadaan energi nano yang berada dalam tubuh mereka.

"Minumlah, ini akan sedikit membuat kalian lebih tenang." Ryu yang melihat kekhawatiran dari Adith dan Alisya membuatnya membawakan air minum agar mereka lebih rileks dan santai.

"Terimakasih." Seru Adith dan Alisya bersamaan. Melihat ALisya yang sudah menaikkan botol minumannya ke dalam mulutbya dalam keadaan berdiri membuat Adith berjalan ke belakang untuk menemukan sebuah kursi.

"Duduklah. Dalam kondisi duduk air yang kita minum kan terlebih dahulu disaring melalui sfringer." Adtih meraih bahu Alisya dan mendudukkannya dengan lembut.

"Sehingga kinerja ginjal akan lebih ringan. Sebaliknya jika kita minum sambil berdiri maka sfringer tadi akan terbuka sehingga air yang diminum akan langsung masuk ke kandung kemih tanpa melalui proses penyaringan." Lanjutnya sembari duduk setengah jongkok di hadapan Alisya.

"Selain akan membuat penyerapan menjadi tidak maksimal. Kebiasaan minum sambil berdiri akan dapat merusak ginjal." Tambahnya lagi dengan tersenyum nakal karena ia tahu bahwa sebenarnya Alisya juga mengetahui apa yang sudah ia jelaskan, namun karena fikirannya ia jadi tak memikirkan hal tersebut.

"AKu tau, tapi dibanding kursi ini aku mengharapkan kau menawarkan pangkuanmu." Tatap Alisya dalam kepada Adith.

Adith langsung berdiri dan menatap geram kea rah Alisya. Alisya mengertukan keningnya melihat rekasi dari Adith.

"Ada apa?" tanya Alisya bingung sembari menoleh kebelakangnya untuk menemukan apa yang membuat Adith sampai bereaksi seperti itu.

"Berdirilah, aku akan menghancurkan kursi yang sudah mengambil hak ku itu." Adith menggenggam erat kursi yang di duduki oleh Alisya dengan tatapan penuh amarah.

"Pufftt hahahaha. Kau mengagetkanku!" Alisya tertawa dengan sikap manis Adith yang selalu membuatnya merasa bahwa hanya dihadapannya saja Adith selalu berbuat konyol seperti itu.

"Kau terlihat cantic jika tertawa seperti itu."ucap Adith kembali berjongkok untuk menatap wajah Alisya lebih dekat.

"Terimakasih, maaf sudah membuatmu khawatir." Alisya tersenyum hangat kepada Adith.

Adith dan Alisya bagaikan satu tubuh yang sama, diaman jika satu tubuh yang lain merasakan sakit, maka tubuh yang lainnya juga akan merasakan hal yang sama. Dan dalam hal ini keduanya sudah saling mengisi satu sama lainnya.

"Bagimana perasanmu? Apa kau merasakan ada sesuatu yang sedikit berubah dalam dirimu?" tanya Karan kepada Akiko sembari terus melihat layar monitor yang memperlihatkan statistik perubahan tubuh Akiko.

"Tidak, aku merasa baik-baik saja." Akiko tak tahan dengan kehadiran karan disana. Ingin rasanya ia mencabut semua alat yang menempel pada tubuhnya dan pergi dari sana.

Statistik jantung Akiko terlihat mengalami perubahan yang sangat signifikan sehingga Karan langsung menatap khawatir kepada Akiko mengira sedang terjadi sesuatu padanya.

"Kau yakin?"tanya Karan sekali lagi memastikan ke adaan Akiko yang dengan cepat mendekatkan wajahnya ke hadapan Akiko.

Merasa kesal dengan apa yang dilakukan oleh Karan, Akiko bangkit dari tempat duduknya menatap tajam ke arah Karan. Akiko mulai melepaskan satu persatu semua alat-alat yang menempel di tubuhnya dengan kasar.

"Apa yang kau lakukan? Kau bisa melukai dirimu sendiri." tanya Karan dengan wajah terkejutnya.

Akiko tak perduli dengan apa yang dikatakan padanya dan terus melanjutkan mencopot semua alat-alatnya tersebut hingga pada satu alat terakhir, Karan langsung menahan tangan Akiko untuk menghentikannya.

"Apa yang terjadi padamu sebenarnya?" tanya Karan sekali lagi dengan tatapan kesal. Akiko tak perduli dan hanya menepis tangan Karan dengan kuat yang membuat Akiko menyambar pinggir meja yang cukup tajam dan menggores tangannya.

Tangan Akiko yang mengalirkan darah membuat Karan panik karena goresan itu ternyata cukup dalam sehingga darah Akiko mengalir dengan cukup banyak.

"Kemarilah, aku akan mengobati lukamu." Tarik Karan kepada Akiko dengan lembut.

"Berhentilah bersikap seperti ini. Kau mungkin hanya bersikap sopan santuan kepadaku, tapi maaf aku mengartikan lain semua yang kau lakukan saat ini dan itu membuat ku sangat sakit hati." Terang Akiko berusaha keras untuk menahan air matanya.

"Aku hanya ingin mengobati lukamu, apakah hal sepele seperti ini saja tak boleh aku lakukan?" tatap Karan dengan suara yang dingin.

"hahaha.. sepele. Ya benar, laki-laki akan menganggap hal seperti ini adalah hal sepele. Bodohnya aku dan semua perempuan di dunia ini yang dengan gampangnya terbuai karena hal sepele seperti ini." Akiko menertawakan dirinya yang dengan gampangnya terbawa perasaan dengan setiap hal sepele yang dilakukan oleh Karan pada dirinya.

Akiko kembali memikirkan semua hal sepele yang selama ini dilakukan Karan pada dirinya yang sudah membuat perasaanya kian membesar tanpa disadarinya yang ternyata itu hanyalah sebuah hal sepele bagi Karan.

"sebaiknya kau pergi dari sini sekarang." Ucap Akiko langsung mengambil tasnya yang berada di kursi dan segera bergerak menuju pintu meninggalkan Karan.

"Pemeriksaanmu belum selesai, masih ada beberapa langkah lagi yang harus kau lalui." Terang Karan mencoba untuk menghentikan Akiko.

"Kau tak perlu melanjutkan semua tingkah sepelemu itu, kau lebih tahu kalau aku baik-baik saja dan tidak terlalu banyak terpapar energi nano Alisya. Pemeriksaan selanjutnya pun hanya akan memperlihatkan hasil yang sama." Jelas Akiko tanpa menoleh ke arah Karan.

"Meskipun begitu, kamu harus melakukan pemeriksaan tersebut." Bantah Karan cepat agar Akiko tak pergi dari sana.

"Kau bisa melakukan hal sepele mu itu pada yang lainnya, karena mereka pasti takkan merasa seperti apa yang aku lakukan saat ini." Akiko pergi dengan senyuman pahit yang membuat Karan semakin bingung dengan semua perkataan Akiko.

"Kau sudah selesai?" tanya Karin menghampiri Akiko yang sudah keluar dari ruang pemeriksaan Karan.

Melihat ekspresi Akiko yang sedang berusaha menahan air matanya membuat Karin paham dan menatap penuh amarah kepada Karan.

"Aku ingin pulang, bisakah aku pulang sekarang?" suara serak Akiko dengan cepat membuat Karin menariknya dari sana. Karin tau kalau Akiko tak ingin Karan melihatnya sedang menangis sehingga dengan cepat ia membawa Akiko pergi dari sana.

Dari kejauhan, Adith dan Alisya bisa melihat apa yang sedang terjadi. Hanya melihat sekilas Akiko yang sedang tertunduk membuat mereka bisa memahami situasi yang terjadi.