Chapter 330 - Aktingmu Cukup Keren

Mus mengeram keras merasakan sakit yang amat hebat pada bagian pahanya. Pikirannya seketika membeku dan menyesali kebodohannya karena meragukan mereka yang masih anak SMA. 

"Jika kau masih berkata omong kosong lagi, aku tak kan segan untuk membunuhmu." Ucap Alisya singkat yang langsung membuat semua tubuh Mus bergetar hebat. Nyalinya seketika menciut.

Mus bisa merasakan perbedaan aura yang dikeluarkan dari teman-temannya yang lain. Mus tahu betul kalau instingnya ketika berhadapan dengan orang berbahaya mereka akan mengeluarkan aura yang sangat pekat, dan Alisya lebih dari sekadar bahaya.

"Aku rasa anak ini tidak main-main. Dia bahkan dengan begitu santai dan tanpa ekspresi saat menancapkan besi ini kepadaku." Batinnya terus menatap ke arah Alisya.

"Pandangannya kepada teman-temannya begitu hangat namun ketika ia menoleh kepadaku pandangan itu seperti ia sedang menatap ke arah mangsanya. Dia monster!" Pikirnya lagi yang terus merasakan nyawanya semakin terancam.

Melihat Mus hanya duduk manis dan tak bergeming, membuat Adith kesal dan langsung mencabut tancapan besi pada pahanya dengan kasar dan tatapan dingin.

Karin dan yang lainnya merasakan betul bagaimana amarah keduanya tidak terkecuali Mus. Meski niat membunuh Alisya lebih besar dibanding Adith, Mus bisa merasa kalau Adith juga tak kan segan untuk mengakhiri hidupnya.

"Sial bagaimana mungkin anak zaman sekarang sudah tak punya rasa takut lagi untuk membunuh orang lain?" Ucapnya memaki dengan penuh kekesalan.

Adith langsung menancapkan besi yang sebelumnya pada paha yang sebelahnya lagi yang membuat Mus berteriak dengan keras namun Emi langsung memasukkan kaos kakinya ke mulut Mus sehingga ia terbatuk-batuk hebat.

Pernafasannya seketika terganggu dan hidungnya menjadi sulit untuk menarik oksigen karena kaos kaki Emi yang sudah ia pakai seharian.

"Untuk orang sepertimu, kau pikir kami akan bersikap sopan satun dan segan? Jika kami tidak melakukan ini apa kau akan memberitahu kami?" Zein memutar kursi Mus agar bisa melihat salah satu temannya yang sudah mati tergantung.

Mata Mus terbelalak sempurna tak mengira kalau semua anak-anak itu cukup sadis dan berbahaya. Ia akhirnya paham kalau sudah berhadapan dengan orang yang salah.

"Jadi apa kamu masih mau bertahan dengan keangkuhanmu itu?" Tanya Riyan dengan menunjukkan tali yang sewaktu-waktu bisa ia lepas dan menjatuhkannya dari lantai 10.

"Aku sarankan agar kau mendengarkan mereka kali ini jika masih ingin hidup." Bisik Emi pada telinganya dengan tatapan penuh kebencian pada Mus.

Dia yang sudah menaruh amarah yang sangat mendalam perlahan-lahan luntur dan cukup puas setelah melihat semua teman-temannya memperlakukan Mus.

Mus mengangguk pelan tanda bahwa ia sudah menyerah dan akan memberitahu dimana keberadaan adik Emi.

"Baik, akan aku katakan!" ucap Mus setelah terbatuk-batuk saat Emi kembali melepaskan sumbatan mulutnya.

"Bos biasa membawa mereka ke sebuah kontainer penyimpanan yang siap untuk dijual ke luar negeri. Malam ini pukul 11.30 adalah jam keberangkatan terakhir." Jelasnya sambil terus menggeram menahan sakit di kedua pahanya yang terus mengalirkan darah segar.

"Katakan pada kami dimana lokasinya." ucap Rinto membalikkan kursi Mus agar bisa mengarah padanya.

"Dermaga perdagangan bagian utara. Tapi aku tidak yakin apa kalian bisa berhasil untuk menyelamatkannya karena bos memiliki banyak penjaga yang tanpa takut membunuh siapapun yang melihat transaksi mereka." Mus terlihat sedang meremehkan sekaligus memberikan mereka peringatan.

"Benarkah? Kalau begitu biar kami tunjukkan bahwa saat berhadapan dengan musuh aturan yang pertama adalah jangan pernah meremehkan mereka yang belum kamu ketahui kekuatan dan kemampuannya." ucap Karin yang langsung memandang ke arah Zein.

"Bagus! Aktingmu cukup keren." ucap Zein yang menatap ke arah Riyan yang sudah menurunkan talinya. 

Tali yang menggantung temannya disimpul dengan sangat baik oleh Ryu yang dapat mengecoh penglihatan Mus yang mengira kalau temannya tersebut telah mati terbunuh dengan cara digantung.

Meski begitu, ia harus terbatuk-batuk karena eratnya tali yang melilit lehernya. Namun sebenarnya dia juga terancam oleh Ryu dan tidak mengetahui mengenai simpul tersebut. Jika dia tidak melakukannya dengan baik tentu saja ia berpikir nyawanya juga terancam.

"Biarkan saja mereka, paman Dimas yang akan menyerahkan mereka ke polisi. Kita harus mengutamakan penyelamatan adik Emi terlebih dahulu." Ucap Adith yang langsung membiarkan mereka begitu saja.

"Sebentar, aku mendapatkan cuka di sekitar tempat ini, sepertinya ini digunakan mereka untuk makan mie rebus." Ucap Ryu yang terlihat mulai mencabut kembali besi yang menancap pada paha Mus.

Mus kembali menggeram sakit akibat tarikan Ryu. Mus terlihat semakin marah karena hal tersebut sehingga ia mengatur nafasnya sembari menatapnya dengan penuh amarah.

"Apa yang ingin kau lakukan dengan cuka itu?" Tanya Riyan bingung tak mengerti apa yang sedang di lakukan oleh Ryu.

"Cuka bisa menghilangkan sidik jari pada benda yang di pakai atau pada barang-barang stainless steel." Zein tersenyum melihat Ryu yang selalu tau apa yang harus ia lakukan.

"Dengan begitu polisi yang akan datang bersama paman Dimas akan mengira kalau mereka bukan berurusan dengan kita melainkan dengan pengawal nona Alisya." Ucap Ryu sembari melumuri besi tersebut dengan cuka.

"Kalian benar-benar sekumpulan orang yang punya banyak pengalaman dalam hal ini." Emi menatap takjub kepada Alisya dan Ryu yang terlihat sudah terbiasa dalam menghadapi situasi seperti itu.

Ryu selalu memikirkan agar apa yang mereka lakukan sekarang tidak menjadi masalah kedepannya yang bisa saja membuat poin mereka berkurang atau bahkan sampai di keluarkan dari sekolah karena masalah tersebut.

"Hahahahah, jangan harap kalian bisa menyelamatkan adiknya!" Mus masih saja tertawa dengan angkuh yang membuat Alisya dengan sigap langsung menendangnya hingga ia terseret jatuh dari lantai 10.

"Aduh, bisakah kau bersabar sedikit?" Teriak Karin yang langsung lari ke bagian tepi gedung untuk melihat apa yang terjadi. 

Adith dan yang lainnya pun juga bereaksi sama. Mereka mengira Alisya sudah tak punya belas kasih lagi kepada orang lain. Namun begitu mereka melihat kebawah, Mus dan seorang lainnya tersangkut pada jaring-jaring di lantai ke 5.

"Bagaimana dia bisa mengetahui kalau lantai 5 terdapat jaring-jaring itu? Kami semua yang sangat terburu-buru bahkan tak sempat melihat jaring-jaring itu." Seru Zein memandang takjub pada Alisya.

"Ini perasaanku saja atau memang kemampuan Alisya semakin berkembang?" Tanya Rinto yang menatap bingung kepada Karin.

"Meski aku tau kemampuan Alisya dari dulu memang sudah tak diragukan lagi, tapi sepertinya kemampuan Alisya semakin meningkat tajam dari sebelumnya." Terang Karin menggeleng tak percaya.

Mereka segera mengikuti Alisya turun dan keluar dari gedung tersebut untuk segera pergi secepat mungkin menyelamatkan adik Emi.