Chapter 337 - Jurus Pengendalian Roboh

"Dith.. Kamu udah selesai belum sih? Udah larut malam nih!" Alisya yang sudah terlalu lama menunggu Adith selesai mandi langsung naik ke atas mencari Adith.

Di atas ranjang Alisya melihat Adith yang sudah berpakaian lengkap namun dengan nafas yang tersengal-sengal ia terbaring menutup wajahnya.

"Kamu demam?" Alisya langsung menempelkan tangannya ke dahi Adith yang langsung dirasakan cukup panas oleh Alisya.

Adith yang kelelahan karena banyaknya urusan kantor dan sehari penuh pergi bersama Alisya untuk mengurus berbagai kelengkapan serta berbelanja hingga ia tidak memperhatikan kesehatannya yang memburuk karena kekurangan nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya.

"Halo ma, Adith tiba-tiba demam nih. Kotak P3K ada dimana yah?" tanya Alisya kepada ibu Adith.

"Anak itu emang kebisaan pasti dia habis mandi kan? Dia kalau seharian kelelahan trus dari matahari tuh nggak bisa langsung mandi, pasti langsung demam. Kotaknya ada lemari paling depan dekat ruang tamu Sya." Ucap ibu Adith yang harus mengomel terlebih dahulu.

Alisya hanya tersenyum merasakan kerinduan mendapat perhatian dan omelan yang biasanya hanya akan diberikan oleh seorang ibu seperti itu.

"Malam ini kamu bisa temenin Adith dulu kan? Sekarang sudah terlalu larut buat mama balik lagi, jadi besok pagi mama kan ambil penerbangan awal." Pinta ibu Adith sebelum mengakhiri telponnya dengan Alisya.

Alisya dengan segera mencari obat penurun demam yang sudah di beritahukan oleh ibu Adith dan juga pengukur suhu tubuh yang dengan cepat ia pasangkan pada tubuh Adith.

Karena Adith baru beranjak 18 tahun, Alisya tidak yakin untuk memberinya Aspirin karena resikonya yang bisa menyebabkan pembengkakkan dan lever sehingga ia hanya memberikan ibuprofen yang dosisnya lebih aman.

Melihat Adith yang berpakaian cukup tebal membuat Alisya dengan cepat melepaskan pakaian tebal tersebut dam membiarkan Adith memakai pakaian dalam tipisnya dan memberikan selimut tipis agar tubuhnya rileks dan untuk meningkatkan sirkulasi udara supaya Adith bisa tetap sejuk karena pakaian atau selimut yang tebal dapat memerangkap panas dan memperlama demam.

"Jika aku tahu kalau kamu tak bisa segera mandi setelah seharian di luar, maka aku akan melarangmu dengan keras tadi." Ucap Alisya duduk di samping Adith sembari menurunkan suhu kamar Adith ke suhu 25 derajat celcius.

Suhu tinggi dapat memperpanjang durasi demam dan menyebabkan keringat berlebih yang dapat mengakibatkan dehidrasi. Beberapa saat kemudian Alisya menyeka tubuh Adith dengan air hangat untuk merangsang keringat yang menyejukkan tubuh, meningkatkan sirkulasi darah, dan mengurangi penyumbatan di hidung yang disebabkan oleh flu dan pilek.

"Ah.. sepertinya aku demam lagi." Adith bangun setelah tubuhnya jauh lebih segar dan merasakan haus yang membuat lehernya mengering.

Setelah minum air yang sudah di sediakan oleh Alisya di meja sebelah ranjangnya, ia melihat Alisya yang sudah tertidur di bagian bawah kakinya.

"Sudah jam 2 malam, sepertinya aku memang tak bisa mengantarkanmu pulang." Adith tak bisa menghubungi nenek Alisya karena sudah cukup larut sehingga ia memutuskan untuk menjelaskannya di pagi hari.

"Kau sudah bangun? Bagaimana dengan demammu?" Alisya tersadar dengan Adith yang sedang berusaha untuk turun dari ranjangnya. Alisya dengan cepat memegang dahi Adith dari jarak yang sangat dekat sampai Adith harus menjauh karena jantungnya yang bedetak kencang.

"Naiklah ke atas sini, lehermu pasti sakit karena tidur dengan posisi seperti itu." Ucap Adith yang membuat Alisya langsung memerah dengan ajakan Adith.

"Kau ingin kita tidur satu ranjang? Kita belum muhrim Dith, tahan-tahan sedikit." Goda Alisya yang membuat Adith jadi gugup.

"Dasar, aku akan berada di kamar sebelah dan kau bisa tidur dengan nyaman disini." Ucap Adith berdiri dari kasurnya.

"Eh? Kau ingin meninggalkanku sendirian disini? Kau kan bisa tidur di sofa itu? Aku belum pernah tidur di tempat lain sebelumnya." terang Alisya cepat tak mengira kalau Adith akan pergi keruangan yang berbeda dengannya.

Melihat pandangan Alisya yang sedang memelas kepadanya membuat Adith menuntun Alisya duduk di tepi ranjang.

"Kau tau kan aku sudah berusaha menahan diri selama berada di dekatmu? Saat ini tak ada siapapun dirumah dan jika aku terus berada disini, aku bisa goyah dan aku takkan membiarkanmu tidur untuk malam ini. Apa kamu mau?" tatap Adith kepada Alisya dari jarak yang cukup dekat dengan menunduk dan kedua tangan Adith berada di kedua sisi Alisya.

Alisya hanya terdiam menatap Adith tak tahu apa yang harus ia katakan yang membuat Adith mendesah kesal.

"Huffftt, dengar yah! Aku sudah susah payah untuk menahan nafsuku setiap kali berduaan denganmu. Jurus pengendalianku selalu saja roboh meski aku sudah berusaha mati-matian dan sekarang kau malah membuka kesempatan dan memasang ekspresi minta di serang seperti ini?" Adith langsung menjepit kedua pipi Alisya yang membuatnya terlihat semakin menggemaskan.

"Akhu kyan hak minsa hiserang atau huka hesempasan unsuk isu, ahu hanya ingin hamu veraha hisini untuh menemani hu (Aku kan nggak minta di serang atau buka kesempatan itu, aku hanya ingin kamu berada disini untuk menemaniku)" ucap Alisya masih dengan pipi yang di jepit rapat oleh Adith karena kesal.

"Kamu tidak usah mencari alasan. Pokoknya aku nggak mau "Itu" terjadi sebelum waktunya!" Adith semakin geram dengan tingkah Alisya yang terlihat santai.

"Aku hanya masih ingin bersamamu, nggak tahu rasanya aku nggak mau berpisah darimu. Lagi pula aku juga tidak masalah kok kalau kamu…" Alisya melepas tangan Adith kemudian menempelkannya di kedua dadanya.

"Puing… puing,, puing.. puing.." Akal sehat Adith langsung melayang lepas dari tubuh Adith. Dari semua ujian pertahanan dan pengendalian yang sudah dia terima, inilah ujian yang sudah mencapai ambang batasnya.

"Ya Ampun Sya!!! Is… Is.. Is apa sih?? Istighfar Sya! Oke, aku akan tetap disini tapi janji jangan melakukan ini lagi." Adith dengan cepat mengangkat kedua tangannya karena kaget.

"Siap Bos! Nih bantal kamu, kamu bisa tidur di sofa itu saja." Tunjuk Alisya pada sofa yang berada di sebelah ranjangnya yang biasa Adith gunakan untuk membaca sambil bersandar.

"Dasar, kucing liar ini sampai kapan akan menggoda imanku sih!" batin Adith yang menerima lemparan bantal dari Alisya yang kembali memasang ekspresi polosnya dengan santai.

"Dith, kamu sudah tidur?" tanya Alisya yang masih belum bisa menutup matanya. Adith hanya menjawab dengan mulut yang tertutup sembari menutup kedua matanya dengan satu lengannya.

"Aku ingin tanya, sejak kapan kamu menyukaiku?" tanya Alisya penasaran karena tak tahu persis kenapa Adith begitu terang-terangan mengungkapkan perasaanya kepada Alisya.

"Sejak pertama kali kita bertemu." Yang Adith maksudkan adalah saat dimana Alisya menolongnya sewaktu kecil.

"Benarkah? Apa itu waktu kita sama-sama terlambat di hari senin saat upacara pertama ketika kita masuk sekolah?" tanya Alisya lagi yang sudah menoleh ke arah Adith.

Meski berat dan tak ingin mengiyakan apa yang dikatakan oleh Alisya, Adith hanya mengangguk pelan dengan kembali bersuara dengan mulut tertutup.

"Sudah berapa mantan yang kau punya?" tanya Alisya dengan ragu-ragu karena ia teringat akan Aurelia.

"Tidak ada, aku tidak pernah berpacaran dengan orang lain sebelumnya. Untuk Aurelia, aku hanya salah mengira tentang perasaanku padanya." Ucap Adith dengan suara yang mulai terdengar pelan.

"Kalau begitu, sudah berapa kali kamu berciuman?" tanya Alisya lagi dengan eskpresi wajah yang khawatir.

"Belum pernah, baru kamu yang pertama." Ucap Adith dengan suara yang makin samar dan tenggelam.

"Ternyata baik dia maupun aku, ini sama-sama baru yang pertama." Batin Alisya yang sudah terduduk memandang Adith.

"Dith.. Sudah tidur yah?" Alisya menghampiri Adith dan duduk di sebelahnya .

"Kau tahu? Kamu juga Orang yang pertama kali aku cintai." Gumam Alisya membelai pipi Adith dengan lembut dan mendaratkan ciumannya ke bibir Adith.

"Sabar Dith! Sabar.. Sisa dua minggu lagi." Batin Adith sembari mengepalkan tangannya dengan sangat kuat karena jantungnya yang berdebar sangat kencang.