Chapter 354 - Dasar Lemot

"Ummmh…" Adith terbangun dari tidurnya dan menemukan seorang perempuan yang terlihat sangat cantik di sampingnya.

"Uwaaahahhhhh!" Teriak Adith saat menyadari dirinya sudah dalam keadaan bertelanjang dada dengan wanita yang memeluknya dengan erat.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Adith tak mengira wanita pelayan itu masih berada disana dan bahkan tidur dengannya.

Mendengar teriakan Adith, Alisya dengan cepat memasang ekspresi bingungnya namun kemudian teringat akan apa yang sudah terjadi semalam.

"Saatnya bermain peran!" Batin Alisya mengambil kacamata bulat dan gigi palsunya yang semalam ia letakkan di atas meja. Alisya berpikir bahwa untuk saat ini ia ingin terus berada disisi Adith dengan jati diri yang baru agar tidak banyak menarik perhatian banyak orang.

"Ba.. bagaimana kamu bisa masuk kemari? Sejak kapan aku berada disini?" Adith memegang kepalanya yang masih sedikit pusing karena pengaruh kuat obat yang semalam diberikan padanya lewat lilin aroma terapi.

"Kau melupakan apa yang sudah terjadi semalam?" Ayumi keluar dari kamar Adith menuju dapurnya untuk mengambil segelas air minum.

"Haahh???" Adith menganga lebar mendengar ucapan Ayumi yang sedikit ambigu buatnya.

"Hufffttt, yang aku maksud adalah kejadian penembakan yang kau lakukan dengan Calvin semalam yang membuat lenganmu sedikit terkena tembakan dan luka karenanya." Tunjuk Ayumi menggunakan keningnya pada lengan Adith yang sebelumnya sudah di balutnya dengan cukup rapi.

"Oh…" tatap Adith mulai mengingat sebagian ingatan mengenai apa yang terjadi semalam setelah melihat bekas luka dilengannya. Adith juga mulai mengingat akan apa yang sudah dilakukannya pada wanita itu yang membuat pipinya seketika memerah malu.

Melihat ekspresi malu Adith, Alisya seolah paham apa yang sedang dipikirkan olehnya sehingga Alisya tersenyum licik.

"Kau baru pertama kali melakukannya?" tanya Ayumi bersandar dengan tatapan menggoda yang membuat Adith menjadi kaku dan kebingungan.

"Kau pikir siapa dirimu berkata seperti itu?" tanya Adith dengan tatapan kesalnya kepada Ayumi.

"Bukankah sudah aku katakana padamu semalam kalau aku adalah istrimu?" tantang Alisya datang menghampiri Adith secara perlahan-lahan.

"Mundur! Aku paling benci pada tipe wanita sepertimu, tingkat ke haluanmu terlalu tinggi. Sebaiknya kau pergi dari sini." Bentak Adith dengan suara dingin setelah mundur beberapa langkah untuk menjauhi Ayumi.

Ia tak tahu entah mengapa tatapan wanita ini dibalik kacamata bulatnya membuat nyalinya sedikit menciut dengan aura menguasai yang cukup kuat.

Adith merasa kalau wanita ini telah memiliki kuasa yang cukup besar untuknya sampai hati dan tubuhnya terus bergetar.

"Tidakkah kau keterlaluan? Bahkan tubuhmu dan hatimu masih mengingatku tapi sepertinya otakmu masih dalam proses loading." Ayumi tertawa pelan melihat tingkah imut Adith yang seolah belum pernah dilihanya sebelumnya.

"Ke… keluar dari apartemenku sekarang sebelum aku memanggil petugas." Perintah Adith dengan suara yang bergetar saat mengatakannya.

"Dasar Idiot tampan!" Alisya langsung menarik kemeja Adith mendekatinya. "Aku akan membuatmu menyesal karena sudah menolakku hari ini, kau tak kan ku beri jatah meski kau sudah mengingatku nanti." Ayumi kembali tertawa sembari melepas kerah Adith dengan sensual dan berjalan pergi. 

"Apa yang sudah terjadi pada wanita zaman kini? Kenapa mereka begitu agresif dan liar. Drama korea memang sedikit berbahaya juga." Batin Adith sembari bernafas lega saat melihat Ayumi sudah menghilang dari balik pintunya.

"Clilittt" suara pintu kembali terbuka membuat Adith terlonjak kaget minta ampun.

"Kau!!!" Adith terlihat begitu marah saat Ayumi kembali masuk dengan santai.

"Aku melupakan ikatan rambutku!" Ayumi mengambil ikat rambutnya yang berada di atas meja dapurnya. "Kita akan bertemu lagi nanti, bye" Ayumi sengaja mengikat rambutnya dihadapan Adith untuk menunjukkan leher jenjangnya yang terdapat 3 tahi lalat yang bisa mengingatkan Adith akan itu.

"I… itu?" tunjuk Adith pada leher Ayumi yang dikira Alisya bahwa ia sedang menunjuk pada 3 tahi lalatnya tersebut. "Apa aku yang melakukannya?" ucap Adith yang ia maksudkan pada bekas cupang yang berada di leher Ayumi.

Alisya terkait oleh kakinya sendiri sehingga ia menabrak pintu dengan sangat keras. Bunyi gedebum segera menggetarkan orang yang baru saja lewat di depan pintu apartement Adith.

"Auhhh… Dasar Lemot! Nih ambil buat mu." Ayumi melempar ikatan rambutnya ke wajah Adith karena kesal dan keluar dari apartement Adith dengan ekpresi malu sembari berlari masuk ke dalam lift dengan terus menutupi lehernya dengan rambutnya yang hanya sebahu.

"Apa perempuan itu sudah gila?" Adith merasakan keram pada bagian hidungnya tak menyangka lemparan Ayumi cukup kuat mengenai hidungnya.

"Sepertinya aku harus memberikan pelajaran kepada seseorang dengan sangat kejam kali ini." Maki Adith yang di arahkan kepada Yogi.

"Hacciiuuuhhhh. Ohokkk ohokkkk ohokkk!" karena bersin mendadak di saat nasi goreng sedang memenuhi mulutnya, nasi itu masuk ke saluran tenggorokannya yang membuat lehernya menjadi gatal sehingga ia terbatu-batuk dengan hebat.

"Makan tuh pelan-pelan, udah baca bismillah belum sih?" ibu Yogi segera membawakan segelas air putih yang langsung disambar oleh Yogi dengan cepat.

"Sepertinya aku sedang merasakan kemarahan seseorang saat ini." Bulu kuduk Yogi berdiri membuat tubuhnya merinding dengan sangat hebat.

"Apa kau membuat Adith kesal lagi?" Ayah Yogi pak Dimas datang menghampiri anaknya di meja makan.

"Dia pasti sudah melakukan dosa besar melihat dari reaksinya itu." Adik Yogi yang memakai seragam sekolah SMA Cendekia langsung bisa menebak akan apa yang kira-kira sudah dilakukan oleh Yogi.

"Ah.. ha.. ha.. Aku tidak melakukan apapun!" tawa Yogi canggung sembari kembali menyeruput minumannya dengan cepat.

"Sudah jelas dia melakukan sesuatu" tuduh ibunya melihat gelagat aneh Yogi yang sudah sangat dikenalinya saat ia memang sudah melakukan sesuatu yang menyimpang.

"Purrfffttt!" Yogi kembali menyemburkan air melalui hidung dan mulutnya yang membuat kepalanya menjadi sangat sakit.

"Kenapa malah ibu juga ikut-ikutan?" tanya Yogi meringis sakit dengan memukul-mukul kepalanya pelan.

"Mari lupakan atas apa yang sudah kamu lakukan, lebih baik kita membahas sesuatu yang penting." Ucap ibunya cuek dengan sedikit memberi sikutan pelan dan tarikan kening pada suaminya untuk membuka suara kepada Yogi.

"Huh?" tanya Ayah Yogi tak paham.

"Bukannya kita sudah bahas semalam?" bisik ibu Yogi dengan menggertakkan giginya pada suaminya.

"Mama saja, papa ragu bilangnya." Ucapnya yang membuat mereka jadi saling lempar tugas sehingga Adik Yogi menarik nafas dalam yang kemudian meminum susu putihnya dengan cepat.

"Mereka ingin tanya kapan kamu akan menikah dengan Aurelia? Sudah 7 tahun berlalu sejak kamu melamarnya dulu." Ucap adik Yogi santai yang langsung membuat kedua orang tuanya terbatu-batuk hebat.

"Waahh… kepekaan anak ini melebihi layar sentuh android mutakhir yang sangat sensitif!" tatap ibunya Yogi kagum tak menyangka anaknya bisa terlihat seperti orang yang sudah sangat dewasa.

"Apa yang sudah kamu makan sampai bisa berkata seperti itu dengan santainya?" ayah Yogi melotot melihat ke arah adik Yogi bingung.

"Huhhhh... anak kalian yang satu ini bukannya tidak peka, tapi ia pura-pura bodoh!" tegasnya mengambil tas dan menyalami kedua orang tuanya dan beranjak pergi. "Aku kesekolah dulu, Assalamualaikum!" 

"Wa alaikum salam." jawab keduanya yang kemudian tatapan tajam mereka beralih kepada Yogi karena kesal setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh adik Yogi.

"Bahkan Dyra saja sudah bisa mengetahui apa yang kami khawatirkan dan kau masih bisa makan dengan enaknya?" tatap ibu Yogi dengan sangat tajam kepada Yogi yang sudah mulai menghabiskan nasi di piringnya.

"Aku tau.." Yogi terlihat serius dan menatap lembut kedua orang tuanya. "Bukannya aku tak ingin menikahi Aurelia atau terus menunda-nundanya, tapi untuk saat ini mungkin bukan saat yang tepat untuk kami bisa menikah. Tapi jangan khawatir, kami sudah memikirkan ini semua bersama. Tinggal menunggu saat yang tepat saja." ucapnya lagi dengan suara lembut untuk membuat mereka bisa memahami apa yang dimaksudkannya.

Melihat tatapan Yogi yang penuh akan keyakinan, keduanya hanya bisa menarik nafas dalam dan mempercayakan semuanya kepada Yogi.