Chapter 366 - Bandit Marah

Adith langsung berjalan dengan cukup cepat, melepas jas hitamnya dan mengalungkannya ke pinggang Alisya dan mengikatnya kuat. "Ada apa? Apa rok ku terlalu pendek? Atau…" Alisya yang kaget dengan apa yang dilakukan oleh Adith segera mendekat ke telinga Adith.  Dengan suara lembut Alisya berbisik. "Apa aku tembus? Banjir yah?"  Pertanyaan Alisya serta nafas hangat yang mengenai telinga Adith seketika membuat tubuh Adith memanas. Adith tak menyangka kalau Alisya bisa sampai begitu blak-blakan dihadapannya. Dengan kesal Adith menarik nafas dalam dan menggendong Alisya di bahunya. "Akhhhh"  Bukan hanya Alisya saja yang terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Adith, bahkan Yogi serta beberapa orang yang berada disana tak bisa menutup mulut mereka dengan benar. "Adith… apa yang sedang kau lakukan sekarang? Turunkan aku!" Pinta Alisya dengan suara tertahan namun Adith tetap tidak menghiraukannya. "Tidak akan aku lakukan, kau begitu tak patuh. Aku harus menghukum mu hari ini, kesabaran ku sudah mulai habis." Ucap Adith dengan geram. Dia yang seorang kapten satuan khusus tentu akan sangat malu jika ada bawahannya yang melihat dirinya diperlakukan seperti itu. Alisya bisa saja turun dengan sedikit kekuatan namun itu akan membuatnya terlihat Aneh dan mencurigakan. "Aduh.. posisi ini sangat memalukan. Aku ingin sekali masuk kedalam lumpur agar mereka tak mengenaliku sama sekali." Batin Alisya sembari memasang kembali kacamatanya yang hampir jatuh. Alisya pasrah dan menjatuhkan dirinya seperti seorang yang sedang pingsan. Adith yang menggendong Alisya persis seperti sedang menggendong putri duyung atau sekarung goni gula pasir. "Apa kau seorang bandit? Bagaimana mungkin kau menggendong Alisya seperti itu?" Yogi sedikit meninggikan suara di dekat Adith yang berjalan membawa tubuh Alisya. "Diam dan bawa semua berkas itu kembali ke tempatnya. Sebaiknya kau melakukan sesuatu terhadap itu." Ancam Adith dengan suara dinginnya. "Huuffttt" Yogi hanya mendesah pasrah dengan sikap Adith. Adith tak peduli dan hanya terus melangkah menuju ruangannya dengan wajah bengis dan penuh amarah. Ia terus membayangkan bagaimana ia bekerja dengan susah payah dengan kaki terluka seperti itu. Melihat Adith yang tampak penuh amarah dengan tubuh seorang wanita berada di bahunya membuat beberapa orang yang melihatnya dengan tertib menghindar. "Siapa dia? Kenapa bisa direktur menggendongnya seperti itu?" Seorang perempuan yang tidak pernah bisa mendapatkan kesempatan untuk mendekati Adith menampakan wajah kebenciannya. "Sejak kapan direktur begitu santai berdekatan dengan seorang wanita?" Tambah yang lainnya dengan penuh takjub. "Tidakkah kalian liat urat tangannya yang kokoh itu? Aku penasaran bagaimana dengan bagian tengahnya yang tersembunyi itu. Apakah roti sobek itu sama kokohnya?" Yang lainnya malah semakin membayangkan bagaimana kejantanan Adith saat memperlihatkan bagian perutnya. "Tapi.. tidakkah kalian merasa kalau dia sedang dalam bahaya atau sudah membuat direktur marah?" Tanya yang lainnya melihat posisi tak nyaman Alisya.  Dari belakang tubuh Alisya berayun-ayun dengan sangat horor karena tangannya yang jatuh pasrah dan rambutnya yang terurai jatuh menutupi wajahnya memperlihatkan lehernya yang putih bersinar. "Uffhh.." Adith menjatuhkan tubuh Alisya ke sofa dengan lembut. Wajahnya yang memerah karena darah yang memenuhi kepalanya. Alisya menatap Adith yang sudah duduk berjongkok di depannya dan membuka sepatu heels Alisya dengan lembut agar ia tidak merasakan sakit. "Bukankah kau memiliki banyak pekerjaan di rumah sakit?" Tanya Alisya lembut ingin meredakan amarah Adith yang terlihat kesal. "Tidak ada!" Ucapnya dingin. Adith sebenarnya memiliki banyak pekerjaan serta pasien yang harus ia periksa, namun berada jauh dari Alisya membuatnya tak bisa tenang dan tak bisa fokus. Adith mampu menyelesaikan semua pekerjaannya sangat cepat serta memeriksa pasiennya lebih awal sehingga ia bisa memiliki waktu untuk datang melihat Alisya. Tak disangka apa yang dilihatnya dengan Alisya yang baru hari pertama bekerja sudah melukai dirinya sendiri. "Apa kamu marah?" Alisya memiringkan wajahnya agar bisa melihat wajah Adith lebih jelas. Mendengar suara lembut Adith sedikit melelehkan Adith namun masih saja belum mampu meredakan amarahnya. "Aku akan anggap hari ini tidak pernah terjadi, aku tau kau pasti tak ingin aku ikut campur dalam urusanmu, maka aku harap jangan pernah menyakiti dirimu atau membiarkan dirimu disakiti dengan mudah." Tegas Adith dengan nada dingin. Entah bagaimana, meski ia baru bertemu dengan Alisya dalam waktu yang singkat, Adith seolah sudah merasa sudah mengenal Alisya dalam waktu yang cukup lama. Adith berdiri dari tempat duduknya mengambil sebuah kotak P3K dari bawah lacinya kemudian kembali dan duduk di sebelah Alisya.  Adith mengangkat kaki Alisya dengan cepat tanpa pemberitahuan sehingga andai saja Jas Adith tidak melingkar di pinggangnya, mungkin bagian dalam rok Alisya dapat dilihat oleh Adith dengan jelas. "Ehemm" telinga Adith memerah akibat kelakuannya sendiri sedang Alisya hanya tertawa pelan. Kondisi mereka benar-benar terbalik tapi lagi-lagi Adith harus berusaha keras untuk menenangkan dirinya dan memasang jurus pertahanannya lagi. Adith yang menggertakkan giginya membuat Alisya paham bagaimana perasaan marahnya saat melihat kakinya yang terlihat terkelupas tersebut. "Apa sakit?" Suara dingin Alisya masih terdengar penuh akan amarah. Alisya hanya menggeleng pelan dengan sentuhan Adith yang lembut mana mungkin ia merasakan sakit di kakinya. Alisya memegang pipi Adith agar ia melirik ke arahnya. " Apa kau masih marah?"  Adith hanya kembali memalingkan wajahnya untuk terus melanjutkan mengolesi kedua tumit Alisya dengan salep. "Kalau seperti ini kamu masih marah?" Alisya langsung mengecup pipi Adith dengan hangat. Adith membelalakkan matanya tak menyangka Alisya akan melakukan hal itu kepadanya. Dengan satu dorongan kuat, Adith segera membaringkan tubuh Alisya dengan dia berada di atas tubuhnya. Dan tangan Alisya dikunci olehnya. "Hei tuan putri, apa kau tau resiko dari kecupan tadi?" Tatap Adith dengan begitu tajam hingga menembus hati Alisya. Jantungnya dan Jantung Adith berpacu dengan sangat kuat. Ritme yang selama ini dirindukan oleh Alisya malah semakin mengusik telinganya dengan indah sehingga Alisya tersenyum simpul. "Apa jurus pertahananmu sudah runtuh sekarang?" Tanya Alisya dengan senyuman manis. Bibir Alisya yang bergerak indah dan wajahnya yang terlihat begitu sederhana namun menyimpan keindahan terasa menggelitik hati Adith, terlebih karena ucapan Alisya tersebut. "Siapa kau sebenarnya? Apa semua yang kau katakan ini adalah benar? Kenapa mama dan bapak juga tidak menentang apa yang kau katakan tempo hari?" Semua pertanyaan itu seketika terlontar dengan begitu lancar. Melihat wajah Alisya dari dekat membuat Adith penasaran dan melepas kacamata Alisya. Mata Alisya yang hitam sedalam samudra membuat Adith bisa melihat dirinya berada disana. Adith terbuai oleh tatapan lembut Alisya.