Chapter 379 - Perempuan Seperti Dia

Pikiran Adit yang kalut membuatnya tidak bisa lagi berlama-lama di dalam kantor. Ia memutuskan pulang ke rumahnya menemui ibunya, karena pangkuan ibunya seolah menjadi tempat terakhirnya untuk bersandar.

"Adith… Kenapa kamu pulang secepat ini? Kamu tidak ke rumah sakit?" Tanya ibunya yang sudah tau jadwal kerja Adith.

"Aku ingin pulang saja Ma, pengen menenangkan diri. Mama masa apa?" Tanya Adith dengan suaranya yang tak bersemangat.

"Kamu sakit? Kenapa suara kamu terdengar parau dan wajah kamu juga pucat? Kamu belum makan seharian ini?" Ibu Adith segera memeriksa suhu tubuh Adith dengan menempatkan tangannya ke dahi Adith.

"Nggak kok Ma, Adith baik-baik saja. Hanya sedikit kelelahan karena di kantor ada banyak sekali pekerjaan." Ucap Adith mengubah ekspresi nya lebih hangat untuk menghilangkan rasa khawatir ibunya.

"Ya sudah, kamu mandi dulu sana. Mama akan masakkan kamu makanan kesukaanmu." Ibu Adith segera mendorong anaknya naik ke atas untuk menyegarkan diri.

Setelah berselang beberapa saat, Adith segera turun setelah mandi. Ia mulai terlihat sedikit tenang dan segar setelah mandi.

"Emmm…. Adith, bagaimana dengan kesalahpahaman di antara kamu dan Alisya? Apa sudah di selesaikan dengan baik?" Tanya ibu Adith sedikit ragu-ragu kepada Adith ketika Adith sudah mulai memasukkan beberapa suapan makanan ke dalam mulutnya.

Ibunya tidak berpikir untuk ikut campur namun ia hanya merasa sedikit khawatir dengan mereka berdua.

"Jangan bahas Alisya dulu yah Ma. Adith lagi nggak pengen dengar nama dia." Pinta Adith dengan meletakkan sendoknya.

Ia mulai kehilangan nafsu makannya dan segera menghidari pembahasan mengenai Alisya.

"Loh kenapa? Alisya itukan istri kamu, kamu seharusnya memperlakukannya dengan baik. Alisya akhirnya kembali ke sisimu sekarang dan sedikit salah paham sudah membuatmu membencinya?" Ibu Adith terdengar ngotot karena sikap cuek Adith kepada Alisya membuatnya tak suka.

"Alisya lagi, Alisya lagi, Alisya lagi. Mama sudah di bohongi oleh perempuan busuk itu. Aku bahkan belum pernah menikah, bagaimana bisa Mama membiarkan dia menyebut dirinya sebagai istriku sih?" Adith mulai kesal karena semua orang terdekatnya tampak seolah berada di sisi Alisya.

"Lah, memang Alisya adalah istri sahmu, istri yang kamu nikahi secara sah. Masalah apa sih sebenarnya sampai kalian bisa salah paha" Ibu Adith penasaran dengan apa yang terjadi pada mereka berdua.

"Hentikan Ma, aku tidak pernah menikahi perempuan biadab seperti dia. Dia itu hanyalah seorang perempuan yang menjual tubuhnya demi sebuah kesenangan semata!" Ucap Adith Tegas dengan tatapan tajam.

"Plakkkk…" sebuah tamparan keras langsung membekas di pipi Adith.

Ayah Adith yang baru saja pulang dari kantor tak sengaja mendengar perdebatan mereka berdua dan tak menyangka kalau Adith akan berkata seperti itu mengenai Alisya.

"Apa kau sadar dengan apa yang sudah kau katakan? Aku tak pernah mengajarkanmu untuk berkata-kata seperti itu kepada seorang wanita.

Semarah apapun kamu, kamu seharusnya bisa berpikir dengan tenang. "Ucap Ayah Adith dengan suara menggelegar.

"Sudah lah Pa, hentikan! Kau tahu kan Adith sedang hilang ingatan saat ini, dia tidak mengingat siapa Alisya." Ibu Adith dengan cepat mencoba untuk menenangkan suaminya.

"Apa karena hilang ingatan bisa dijadikannya sebagai alasan untuk menyakiti Alisya? Jika seperti itu, maka sebaiknya kau harus mengingat siapa Alisya itu sebenarnya." Ayah Adith segera menarik tangan Adith dengan kuat menuju kesuatu tempat.

"Pa, hentikan! Papa kan tau kalau Adith mengalami trauma yang membuat dia mengalami Amnesia Psikogenik, jika dia mengingat itu secara paksa. Maka bisa jadi nyawa Adith dalam bahaya." Ibu Adith segera mengingatkan suaminya mengenai kondisi Adith.

"Ma! Mama tau apa yang Adith lakukan pada Alisya di kantor? Dia menyakiti Alisya dengan berbagai hal. Mama tau bagaimana perasaan Alisya sekarang? Kita selalu berusaha melindunginya sedang Alisya terus saja tersakiti. Anggap ini adalah hukuman baginya." Tegas Ayah Adith yang membuat ibu Adith jadi terdiam mendengar perkataan suaminya.

Ayah Adith yang berada di kantor secara perlahan mengetahui permasalahan yang ditimbulkan oleh Alisya karena banyaknya rumor yang disebar oleh karyawannya.

"Apa sebenarnya yang kalian maksudkan? Kenapa Papa menamparku hanya karena perempuan seperti dia?" Adith yang tadinya terdiam karena shock dengan tamparan Ayahnya yang selama ini ia kenal betul kalau Ayahnya tak pernah melayangkan tangan padanya, akhirnya bertanya dengan kesal.

"Perempuan seperti dia? Mari kita lihat sampai kapan kau akan berbicara seperti itu. Jika setelah melihat semua ini kamu masih saja tak mengingat Alisya, maka ceraikan saja dia! Biarkan dia mendapatkan orang yang lebih pantas dibandingkan dengan dirimu." Ayah Adith segera melempar sebuah kunci kepada Adith.

"Kunci?" Adith bertanya dengan bingung.Melihat ayahnya tak menjawab, ia segera menuju ke sebuah kamar yang selama ini terus saja ditutup dengan rapat oleh kedua orang tuanya.

Adith membuka pintu kamar tersebut dan melihat kedalam ruangan tersebut. Ruangan itu terlihat memiliki hiasan seperti sebuah kamar pengantin yang sangat indah.

"Kamar siapa ini?" Batin Adith mengitari ranjang yang indah tersebut.

Pandangannya berhenti pada sebuah tirai besar yang terpampang di atas kepala ranjang tersebut.

Dengan pelan Adith melepas kain yang sudah penuh debu kelantai.

"Ohokkk ohokk " ia batuk karena debu yang berterbangan dan sedikit menghalangi padangannya.

Setelah debu mulai perlahan-lahan menghilang, Adith kemudian mengangkat wajahnya untuk melihat apa yang ada di balik tirai tersebut.

"A… Alisya???" Adith terkejut begitu melihat wajah Alisya terpampang dengan penuh bahagia disana.

Meski wajahnya tampak dari samping, Adith bisa mengenali kalau wajah yang sedang ia ciumi pada bagian dahinya itu adalah wajah Alisya.

Wajah yang sebelumnya ia lihat tanpa ada kacamata dan gigi palsunya.

Pada gambar terlihat kalau mereka memakai pakaian untuk acara akad nikah berwarna putih yang nampak cerah dan begitu mempesona.

Jantung Adith berdetak dengan sangat cepat. Semua bayangan dan ingatan serta suara segera memenuhi kepalanya dengan sangat cepat. Otaknya seolah sedang menampilkan gambar hologram tentang mereka berdua.

"Aah…" Adith mendesah dengan sangat kuat saat jantungnya terasa sakit setiap kali denyut nadi itu menampilkan wajah Alisya.

Air mata segera membasahi pipinya dengan sangat deras. Adith mulai kehilangan pernapasannya, dadanya sesak dan hatinya perih.

"Arrghh… hah, hah, hah,, Arrkkggh" Adith memukul mukul dadanya yang sakit dan pilu. Ia mulai mengingat semua hal mengenai Alisya. Sebuah foto jatuh karena erangan Adith, dan di foto itu Adith melihat bagaimana ia memeluk Alisya dengan sangat erat.

"Uaaaa… uaaa… a a a…" Adith menangis meraung-raung memeluk erat foto mereka berdua tersebut. Ibu Adith yang ingin masuk segera dihentikan oleh suaminya.

"Tapi Pa, Mama khawatir dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Mama takut Adith tak sanggup untuk menghadapi semua kenyataan itu." Hati seorang ibu mana yang takkan terenyuh saat mendengar suara tangisan anaknya.

"Tidak Ma, saat ini biarkan dia menghadapi kenyataan yang sebenarnya. Alisya sudah kembali kepadanya sekarang, dan dengan bodohnya dia terus menyakiti hati Alisya hanya karena sebuah kesalahpahaman yang sangat konyol." Ayah Adith berkeras untuk setidaknya saat ini membiarkan Adith menghadapinya sendiri dan tak lari lagi.

"Aku masih tak mengerti, apa yang terjadi?" ucap ibu Adith yang tak mengetahui apapun.

Ayah Adith segera menjelaskan semua duduk permasalahan yang didengarnya dari mulut Yogi.

Yogi yang sebelumnya tak ingin menceritakan hal tersebut kepada ayah Adith mendapatkan paksaan dengan keras sehingga mau tak mau ia akhirnya menceritakan semuanya.

"Bagaimana perasaan Alisya saat ini? Dia pasti akan sangat terluka. Pa, apa yang harus kita lakukan? Putri kita saat ini sangat membutuhkan kita. Dia tidak punya lagi sandaran setelah kehilangan ibu dan neneknya." Hati ibu Adith sangat perih membayangkan bagaimana sakit dan pedihnya hati Alisya karena perlakuan Adith.

Ingin rasanya ibu Adith menghukum Adith dengan sangat keras, namun karena sikapnya sendiri sekarang ia mendapatkan hukuman penyesalan terbesar dalam hidupnya akan perbuatannya terhadap Alisya.