Chapter 384 - Melepas Kangen Dengkulmu

Adith segera di terbangkan ke rumah Sakit milik Karan. Rumah sakit mereka sudah dibuatkan landasan khusus bagi para elite dan pasien yang harus diterbangkan karena situasi tak terduga sehingga tak sulit bagi Riyan untuk berada di rumah sakit tepat waktu.  Landasan helikopter di Rumah sakit itu cukup luas sehingga dari kejauhan bisa terlihat ada beberapa dokter yang sudah bersiap menunggu kedatangan Adith begitu pula dengan Ayah Karin. "Bagaimana keadaan vitalnya?" tanya Ayah Karin memastikan kondisi Adith terlebih dahulu.  "Luka bekas tembakan tidak mengenai Jantungnya, namun memberikan luka yang cukup lebar. Tekanan dan denyut jantungnya lemah, kita harus melakukan operasi secepatnya."Ucap Karan yang langsung memindahkan tubuh Adith ke Atas Brankar (Ranjang dorong, ranjang yang digunakan untuk ranjang emergency dan transfer pasien). Dengan cepat mereka semua berlari menuju ke ruang UGD untuk melakukan operasi secepat mungkin untuk membuat Adith keluar dari masa kritisnya. Alisya sudah menunggu dengan cemas diluar ditemani oleh Karin dan Riyan serta Rinto disana. "Alisya…" Ibu Adith datang dengan wajah penuh kahwatir setelah di jemput oleh Ryu dan Zein. "Mama.. Maaf, Alisya…" Alisya langsung mendatangi ibu Adith yang dengan cepat dipeluk oleh ibu Adith. "Tidak apa-apa, Mama yakin dia pasti terluka karena menolongmu. Dan itu lebih baik, karena setidaknya sekarang dia punya alasan untuk bertahan hidup" Ibu Adith mencoba untuk bersikap tegar karena tak ingin melihat raut kesedihan lagi di wajah Alisya. Mereka terus menunggu Karan dan Ayahnya keluar dari ruang operasi dan setelah hampir satu jam lebih, keduanya keluar dengan wajah yang penuh akan kelegahan. "Dia baik-baik saja sekarang, berkat apa yang dilakukan Alisya pada Adith, dia bisa melewati masa kritisnya dan tidak kehabisan banyak darah sehingga operasi kamu juga berjalan dengan lancer." Ucap Ayah Karin menatap mereka semua dengan tersenyum hangat. Adith segera dipindahkan ke ruang perawatan dimana ia masih belum sadarkan diri. Alisya terus berasa disana dan tak pernah meninggalkan ruangan Adith. 2 hari setelah operasi, dihari ketiga Adith terlihat mulai sadarkan diri dan membelai lembut kepala Alisya yang terbaring disisinya. "Kamu sudah sadar?" Aliysa mengusap lembut matanya dan merenggangkan tubuhnya yang membuat Adith merasa gemas. "Sudah berapa lama aku dirumah sakit?" Tanya Adith sambil berusaha menyandarkan tubunya dibantu oleh Alisya. "3 hari! kamu tidak tidak sadarkan diri selama 3 hari karena kamu kelelahan secara fisik dan mental sehingga tubuh kamu butuh istirahat. Itulah kenapa kau tidak sadarkan diri selama 3 hari." Alisya memberi Adith secangkir air hangat. "Selama itu? Aku harus…" Adith teringat dengan proyek yang berada dibawah tanggung jawabnya. "Jangan khawatir, proyek itu sudah kami selesaikan dengan baik. Alisya membantu kami mengerjakannya dari rumah sakit dan Mery juga banyak berperan penting dalam hal ini." Yogi masuk tak mengira kalau Adith akan sadarkan diri pada saat dia datang. "Sepertinya kau sudah terlihat jauh lebih sehat sekarang." Mery juga ikut datang bersama Yogi yang membuat Alisya bergerak dengan cepat menghalangi Mery untuk lebih dekat. "Dia suamiku, takkan ku izinkan kau untuk menciuminya lagi." Ancam Alisya yang membuat Yogi memerah dan marah tak percaya. "Ohookkkk" Adith yang baru saja ingin meneguk minumannya lagi langsung terbatuk hebat dengan perkataan Alisya kepada Mery. "Ah… Maaf, kamu salah paham!. Hari itu aku hanya ingin membantu Adith, tidak ada maksud lain." Jawab Mery cepat dengan menggoyangkan kedua tangannya. "Membantu Adith? Mana mungkin Adith meminta bantuanmu membersihkan bibirnya menggunakan bibirmu." Wajah polos Alisya seketika membuat Mery tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha hahh.. hahh.. bukankah dia suamimu? Harusnya kau tidak akan sepolos ini. Kecuali jika kalian belum belah duren sama sekali." Mery kelelahan dan menarik nafas dengan berat. Alisya tak memperlihatkan ekspresi apapun yang membuat Mery langsung membelalakkan matanya tak percaya. Mery tidak tahu masalah yang terjadi di antara mereka namun mengetahui Adith sudah menikah dan belum melakukannya sama sekali membuat dia seolah sedang mendengar sebuah lelucon. "Kalian…." Mery yang ingin melanjutkan kalimatnya segera dibawa pergi oleh Yogi setelah mendapatkan tanda dari Adith. Masih terus tertawa dengan menahan perutnya yang sakit, Mery seolah melihat sisi yang berbeda dari kedua orang tersebut. Terlebih karena selama 3 hari itu, Mery bisa melihat bahwa Alisya hampir memiliki kemampuan dan IQ yang hampir setara dengan Adith. "Apa yang terjadi sebenarnya? Apa mereka sedang bercanda?" Mery mulai bertanya kepada Yogi setelah ia merasa sudah cukup tenang. Yogi hanya menjelaskan beberapa hal penting yang bisa membuat Mery paham dengan situasi yang terjadi antara Adith dan Alisya. "Terimakasih karena sudah ikut kerja sama dengan perusahaan kami, maaf karena direktur kami tidak bisa mengucapkan secara resmi dan mengantarkan kepergianmu." Yogi kembali berprilaku profesional. "Meski aku kecewa karena dia tidak mengantarku dan tahu dia sudah memiliki istri, tapi itu tidak masalah selama…" Mery melirik ke arah Yogi. "Minggir, dia sudah dilabeli. Silahkan cari orang lain." Aurelia sudah menatap penuh penjagaan kepada Mery. "Apa semua orang disini selalu terang-terangan seperti ini? Mery merasa sikap ini seperti dejavu dalam waktu singkat. Yogi hanya bisa menunduk meminta maaf, dan mengantarkan kepergian Mery dengan sangat sopan. "Bisakah kau tidak menperlihatkan senyum lesungmu pada orang lain? Itu akan membuat mereka langsung mengeluarkan hormon pemikat." Aurelia menatap tajam ke arah Yogi yang tersenyum tulus kepada Aurelia. "Sayang, kita sudah lama tidak bertemu karena kau sibuk dengan pendidikanmu sebagai Jaksa. Tidak bisakah kita melepas kangen dulu sebelum marah-marah?" Yogi merayu Aurelia yang sudah tidak pernah sempat bertemu karena kesibukan keduanya. "Melepas kangen dengkulmu! Baru beberapa bulan tak bertemu kau sudah bisa dengan mudah dirayu oleh perempuan lain? Sepertinya aku harus…" Jari telunjuk Yogi sudah melekat di bibir Aurelia untuk menghentikannya berbicara. Yogi seolah tahu apa yang akan dikatakannya. Sehingga Yogi langsung menghentikan Aurelia sebelum ia selesai berbicara. "Minggu depan bolehkan aku datang melamarmu secara resmi? Aku akan membawa kedua orang tuaku. Untuk itu, maukah kau menikah denganku?" Yogi maju selangkah lebih dekat kepada Aurelia dan menatapnya dengan sangat dalam. Aurelia menatapnya dengan air mata yang berlinang dan mengangguk pelan lalu tanpa disadarinya, Yogi sudah memakaikan cincin di tangan Aurelia dan mengecupnya lembut. "Woyyyyy… lamaran teman saya di terima!!!!" Teriak Beni dan Gani secara bersamaan.  Mereka yang tadinya datang untuk menjenguk Adith malah terhenti menyaksikan momen spesial tersebut dengan Gina yang merekam serta Feby dan Emi yang terus memotret tanpa henti.