Chapter 389 - Jangan Pergi

"Bruuukkkh" Akiko yang menabrak seseorang dengan cepat meminta maaf. "Ah… Maaf, Maaf saya nggak senga… ja!" Akiko tak menduga kalau dari sekian banyak orang dirumah sakit itu malah Karan lah yang ia tabrak. "Kau baik-baik saja?" Tanya Karan dengan khawatir. "Iya, aku baik-baik saja!" Tubuh Akiko kaku tak bisa bergerak karena Karan masih menahan pinggangnya dengan jarak yang sangat dekat. Menyadari dirinya masih memegang pinggang Akiko, Karan langsung melepaskan pinggang Akiko dengan cepat. "Jangan pergi!" Seorang anak kecil laki-laki nampak memegang erat tangan Akiko. Melirik karan sejenak, Akiko menunduk untuk menyamakan tingginya dengan anak tersebut.  "Tidak bisa, aku sudah menyelesaikan semua pekerjaan dan tugasku disini. Jadi aku harus pergi." Akiko bangkit dan segera berjalan melewati Karan yang terdiam menatap punggung Akiko. "Jangan pergi, aku tau kalau kau pergi lagi kali ini, kau pasti takkan kembali lagi bukan?" Ucap anak itu dengan tegas menghentikan Akiko. Karan langsung kaget mendengar ucapan anak laki-laki itu. "Jika kau pergi, bagaimana denganku?" Anak laki-laki itu berusaha keras untuk menahan tangisnya yang sudah menggenang di matanya. Akiko sudah bertekad untuk pergi sehingga dia tidak menoleh sedikitpun dan kembali melangkah dengan yakin. "Jangan pergi." Kali ini bukan suara seorang anak kecil, melainkan suara seseorang yang lebih dewasa. Suaranya berat dan serak membuat Akiko menoleh dengan wajah terkejut. "Kakak mengatakan sesuatu?" Tanya Akiko bingung takut kalau ia salah mendengar. Karan yang terdiam membuat Akiko tersenyum lucu."Lupakan, mungkin aku hanya salah dengar saja!"  Akiko kembali menoleh dan melangkah pergi lalu tiba-tiba tangannya sudah di pegang oleh Karan yang menghentikan Akiko dengan tatapan tajam. "Aku mencintaimu, takkan aku biarkan kau pergi lagi dari sisiku kali ini. Aku tak ingin menyesal untuk yang kesekian kalinya karena hanya diam dengan perasaan ku saja." Ucap Karan dengan suara pelan namun bisa didengar oleh Akiko dan anak laki-laki itu dengan sangat jelas. "Kakak juga ingin bermain rumah-rumahan?" Seorang anak perempuan datang menghampiri Karan dan Akiko. "Hah???" Karan menatap bingung. "Jadi gimana nih? Masa sih pacar kak Akiko ada banyak. Kalau kakak Karan juga ikutan main aku pasti kalah dong." Ucap anak laki-laki yang sebelumnya menghentikan Akiko. "Tenang saja, kamu masih punya pesona dengan umurmu yang masih muda, beda dengan kak Karan yang sudah tua!" Seorang anak laki-laki yang lain mencoba untuk menghibur temannya. "Huuuhhh???" Karan semakin tak mengerti dengan maksud mereka. "Puhahahahhahahahaah!!!! Uwahahhaahahhaaa" Alisya tertawa dengan keras hingga semua orang yang berada di rumah sakit itu menoleh kearahnya. "Huhh,, huuh… Karan! Kau lucu sekali, mereka sedang bermain rumah-rumahan dengan memperebutkan Akiko dan kau tanpa sengaja masuk kedalam drama mereka." Penjelasan Alisya segera membuat Karan malu dan wajahnya menggelap. Karan tak menyangka kalau anak-anak itu sedang bermain peran dengan Akiko sehingga tanpa sengaja ia mengatakan semuanya kepada Akiko. "Lu… lupakan yang aku katakan tadi." Ucap Karan menoleh dan berjalan melewati anak-anak itu serta Alisya. Alisya dengan cepat menyuruh anak-anak itu kembali berakting dengan sangat baik. "Kakak Karan sudah mengacaukan permainan kita, padahal hari ini terakhir kita main bersama kak Akiko." Ucap seorang anak perempuan yang berteriak dengan kesal. Mendengar ucapan anak itu membuat  Karan kembali menghentikan langkahnya. "Jadi habis dari sini kamu akan langsung kembali?" Tanya Alisya dengan melirik ke arah Karan. Mengerti akan maksud Alisya, Akiko langsung ikut dalam permainannya. "Iya, karena A chan sudah ada disini. Aku sekarang bisa pergi dengan perasaan tenang dan tidak mengkhawatirkan paman lagi." Ucap Akiko singkat. "Yah, Kak Akiko… apa kakak tidak bisa lebih lama lagi disini?" Bujuk anak laki-laki yang menghentikan Akiko di ikuti semua anak yang lainnya. Mendengar Akiko tetap bersikeras meski dengan semua bujukan itu, Karan kembali menoleh dan meraih pundak Akiko dengan kasar. "Kau benar-benar akan pergi?" Tanya Karan dengan rahang yang mengeras. "Hentikan, kau bukan anak kecil yang ikut-ikutan bermain peran lagi." Akiko berusaha melepaskan tangan Karan dari bahunya namun Karan enggan untuk melepasnya. "Jawab pertanyaan ku, apakah kau akan benar-benar pergi?" Tanya Karan sekali lagi dengan genggamannya pada bahu Akiko semakin erat. "Aku pergi atau tidak itu bukan urusanmu. Lepaskan aku, kau bahkan tak peduli dan selalu saja berkata dengan sesuka hati lalu menelannya kembali." Akiko yang mulai kesal dengan sikap Karan akhirnya meluapkan semua perasaanya. "WoW!" Alisya bergumam takjub melihat keberanian Akiko untuk pertama kali. "Kenapa? Kau ingin berkata lagi untuk melupakannya? Apa kau tipe laki-laki bajingan seperti ini yang selalu dengan mudahnya berkata-kata lalu bertingkah seolah tak terjadi ap…. Ummmhhh" Karan yang tak tahu harus mengatakan apa-apa dengan cepat membungkam mulut Akiko dengan bibirnya. "Tidaaakkkkkk!!! Dokter Karan sudah melakukan pelecehan, ayo panggil polisi kemari." Alisya dengan segera menjauhkan para anak-anak. Anak-anak yang tidak tahu apa-apa itu dengan segera berhamburan berlarian mencari polisi yang dikatakan oleh Alisya. Karan yang mencium Akiko lorong tempat bermain anak-anak tentu saja tak banyak yang melihat namun beberapa orang tua yang berada disekitar sana mengawasi anak-anaknya dengan segera membelalakkan mata dan mulut terbuka lebar sedang tangannya menutup mata anaknya. "Kali ini, apa maksud dari ciumanmu? Apa kau sedang mempermainkan aku lagi?" Akiko menangis karena tak tahu harus berekasi seperti apa lagi dengan tingkah karan saat ini. Ia takut kalau ia kembali salah berharap dan hanya mendapatkan sakit hati. Namun jauh di lubuk hatinya ia harap kalau kali ini bukanlah sebuah mimpi. "Maafkan aku karena tidak jujur padamu…" Karan memegang dagu Akiko yang tertunduk menangis sesegukan. Mengangkat wajahnya untuk bisa menatap matanya yang sipit. "Aku mencintaimu Akiko!" Karan sekali lagi mengatakannya dengan suara lembut dan hangat. Menghapus air mata Akiko dan mencium bibir Akiko sekali lagi dengan penuh rasa cinta dan kelembutan. Merasakan tangan Karan yang semakin menarik pinggangnya untuk mendekat membuat Akiko memeluk erat tubuh Karan.  "Kyaaaaaahhh" suara para ibu-ibu histeris melihat adegan romantis dokter Karan yang terkenal baik hati dan ramah serta tampan rupawan itu seketika melelehkan hati mereka. "Apa aku sedang menyaksikan drama korea secara laif? Nyata gitu?" Ucapnya berbahasa inggris dengan logat daerah. "Live mbak…" seseorang membenarkan. "Coba suami bisa kayak dokter Karan yah, aku gantung daster aja setiap hari. Hahahahaha" seorang ibu lainnya bercerita dengan tertawa sangat heboh. Ada yang merasa iri melihat kejadian tersebut, ada pula yang mencak-mencak bahkan mengacak-acak rambut anaknya membayangkan dirinya dan suami melakukan hal seromantis itu.