Chapter 399 - Serigala Berbulu Domba dan Psikopat

Alisya yang masuk kedalam toilet bertemu dengan Lian yang sedang menangis. Alisya tak tahu harus bereaksi bagaimana, namun ia tetap masuk dengan santai. Tanpa memperdulikan Lian, dia terus melanjutkan untuk menyelesaikan urusannya dan kembali keluar. Disana masih ada Lian yang terus menghapus air matanya dan air hidungnya.  Meski ia malu, air matanya tetap tak mau berhenti. Melihat itu Alisya bisa paham kalau Lian sebenarnya adalah wanita yang baik, namun terkadang berteman dengan orang yang salah juga bisa menumbuhkan sikap yang buruk. "Maafkan aku Ayumi." Ucap Lian dengan suara parau saat Alisya akan segera keluar dari toilet. Alisya berhenti sejenak dan berbalik dengan ekspresi cupunya. Alisya menarik nafas dalam mencoba untuk bersikap tenang. "Apa yang ibu lakukan memang salah, tapi lebih salah lagi adalah karena ibu telah kehilangan jati diri ibu sendiri hanya karena rasa iri. Ibu takut dan cemas oleh sesuatu yang tak perlu, karena ibu juga memiliki kemampuan yang tidak di miliki orang lain." Alisya berkata dengan sangat lembut tanpa maksud untuk menceramahi. "Ibu hanya perlu menjadi lebih percaya diri, bukankah dalam 5 tahun sebelumnya ibu selalu bersikap seperti itu?" Alisya mendekati ibu Lian dan memegang tangannya sebagai bentuk dukungan. Ibu Lian yang merasa telah melakukan hal jahat kepada Alisya yang membuat dirinya juga jatuh karena perbuatannya sendiri, langsung memeluk Alisya dan menangis di pelukannya. Alisya yang kembali bersama ibu Lian membuat ekspresi Yani dan Vindra sedikit terlihat bingung. Namun melihat tatapan Ayumi, Yani jadi tersenyum dengan tulus. "Aku minta maaf juga kepada kalian berdua. Karena perbuatanku, aku hampir saja akan merusak hidup kalian selamanya. Aku yang egois hampir tidak memperhatikan resiko yang akan kalian dapatkan. Aku hampir kehilangan hati nuraniku." Lian tertunduk malu dan merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. "Tidak masalah selama ibu sadar itu salah!" Vindra berkata dingin. Alisya dan Yani dengan kompak langsung menendang kaki Vindra kuat. Tendangan mereka tepat mendarat di kedua kakinya yang terasa nyilu pada bagian tulang keringnya. "Auccchhh, apa sih! Aku nggak salah ngomong kan?" Vindra mengeluh dengan meringis sakit pada bagian tulang keringnya. "Dasar cowok! Nggak usah di perjelas tau!" Ketua Yani kesal dengan ucapan Vindra. "Bagaimana kalau kita pergi makan dulu, sebagai bentuk perayaan dari hasil kerja keras kita. Bukan di kantor, tapi cafe yang tak jauh dari kantor." Ucap Yani mengajak mereka semua untuk keluar. "Ide bagus, aku juga ingin minum yang dingin dingin. Hari ini rasanya panas sekali. Ibu juga ikut bersama kami kan?" Ucap Alisya cepat dengan gaya cupunya. "Maaf, seperti yang kalian sebelumnya. Aku harus mengurus semua akomodasi paket liburan perusahaan sebagai hukumanku, Dan aku akan bersungguh-sungguh membuktikan diriku kembali kepada direktur." Lian terlihat sangat bersungguh-sungguh. "Baiklah, kalau begitu. Kami akan membantumu, dengan begitu kita bisa pergi secara bersama-sama." Ucap Alisya cepat memberikan bantuannya. "Tidak, tidak tidak!" Lian menggeleng cepat. "Jika ingin menunjukkan kesungguhanku, maka aku harus melakukannya tanpa merepotkan orang lain. Kalian pergilah, aku akan pastikan liburan kali ini adalah liburan terbaik mengingat 3 pilar perusahaan juga ikut." Wajah Lian yang semula suram, berkat Alisya dan Yani ia menjadi kembali semangat dengan ekspresi wajah yang baru. "Baiklah, kami takkan mengganggumu. Semangat bekerja, kami akan membawakanmu makanan dan minuman dari sana nanti." Ucap Yani dengan senyuman tulus.  Yani merasa sangat bahagia jika akhirnya mereka bisa memiliki hubungan hangat seperti itu. "Aku berharap bisa melihat ekspresi ibu Lian seperti itu terus kedepannya." Yani segera duduk begitu masuk kedalam cafe. "Ekspresi yang ia buat-buat untuk mengelabui kita?" Ucap Vindra masih tak percaya dengan ekspresi ibu Lian. Vindra adalah tipe orang yang sangat sulit untuk percaya kepada orang lain terlebih saat ia sudah mengetahui sifat buruk dan dikecewakan sebelumnya. "Jadilah orang yang bisa bersifat positif dengan memberikan energi positif kepada orang lain. Tapi tentu saja sikap waspada itu perlu namun bukan berarti kamu jadi curiga kepada setiap orang." Tegas Alisya memberinya semangat. "Yup! Benar sekali, waspada itu bagus tapi jangan curiga. Positif itu penting tapi jangan bodoh." Zein langsung datang menghampiri Alisya dan yang lainnya. Dibelakangnya ada Riyan yang melambai dengan ceria. "Hai, lama tidak ketemu!" Riyan tersenyum dengan penuh menggoda. Alisya kaget dengan kedatangan mereka berdua. Dia tak menyangka kalau mereka akan berada di sana. Vindra dan Yani juga tak kalah terkejutnya melihat Zein dan Riyan hingga Yani menutup mulutnya. "Apa yang kalian lakukan di sini?" Alisya berkata dengan acuh tak acuh. "Ayumi, kenapa kau bersikap seperti itu?" Colek Yani kepada Alisya dengan kuat. "Apa kau tidak tau siapa mereka?" Tanya Vindra setengah berbisik. Melihat reaksi keduanya, Vindra dan Riyan terlihat semakin percaya diri dan bangga. "Memangnya kalian tau siapa mereka?" Alisya balik bertanya kepada keduanya. "Ya ampun Ayumi, Bapak Hilal Zein Nandy  adalah seorang gubernur Jakarta yang di bawah kepemimpinannya dia menjadi orang yang sangat tegas dan disayangi oleh semua masyarakat nya. Dedikasinya terhadap pekerjaannya membuat dia banyak mendapatkan penghargaan sebagai gubernur terbaik dunia." Jelas Yani dengan penuh semangat. "Sedangkan lettu Arika Riyan Gimnastiar adalah Letnan Satu TNI AL. Pangkatnya dibawah satu tingkat pangkat kapten. Di usianya yang masih muda dia sudah mendapatkan lambang dua balok emas. Mereka itu adalah orang luar biasa!" Jelas Vindra lagi dengan sangat antusias. "Benarkah? Kenapa aku baru mengetahui hal tersebut!" Alisya melirik dengan pandangan bingung. Selama ini ia sudah bertemu dengan keduanya beberapa kali, Riyan mungkin sudah pernah dilihatnya memakai baju tentara namun ia tidak begitu jelas melihat akan pangkatnya. Namun untuk Zein, baru kali itu diketahui olehnya. "Karena di duniamu satu-satunya yang berharga adalah Adith." Riyan dan Zein berkata dengan sangat kompak. "Humph!" Alisya mendengus kesal. "Jika benar seperti itu, mengapa kalian berdua ada disini? Bukankah kalian berdua adalah orang yang sangat sibuk?" Alisya menatap balik kepada dua orang yang sudah mengambil tempat di hadapan Alisya. "Meskipun aku tak memiliki libur, setidaknya aku masih punya waktu untuk sedikit urusan pribadiku." Zein segera mengangkat tangannya untuk memesan. "Dan aku yang akhirnya mendapat cuti libur juga bisa memiliki kesempatan untuk libur, tidak seperti terakhir kali harus kucing-kucingan membolos. Haaaahhhh" Riyan mendesah mengingat semua sahabatnya yang terus membuatnya jadi seorang yang semakin sibuk. "Jadi kau mengenal …. ?"  Yani hanya berani melirik, dan tak bisa menyebut nama mereka berdua dengan tidak sopan.