Chapter 408 - Game Over

Setelah beberapa saat kemudian Yayat muncul dari permukaan dan berjuang kembali kedarat dengan susah payah. Mereka semua berteriak dengan sangat heboh sedang beberapa teman yang lainnya menghampiri Yayat dengan membawa sebuah kain handuk. "Dasar bodoh!!! Kenapa kau sampai segitu bodohnya hanya demi cinta?" Maki Dira kepada Yayat yang tampak menggigil kuat. "Hahahhaha, meski begitu marah, kau cukup perhatian karena dengan secepat kilat kain handuk ini sudah berada di tanganmu." Ucap Yayat dengan tertawa bergetar. Dira menuntun Yayat setelah melilit tubuh Yayat dengan kain handuk yang cukup tebal menuju ke hadapan Lian. Lian terdiam tak tahu berbuat apa-apa, ia hanya menatap dengan rasa bersalah. "Apa ini cukup? Kalau kau ingin aku untuk pergi ke resto dan berteriak dengan keras menyebutkan namamu, aku siap!" Ucap Yayat dengan tubuhnya yang menggigil hebat. Lian hanya terdiam tak bisa mengatakan apapun. Dia tak tahu kalimat apa yang harus ia ungkapkan. Melihat Lian hanya terus berdiam diri, Yayat segera kembali melangkah dengan pasti menuju resto dengan tatapan penuh keyakinan. "Ibu Lian, apa yang dia masih tidak cukup?" Dira tak tega melihat temannya masih terus melakukan apa yang menjadi syarat dari Lian meski itu hanyalah sebuah permainan saja. "Berhenti… sampai kapan kau mau membuatku terus tertekan? Katakan apa yang kau inginkan sebenarnya?" Lian mulai tak sabar dengan sikap ngotot Yayat. Yayat berhenti dengan rem cakram. Tersenyum penuh kemenangan lalu dengan menarik nafas dalam, dia berbalik menatap ke arah Lian. "Bukankah sudah ku utarakan di awal, Aku ingin kau menjadi pacar ku. Karena aku sudah berhasil melakukan syaratmu, maka seharusnya kau memegang kata-kata mu saat menyetujuinya." Yayat secara perlahan datang menghampiri Lian. Mereka yang terus melihat percakapan keduanya semakin merasakan tekanan aura dan situasi yang amat menyesakkan karena penansaran terhadap apa yang akan dikatakan oleh Lian. Lian menoleh kepada Yogi untuk meminta bantuan padanya. "Aku tak tahu, kau sendiri yang sudah memutuskan dan merencanakan semua ini harusnya lebih paham." Yogi segera membuang muka tak ingin ikut campur. "Dasar ular!" Maki Rinto pada Yogi yang membuat Adith dan Alisya tertawa melihat ekspresi merengut Yogi saat mendengar ucapan Rinto. Menarik nafas dalam dan memahami konsekuensi yang harus dia terima dan demi menjaga harga dirinya dengan tidak memunafikkan apa yang sudah dia katakan, Lian menatap yakin kepada Yayat. "Karena aku sudah menyetujuinya, aku setuju menjadi pacarmu." Ucap Lian mantap. Ia berpikir bahwa tidak ada salahnya untuk mencoba membuka diri terhadap orang lain terlebih saat itu usianya yang sudah 26 tahun belum juga menikah membuat semua keluarganya khawatir pada dirinya. Meski Yayat 1 tahun lebih muda, ia hanya ingin memberikannya kesempatan. Apa yang dikatakan oleh Lian sontak membuat mereka berteriak heboh dan memberikan selamat kepada Lian dan Yayat atas resminya mereka menjadi seorang pacar. "Terimakasih! Sebagai tugas awalku, akan aku buat kau mencintaiku terlebih dahulu." Yayat yang menyisir lembut rambut Lian yang tertiup angin laut seketika membuatnya malu dan beranjak kembali ke meja makan mereka.  "Oke, kita lanjut ke permainan beri…. kutnyah???!" Yogi terperanjat kaget saat melihat Aurelia sudah berada di belakangnya dengan melipat tangannya menatap Yogi tajam. "Game Over!" Rinto berjalan melalui Yogi yang berdiri dengan tubuh membeku. "Oke, kali ini aku nggak ikutan yah.. lapar mau makan!" Alisya berlalu melambai ke Aurelia yang dibalas dengan lambaian penuh cinta kepada Alisya lalu berbalik menatap tajam ke arah Yogi. "Lakukan seperti apa yang dilakukan oleh Yayat, semoga berhasil." Adith berlalu sembari menepuk pundak Yogi memberikan dukungannya. "Sialan, ini pasti ulahmu!" Maki Yogi dengan mengeraskan rahangnya. Adith hanya berlalu dengan senyuman penuh kepuasan sudah memberikan balasannya kepada Yogi. "Ta… Tabe di? Mau lewat. Sepertinya makan lebih utama sekarang!" Yani tidak tahu sudah menggunakan logat yang aneh berlalu dengan cepat merasakan aura menekan di antara mereka di ikuti oleh Vindra. Mereka yang semula masih bertanya-tanya akan apa yang sedang terjadi segera angkat kaki dari sana begitupula dengan Yayat yang tubuhnya bergetar hebat semakin dingin melihat tatapan tajam Aurelia. "hahahaha…. Hahahhaha… Sayang, kau kemari? Sama siapa?" Yogi berusaha membujuk Aurelia dengan tertawa canggung dan memanggil dengan suara lembut. Bukannya mendapat jawaban dari Aurelia, leher Yogi sudah di cekiknya dengan keras menggunakan lengannya. Cekikan Aurelia membuat kepala Yogi seketika terjepit dengan sangat kuat seolah memaksa otaknya untuk terlempar keluar. "Ma… maafkan aku! Oke aku mengaku salah karena tidak mengatakannya padamu. Tapi aku sudah mencoba untuk menelponmu beberapa kali tapi kau selalu sibuk.. ohokk!" Yogi terbatuk pelan berusaha untuk menjelaskannya kepada Aurelia. "Kau pikir aku marah karena itu hah? Aku marah karena seharian penuh aku nungguin kamu di butik milik Gina untuk mencoba pakaian pengantin kita dan kau tidak datang tapi malah bersenang senang disini." Aurelia semakin membuat cekikannya semakin erat hingga wajah Yogi memerah sempurna. Melihat ia hampir kehabisan nafas barulah Aurelia melepas cekikannya. "Ohokkkk ohookkk.. aku harus mendapatkan hukuman yang lebih. Bagaimana mungkin aku melupakan hal itu, ini tidak bisa dibiarkan. Aku akan menghukum diriku sendiri." Yogi segera melangkah ketepi pantai untuk melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Yayat untuk menghukum dirinya. Aurelia melipat kedua tangannya penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Yogi. Dia dengan santai memasang ekspresi tak sabar melihat kesungguhan Yogi. "Ka… kau tak ingin menahanku?" Tany Yogi ragu dan takut saat melihat ombak yang menggulung besar menghantam pesisir pantai dengan keras dengan busa yang tampak mendidih di permukaan setiap gelombangnya. "Bukankah kau yang ingin menghukum dirimu sendiri? Pergilaj, tunjukkan keberanian mu!" Ucap Aurelia santai. "Uwaahhh… akan aku lakukan apapun yang kau inginkan tapi ku mohon jangan bersikap seperti ini. Kau sangat dingin dan kejam padaku." Yogi kembali kepada Aurelia dan merengek kepadanya. "Hentikan! Kau selalu saja bersikap santai dan tenang seperti ini, aku bahkan tak bisa membedakan bagian mana dari ucapan mu yang serius atau tidak." Aurelia menepis keras tangan Yogi. "Aku bisa memahami selama 7 tahun terakhir kau tidak bisa sering bersamaku karena sibuk dengan urusan perusahaan selain karena alasan perginya Alisya. Tapi bukan hanya kamu yang sibuk, aku saja sudah menyia-nyiakan banyak waktu hanya untuk bisa bertemu denganmu tapi apa yang kau lakukan?" Suara Aurelia mulai terdengar serak. Yogi tertegun tak percaya kalau Aurelia bisa juga menunjukkan kelemahannya dihadapannya. Yogi tak tahu kalau ternyata Aurelia sampai akan berpikir seperti itu mengenai dirinya meski ia paham bahwa selama ini sikapnya kepada Aurelia memang sudah sedikit jauh lebih berbeda dibanding sebelumnya. "Aurelia, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku…" Yogi mendekati Aurelia untuk menjelaskannya namun Aurelia mundur beberapa langkah dari Yogi. "Jika kau melamarku hanya untuk menepati janjimu yang dulu, sepertinya kau sudah melakukan hal salah. Kita… hentikan disini saja." Nafas Aurelia tercekat saat mengatakan itu dan segera pergi dari sana meninggalkan Yogi yang terpaku kaget dengan apa yang dikatakan oleh Aurelia. Melihat punggung Aurelia semakin menjauh, dengan sekuat tenaga Yogi mengejarnya. Yogi menghentikan Aurelia dan menariknya menghadap dirinya. "Apa lagi? Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi sekarang." Melihat mata Aurelia yang berlinangan air mata, Yogi merasakan perih dihatinya. "Umpphh!" Yogi segera mencium bibir Aurelia dengan ganas. Aurelia terus menolak dengan mendorong tubuh Yogi dan memukulinya dengan keras namun ciuman Yogi serta pelukan erat yang menahan pinggang dan kepalanya membuatnya tak bisa bergerak. Aurelia lemah dan tak bisa mengeluarkan tenaga yang cukup. "Maafkan aku, aku tak pernah menyangka kalau kau akan berpikir seperti itu. Aku takkan membiarkan hal ini terjadi lagi." Yogi menghapus air mata Aurelia dengan mengecupnya lembut. Diangkatnya wajah Aurelia, lalu kembali dikecup bibirnya dengan lebih lembut dari sebelumnya.