Chapter 426 - Keinginan Yang Kuat

Begitu profesor Ahmad masuk kedalam ruangan, ia melihat yang lainnya masih terus berusaha untuk bisa memasuki mode terakhir mereka dengan usaha yang keras. Karin bahkan terlihat paling menderita hingga Ryu terus memegang tangannya. Ryu selesai beberapa saat setelah Adith keluar dari ruangan mereka. "Kau juga sudah sadar?" Profesor yang semula masih mengamati Rinto dan Zein tak menduga kalau Ryu akan selesai setelah Adith. "Ya profesor, tapi kenapa Karin terlihat begitu tersiksa seperti ini?" Tanya Ryu khawatir dengan keadaan fisik Karin. Nafas Karin terlihat tersengal-sengal dan terus berteriak dalam diam karena mulutnya yang harus menggigit erat kain agar suaranya tak keluar tersebut. "Itu karena fisiknya tidak terbiasa dengan pelatihan keras sebelumnya. Tapi ini sangat luar biasa mengingat dia bisa mengimbangi kalian, itu artinya dia juga sudah mengalami pelatihan yang instens sebelum ini. Bagaimanapun juga tubuhnya ini adalah tubuh seorang perempuan." Jelas Ayah Alisya kepada Ryu yang terus mengusap lembut wajah Karin yang masih belum sadarkan diri dan masih bertarung dengan dirinya sendiri. "Kau tak perlu khawatir, melihat kekuatan mentalnya aku yakin kalau dia bisa menyelesaikan ini secepat mungkin dan tepat pada waktunya." Ucap profesor Ahmad untuk menenangkan Ryu. Tepat setelah itu, saat mereka sedang berbincang-bincang Rinto langsung sadarkan diri dan bangkit dari posisinya. Ia melihat alat pendeteksi jantung menempel erat di dadanya sehingga ia sedikit kaget melihat itu. "Jangan cabut dulu, aku perlu memastikan kondisimu terlebih dahulu." Profesor Ahmad segera menghentikan Rinto yang ingin melepas pendeteksi tersebut karena risih. Mendengar ucapan dari profesor Ahmad, Rinto segera menghentikan gerakannya dan menoleh kekiri dan kanannya dimana Riyan dan yang lainnya masih tak sadarkan diri dan terlihat gusar menahan rasa sakit mereka. "Bagaimana keadaanmu?" Tanya Rinto pada Ryu yang berdiri di sebelahnya. "Aku merasa jauh lebih segar!" Seru Ryu dengan senyuman kakunya karena masih mengkhawatirkan Karin. Rinto mengangguk paham akan apa yang dikatakan oleh Ryu karena ia juga merasakan hal yang sama pada tubuhnya meski ia merasa sedikit lelah pada seluruh otot dalam tubuhnya. Rinto melihat Ryu yang terus menatap penuh khawatir pada Karin yang terlihat gusar dan gundah dalam keadaan tak sadarkan diri. Mereka memang melewati waktu yang sangat berat karena pelatihan tahap akhir yang diberikan oleh Ayah Alisya dan juga profesor Ahmad. "Bagaimana dengan yang lainnya? Kenapa mereka belum sadarkan diri juga?" Rinto melirik kepada teman-temannya yang masih belum sadarkan diri. "Tidak perlu khawatir, setiap orang memiliki ketahanan mental yang berbeda-beda sehingga tentu saja akan berbeda tiap orang dalam menjalani tahap ini." Ucap profesor Ahmad sembari memperhatikan monitor yang lainnya. "Namun kalian semua sudah sangat luar biasa karena bisa sampai pada tahap ini karena pada umumnya orang-orang bisa menyelesaikannya dalam beberapa tahun sedang kalian menyelesaikannya dalam waktu 30 jam saja." Lanjut lagi menatap ke arah Rinto dengan kagum. "Ini mungkin karena keinginan kalian yang kuat sehingga kalian bisa melewati ini semua dengan baik. Aku tak tahu apa yang membuat kalian sampai seperti ini." Ayah Alisya pada akhirnya juga mengomentari semangat mereka yang begitu tinggi. "Nona.. " Ucap Ryu dengan tertunduk menatap Karin "Alisya!" Rinto juga hampir bersamaan dengan Ryu. "Nona yang mengajarkan kepada kami untuk bersikap peduli kepada siapapun tanpa melihat siapa orang itu." Jelas Ryu yang terus mengingat bagaimana Alisya yang mempertaruhkan nyawanya demi menyelamat kan teman-temannya. "Sikap peduli Alisya sudah mengajarkan kepada kami arti dari ketulusan yang sebenarnya. Dia sudah sampai mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan orang lain meski orang itu tak dikenalinya." Ucap Rinto mengepalkan tangannya karena merasa tak bisa berbuat apa-apa. "Nona dulu terus saja berusaha melindungi kami dan tak memperdulikan dirinya sendiri. Dan saat kehilangan seseorang untuk selamanya dengan cara yang sangat menyakitkan membuat kami tak ingin hal tersebut terjadi lagi." Lanjut Ryu dengan pandangan mata yang begitu tajam. "Kali ini adalah giliran kami juga untuk melindunginya dan melindungi orang-orang yang kami sayangi. Kami tidak ingin kehilangan siapapun lagi." Tambah Rinto yang kemudian saling berpandangan dengan Ryu mengangguk memberikan dukungan satu sama lain. "Dengan kekuatan ini, kami yakin kami juga melakukan hal yang sama dengan Alisya." Tatap mereka berdua dengan penuh keyakinan menghadap ke Ayah Alisya menunduk mengucapkan rasa syukurnya kepada Ayah Alisya yang telah melahirkan Alisya. "Ayumi, andai kau melihat Alisya saat ini kau akan merasa sangat bangga. Anak kita sudah memiliki seorang suami dan sahabat-sahabat yang sangat peduli padanya." Ayah Alisya menatap haru kepada keduanya. "Meski dulu aku sering melarangnya untuk bergaul, namun tak ku sangka dia jauh lebih berarti dimata orang banyak." Batin Ayah Alisya mengingat istrinya yang sudah mengajarkan kelemahan lembutan kepada Alisya yang selalu ia ajarkan dengan penuh kekerasan. "Uaarrrrghhhhhh!!!!!" Riyan yang berteriak dengan kencang membuat mereka semua kaget dan Rinto refleks memberikan tendangan berputar yang cukup kuat dikepala Riyan. Ryu juga yang kaget melemparkan sebuah botol kaca yang malah mengenai kepala Yogi dan memantul kuat. Dia yang juga ikut teriak tepat setelah Riyan kembali jatuh pingsan membuat Ryu juga refleks melakukan hal tersebut padanya. "Apa yang terjadi?" Zein bangun dengan tenang setelah sadarkan diri. "Bagaimana mungkin mereka masuk ke mode akhir dengan cara yang konyol seperti itu?" Tatap profesor melihat mereka sudah tampak tenang seolah sudah menyelesaikan tahap akhir mereka. "Dua orang ini memang mengalami kelainan mental dan otak. Aku terlalu kaget sampai harus melakukan hal itu padanya." Ucap Ryu yang merasa bersalah kepada Yogi yang kepalanya terlihat memerah karena lemparannya. "Jangan khawatir, aku bahkan melakukan hal yang lebih parah darimu." Rinto tak mengira ia harus melakukan tendangan berputar pada seorang perwira tinggi angkatan laut tersebut. "Mengapa mereka bisa berteriak sekencang itu? Untunglah aku sudah menambah lapisan pada ruangan ini agar benar-benar kedap terhadap suara." Ucap Profesor Ahmad menggeleng tak percaya. Beberapa saat kemudian saat mereka masih menatap bingung dengan reaksi Riyan dan Yogi, keduanya terlihat mulai sadarkan diri secara perlahan-lahan. "Kepalaku rasanya sakit sekali." Riyan bangkit dengan bekas kaki Rinto yang menapak jelas di wajahnya. "Aku juga merasakan hal yang sama, sepertinya dibagian ini.. Aucchhh" Yogi menyentuh kepalanya yang terlihat lebam. "Ehem, baguslah kalian sudah sadarkan diri. Tidak ada waktu lagi, sebaiknya kalian segera bersiap-siap sekarang." Ayah Alisya segera mengalihkan perhatian mereka. Meski tak tahu apa yang terjadi, Zein hanya bisa tertawa pelan sembari menarik nafas dalam melihat wajah polos dari keduanya.