Chapter 452 - Kenapa kamu menangis

Zein yang sedang mengarah ke kabin lain tertegun sejenak saat melihat Adora yang sedang bersadar di tiang pagar kapal.

"Ada apa?" Zein menghampiri Adora yang berdiri termenung menghadap lautan lepas.

Dengan hamparan laut berwarna biru yang cerah dipagi hari, kilauan laut saat itu membuat wajah Adora terlihat cantik dan sangat mempersona. Lautan lepas itu berkilauan bagaikan hamparan berlian yang sangat luas yang menyinari wajah Adora.

"Oh, tidak ada. Aku hanya menikmati angin dan pemandangan laut pagi ini." Ucap Adora dengan sedikit terbata-bata karena gugup dengan kedatangan Zein.

Melihat ekpresi Adora, Zein yakin kalau apa yang sebenarnya ia rasakan bukan hanya karena pemandangan laut tersebut, melainkan ada hal lain lagi yang juga saat ini sedang menggangu pikirannya.

"Apa kamu benar-benar tak ingin berbagi denganku? Sepertinya bukan itu yang saat ini kau pikirkan melihat matamu terlalu jauh menerawang jika hanya ingin menikmati pemandangan ini. Yah.. meski harus aku akui pemandangan laut pagi ini sangat indah." Zein bersandar pada tiang pagar kapal tak jauh dari Adora dan masih tetap menjaga jarak.

Melihat tingkah Zein seperti itu membuat Adora tersenyum pahit. Sudah cukup lama mereka berpacaran satu sama lainnya dan membina hubungan yang serius, namun sikap mereka masih tetap saja terasa sangat canggung satu sama lainnya.

"Aku memikirkan bagaimana Aura yang begitu tegar meski ia melihat Ayahnya mati dihadapannya. Bahkan membayangkannya terus membuatku sedih." Adora bernafas dengan berat mengingat anak kecil tersebut.

Adora akhirnya mencoba mengatakan apa yang dia rasakan untuk mencari cara agar memiliki pembahasan yang mungkin saja dapat membuat mereka saling memahami lebih dalam lagi.

"Akupun tak bisa membayangkan bagaimana tegarnya anak itu. Bahkan jika itu terjadi padaku, aku mungkin takkan bisa menghadapinya dan menanggungnya. Kita belajar banyak hal hari ini. Dari seorang anak perempuan berumur 5 tahun kita belajar untuk bisa menerima kenyataan yang ada." Zein menengadahkan kepalanya ke atas langit mengingat dirinya yang dulu pernah jatuh kedalam kesedihan dan sulit untuk bisa bersikap dewasa meski saat dia sudah berumur lebih dewasa dibanding dengan Aura.

Keduanya kembali terdiam dan tak ada lagi pembahasan lebih lanjut. Baik Adora maupun Zein, keduanya tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Tak ada satupun dari mereka yang bersuara membuat Adora tidak bisa berada lebih lama lagi disana.

"Aku masuk dulu, anginnya semakin kencang disini. Aku bisa sakit perut jika terus terkena angin, apa lagi angin laut terasa sedikit panas." Adora ingin segera melarikan diri dari keadaan canggung mereka.

Melihat Adora sedang beralasan, Zein seolah bisa merasakan apa yang sebenarnya sedang di pikirkan oleh Adora. Dengan ragu-ragu dia segera menghentikan Adora dengan meraih lengannya. Adora tersentak dan menatap Zein yang sedang menunduk dalam.

"Aku tau saat ini kau merasa canggung denganku. Sejauh ini hubungan kita sama sekali tak ada perkembangan karena masalah yang kita hadapi satu sama lain. Aku juga sudah terlalu lama mendiamkan dirimu." Zein mulai berkata-kata dengan sangat hati-hati.

Zein takut kalau apa yang akan dia katakan saat ini mungkin saja akan membuat Adora tersinggung dan sakit hati, oleh sebab itu ia benar-benar memilah setiap kata yang dia ucapkan takkan membuat hati Adora merasa tersakiti karenanya.

"Selama dalam pertempuran, aku terus melihat banyaknya orang yang satu persatu terluka parah hingga meninggal. Hal itu membuatku mengingat dirimu, aku takut kalau aku akan pergi dengan penyesalan karena sebuah janji yang sudah aku katakan padamu dulu." Zein mengangkat wajahnya menatap wajah Adora yang nampak tegang dan bingung.

"Aku pernah berkata padamu bahwa aku tak ingin berpacaran dan ingin segera menikah. Saat ini aku juga sudah cukup mapan dan umur kita berdua juga sudah sama-sama matang, tapi aku bahkan tak pernah lagi menyinggung akan hal itu dan mungkin kau masih menunggu diriku." Seru Zein lagi dengan tatapan mata yang membuat Adora semakin merasakan sesak karena tak menyangka kalau Zein mengetahui semuanya.

"Apa Ibumu menjodohkanmu lagi? Dan kau berbicara seperti ini karena kau ingin meminta maaf?" suara Adora terdengar lembut namun ia berusaha untuk tidak menunjukkan kepedihannya.

"I… Ibuku memang menjodohkanku dengan seorang putri dari perusahan lain, karena dia ingin aku secepatnya untuk menikah. Selama ini kau selalu saja membiarkanku dan tak pernah marah tiap kali ibuku mempertemukanku dengan seorang perempuan, Aku…." Zein yang belum menyelesaikan kata-katanya segera membuat Adora menitikkan air mata.

"Kenapa kamu menangis? A… Aku belum menyelesaikan kata-kataku." Ucap Zein terbata-bata saat melihat Adora sudah menangis dengan begitu deras.

"Aku tidak tahu apa yang akan kau katakana, tapi sepertinya aku bisa mengerti alur dari pembicaraanmu lagi kali ini." Adora melepaskan genggaman tangan Zein dari tangannya.

"Ibumu pasti inginkan yang terbaik untukmu dan juga perusahaan mu, untuk itu kau pasti ingin bilang untuk membiarkanmu lagi kali ini dan mencari cara untuk membatalkan semuanya bukan? Sampai kapan kau harus mengecewakan ibumu? Kenapa kau tak pernah berencana untuk mengatakan semuanya saja dari awal?" Adora tak ingin terlihat lemah dihadapan Zein sehingga ia dengan cepat memasang ekspresi tegarnya.

"Adora, bukan itu maksudku. Dengarkan penjelasanku dulu…" Zein mencoba untuk membuat tenang Adora.

"Sudahlah Zein, dunia kita berbeda. Aku memang takkan pernah pantas buatmu, sebaiknya kamu turuti apa yang di inginkan oleh kedua orang tuamu. Akulah yang terlalu banyak memberikanmu tekanan dengan mengharapkan banyak hal dari dirimu. Aku akan baik-baik saja." Ucap Adora berusaha menyunggingkan senyuman manis di wajahnya.

Zein terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Adora, ia tak pernah mengira kalau Adora sampai berpikir seperti itu. Dia terdiam beberapa saat membuat Adora melangkah pergi dari hadapannya. Menyadari Adora yang sudah melewatinya, Zein sekali lagi datang menghampiri Adora.

"Dengarkan dulu penjelasanku, aku sudah memiliki rencana lain untuk semua ini." Ucap Zein cepat menghentikan langkah Adora.

"Kalau begitu katakan padaku apa rencanamu?" tatap Adora dengan tajam ke arah Zein.

Adora hanya ingin agar Zein bisa melibatkan dirinya dalam setiap rencana yang berhubungan dengan dirinya karena dengan begitu ia juga tahu akan apa yang harus ia lakukan.

"Aku tak bisa mengataknnya padamu sekarang, karena masih banyak yang harus aku lakukan sebelum menjalankan rencana itu. Selain itu aku benar-benar tak ingin memberikan sesuatu yang belum dapat aku pastikan kebenarannya." Jelas Zein dengan lembut berusaha agar Adora tidak salah paham terhadap dirinya.

"Kalau begitu pastikan! Setelah itu aku percaya padamu." tegas Adora meninggalkan Zein sendirian di gelanggang kapal.