Chapter 466 - Maukah Kau Berjuang Bersamaku?

Semua orang larut dalam moment mengharukan bahagia serta konyol tersebut. Tak ada dari mereka yang berkomentar pedis seperti yang terjadi pada Alisya sebelumnya. Lampu kembali dinyalakan dan semakin terang menyinari mereka semua. Ibu dan Ayah Karin juga semakin bahagia dengan apa yang terjadi kepada mereka berdua, sehingga ia berusaha menahan air matanya dengan menarik nafas dalam. "Jangan lupa lamaran resmi, kamu harus melamar dengan cara yang benar yaitu membawa orang tua ke rumah wanita. Karena itu cara lamaran orang muslim yang baik." Ucap ayah Karin mengingatkan Ryu. Ryu menatap ke arah Ayah Alisya yang sudah dia anggap sebagai orang tuanya karena dia adalah seorang yatim, langsung mendapatkan anggukan keras darinya. Ryu menoleh dengan penuh semangat. "Sekarang juga bisa kok Om!" Ucap Ryu dengan polos yang langsung membuat semua orang di dalam kembali tertawa terbahak-bahak. "Dasar! Itu harusnya dilakukan di rumah, bukan di tempat keramaian seperti ini. Sudah pisah.. Minggu depan baru kamu kerumah." Ayah Karin langsung menarik Karin dari sisi Ryu. Meski tidak mengerti apa maksudnya, tapi Ryu bisa memahami apa yang dimaksudkan oleh ayah Karin. Karin hanya bisa tertawa pelan dan pergi dari hadapan Ryu. "Waaah… selamat kepada sahabat saya Ryu yang sudah berhasil. Sekarang tinggal seorang lagi, pestanya takkan berakhir sebelum semua kebahagiaan menjadi satu di dalam ruangan ini." Aurelia segera bersuara dengan begitu heboh setelah mengetahui rencana Yogi. Kedua orang tua Yogi dan Kedua orang tua Aurelia terlihat cukup menikmati semua yang sedang terjadi sehingga ia merasa bangga kepada kedua anaknya yang tidak egois dan juga ingin menjadikan pernikahan mereka sebagai momentum yang mereka habiskan bersama dengan orang-orang yang mereka cintai. Mereka semua menebak-nebak apa yang akan terjadi, jika para tamu undangan lain mengira kalau Adith akan melamar Alisya, maka Emi dan yang lainnya menduga kalau kali ini adalah giliran Adora. Ketika mereka menduga bahwa akan ada lamaran berikutnya yang terjadi, lampu sorot tiba-tiba menyoroti kedua orangtua Zein. Keduanya tampak kaget dan tak menyangka kalau mereka yang akan mendapatkan sorotan. "Apa saya akan mendapatkan lamaran lagi?" Tanya ibu Zein menatap suaminya dengan eskpresi yang tak bisa di terjemahkan. "Siapa yang berani melamar istriku yang sudah tua renta dan chuby ini?" Tatap sang suami berlagak marah yang langsung mendapatkan pukulan dari istrinya. "Diam kau! Maki ibu Zein dengan kesal kepada suaminya. Ia kesal karena mengira kalau suaminya akan menampilkan sesuatu yang mengejutkan. Seseorang tiba-tiba menghampiri keduanya dengan tatapan penuh kasih namun ada sedikit keraguan di dalamnya. "Ayah, Ibu! Zein minta maaf karena selama ini Zein belum pernah menceritakan hal ini kepada Ibu. Ibu selalu bertanya siapa perempuan yang aku suka hingga terus menolak setiap perjodohan yang ada." Zein terduduk di bawah dan memegang erat punggung tangan ibunya. Suaranya sangat lembut dan penuh kasih. "Apa kamu mau bilang dia ada disini dan kau ingin meminta izin kepada kami untuk melamar dia?" Tanya ibunya dengan suara yang tegas. "Aku tak tahu apakah aku bisa melamarnya atau bagaimana, tapi untuk saat ini aku akan memperkenalkan dia kepada kalian. Maafkan aku karena memanfaatkan orang banyak untuk bisa menerima izin dari kalian berdua." Jelas Zein lagi yang tertunduk takut. Zein memang anak yang arogan di mata teman-temannya dulu dan sangat dingin, namun sebenarnya dia adalah anak yang sangat penurut kepada kedua orang tuanya. Dia selalu menuruti setiap keinginan kedua orang tuanya dan tak ingin membantah mereka namun kali ini untuk pertama kali Zein ingin menyatakan perasaan dan keinginannya sendiri. "Jika kau tak ingin melamarnya, untuk apa kau lakukan ini dan meminta izin kami?" Tanya Ayahnya kepada Zein karena tak memahami apa maksud dari apa yang sedang dilakukan oleh Zein saat ini. "Itu karena Zein takut kalian tidak menerimanya dan menolaknya. Makanya kak Zein sengaja memanfaatkan orang banyak kalian bisa sedikit lebih mempertimbangkan keinginan kak Zein." Ucap Zyzy dengan santai yang langsung mengena dengan telak apa yang ingin dikatakan oleh Zein. "Mulut anak ini selalu pedas! Dia mengambil siapa sih?" Ibu Zein menatap Zyzy dengan tajam sedang Zyzy hanya membuang muka tak peduli. "Siapa lagi kalau bukan dirimu!" Gumam Ayah Zein yang langsung bersiul seolah tidak terjadi apa-apa. "Oke, karena kamu sudah membicarakannya, siapa perempuan itu? Aku ingin lihat siapa dia sampai benar-benar membuatmu terus menolak perjodohan ini sama seperti terakhir kali." Tegas ibunya menjadi sangat penasaran. "Apa itu artinya dia juga ada di pesta ini?" Tanya ayahnya langsung melihat ke sekeliling ruangan itu. "Tante sama Om gimanasih? Rencana awalnya kan mau buat Zein dan Aku jadi lebih dekat biar dia bisa menerima perjodohan ini. Kenapa sekarang malah seperti ini?" Tanya seorang wanita yang mungkin kali ini menjadi wanita yang dijodohkan dengan Zein. "Sebentar Violet, kamu sebaiknya tenang dulu. Tante juga ingin memastikan siapa yang sudah membuat Zein memiliki pendirian untuk mengungkapkan keinginannya." Ucap ibu Zein menenangkan Violet. Melihat mata tegas ibu Zein, Violet akhirnya pasrah dan langsung kembali duduk di kursinya. Ibu Zein menatap kepada Zein dengan tatapan perintah kalau ia bisa menunjukkan wanita itu sekarang. Zein kemudian berdiri dari posisinya dengan sejenak menarik nafas dalam. Melihat itu semua orang juga merasakan ketegangan bahkan dengan mic terbang yang berada di sekitar mereka membuat nafas Zein terdengar sangat jelas. "Tidakkah kau lihat kalau baru kali ini Zein bersikap seperti itu?" Ayah Zein berbisik di telinga istrinya yang dijawabnya dengan anggukan pelan. Zein secara perlahan melangkah dengan pasti mendekati seseorang. "Maukah kau berjuang bersamaku?" Zein menjulurkan tangannya kepada Adora dengan tatapan penuh harap. Adora melihat kesungguhan Zein kali ini. Zein sebenarnya bukanlah orang yang gampang gugup maupun ragu-ragu terhadap sesuatu, namun kali ini Adora bisa melihat sisi lain dari Zein. "Pergilah, apa lagi yang kau tunggu?" Karin segera menyadarkan Adora yang terbengong. "Bukankah ini yang sudah membuat kita merencanakan semuanya?" Jati tersenyum kepada Adora agar ia memberanikan diri. "Kau tak perlu takut, karena sekarang kau bisa melangkah bersama dia." Feby menyikut bahu Adora dengan Emi dan Gina juga tampak ikut mendukungnya. "Pergilah!" Alisya juga ikut meyakinkan Adora yang kemudian secara perlahan dia meraih tangan Zein dan melangkah menuju ke hadapan kedua orang tua Zein. Dari kejauhan ibu dan ayah Zein bisa melihat siapa yang sedang dituju oleh Zein. Mereka berdua sudah pernah melihat Adora sebelumnya.