Sepertinya Randika mulai mengkhawatirkan adik iparnya ini, meskipun penampilannya tidak kalah cantik dengan Inggrid, kepribadian dan cara berpikirnya benar-benar masih anak-anak.
Hannah sedikit cemberut. "Terserah kakak mau percaya atau tidak, yang penting aku lebih kaya daripada kakak." Kata Hannah sambil menjulurkan lidahnya.
Randika hanya geleng-geleng. "Sudah hentikan basa-basimu. Aku tidak tahu apa yang kamu mau dariku sekarang, tetapi aku tidak akan membantumu. Selama kamu tidak mendapatkan ijin dari kakakmu itu, jangan harap kamu mendapatkan bantuanku."
Randika berbalik dan tertawa dalam hati. Randika sendiri sudah cukup kapok membantu Hannah. Mulai dari klub karate, lomba balap liar, lomba renang, semuanya berawal dari ajakan adik iparnya ini ke tempat-tempat aneh.
Jadi Randika memakai kartu As-nya yaitu istrinya Inggrid. Memakai nama Inggrid mungkin akan membuat Hannah ketakutan dan tidak jadi meminta bantuannya.
"Ah kak! Tunggu sebentar! Kali ini aku tidak butuh bantuanmu kok. Aku juga tidak ingin melihat balapan ataupun merepotkanmu." Hannah segera mengejar Randika yang berbalik badan itu. Dia dengan cepat menaruh tangan Randika di belahan dadanya. "Kak, aku cuma sedang ingin singa bersama kakak."
Singa?
Wajah Randika terlihat ogah. "Tidak tertarik, cari orang lain sana."
"Ah kak, jangan gitu dong. Singa ini berbeda dengan singa lainnya!" Hannah dengan cepat memelas.
"Apa bedanya? Kepalanya dua? Kakinya delapan? Kan sudah kubilang awal tadi jangan terlalu berkhayal." Kata Randika sambil tertawa. Dia sama sekali tidak tertarik dengan singa yang dikatakan sebagai raja para hewan itu, dia lebih tertarik dengan serigala yang tidak pernah menundukan kepalanya pada apa pun.
"Percayalah kak, singa ini benar-benar berbeda! Singa ini dari Afrika jadi pasti berbeda." Kata Hannah.
"Singa dari Afrika?" Randika menemukan sofa untuk dirinya duduk dan Hannah pun ikut duduk. "Singa itu sudah menempuh jarak yang jauh dari Afrika jadi pasti singa itu sudah berubah jadi kucing. Apa bagusnya coba?" Kata Randika.
"Kak ayolah, temani aku pergi ke sana. Ya kak, ya?" Hannah kembali menggunakan taktik belahan dadanya. Dadanya yang kelas 1 itu benar-benar lembut dan menggoda. Belum lagi rengekan Hannah itu benar-benar membuat semua hati orang menjadi luluh, entah kenapa suaranya itu mengandung kemurnian yang tidak bisa dijelaskan.
Melihat Hannah yang sudah seperti ini, Randika hanya menghela napas. Pola seperti ini sudah sering terjadi, jika dia tidak mengiyakan maka Hannah akan merencanakan sesuatu yang buruk padanya. Jika Randika setuju maka suatu masalah akan terjadi pada waktu itu. Jadi pilihan terbaik adalah diam dan menikmati sensasi belahan dada adik iparnya itu.
Melihat Randika yang hanya terdiam, Hannah sudah tersenyum nakal dan memalingkan wajahnya. "Kalau kakak tidak mau menemaniku melihatnya, jangan kaget sama konsekuensinya."
"Memang konsekuensinya apaan?" Randika terlihat bingung. "Sudahlah Han, jangan mengancam seperti anak kecil terus. Kakak sudah tidak bisa ditipu seperti itu lagi."
"Oho, benarkah seperti itu?" Senyuman Hannah makin lebar. "Akhir-akhir ini aku jarang bisa tidur dan saat aku tidur dengan kak Inggrid itu benar-benar nyaman bagiku. Dalam sekejap aku bisa tidur dalam pelukannya kak Inggrid jadi aku memutuskan untuk tidur dengannya selama sebulan. Dan tentu saja kak Inggrid tidak mungkin menolakku kan?"
"Uhuk!"
Randika yang sedang minum air itu menyemprotkan air dari dalam mulutnya. Kejam sekali rencana adik iparnya ini!
Saat Randika menoleh ke arah Hannah, senyuman adik iparnya ini benar-benar lebar dan penuh dengan ejekan.
Randika ingin mengatakan bahwa dia tidak takut dengan ancamannya adik iparnya ini tetapi tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya, tenggorokannya benar-benar kering.
"Jadi bagaimana kak? Apa kakak masih tidak mau menemaniku?" Kata Hannah dengan nada mengejek. "Atau kakak ingin aku tinggal di rumah selama sebulan?"
Randika sambil menghela napas dan mengepalkan tangannya, dia mengatakan. "Besok siang jam berapa berangkatnya?"
..........
Kebun Binatang Cendrawasih
Hari ini kebun binatang kota ini benar-benar ramai. Banyak orang lalu lalang ke tempat ini. Banyak keluarga membawa anak-anaknya untuk melihat-lihat keragaman flora dan fauna, banyak pasangan muda-mudi sekaligus pasangan manula yang terlihat santai berjalan menikmati hari.
Randika menelusuri jalan setapak dengan kedua tangannya di kantong celananya, sedangkan Hannah sibuk menarik tangan Randika itu. "Hahaha, monyet itu mirip kak Randika! Eh, itu ada koala kak! Ayo cepat difoto mumpung lagi makan!"
Randika yang ditarik ke kanan ke kiri benar-benar pusing. "Han, jadi tujuanmu membawaku ke sini karena kamu merasa canggung di sini banyak pasangannya?"
Sebagian besar orang yang datang ke kebun binatang ini adalah pasangan jadi jika orang datang sendirian ke sini, akan terasa aneh dan timbul rasa iri.
Hannah menjadi cemberut ketika mendengar Randika. "Aku cuma mengajakak kakak karena kak Randika nganggur."
Hannah terus menerus menarik Randika ke berbagai tempat. Ketika mereka melihat area jajan, Randika menjadi bersemangat. "Wow, sosis bakar!"
Sambil masih meneteskan air liurnya, Randika ditarik oleh Hannah.
"Pak beli dua!" Hannah mengeluarkan uangnya sambil tersenyum.
Randika mengangguk puas, ternyata adik iparnya ini tahu diri juga.
Hannah lalu mengambil kedua sosis itu yang masih panah, Randika sendiri sudah tidak sabar mencicipinya. Namun, apa yang dilihatnya membuat dia terkejut. Randika melihat Hannah membuka mulutnya dan mencicipi kedua sosis itu bersamaan.
"Wah enak sekali, makanan di tempat ini ternyata enak juga." Hannah masih sibuk mengunyah sambil terus melihat-lihat jajanan lain. Ketika dia melihat Randika yang melongo sambil mengulurkan tangannya, Hannah merasa aneh dan akhirnya bertanya. "Ngapain kok melongo begitu kak?"
Jelas menunggu jatahku tahu! Kenapa kamu makan semuanya coba!?
Randika, yang sudah tidak bisa berkata apa-apa, mengambil kembali tangannya dan berjalan dengan wajah sedikit merah.
"Ayo cepat kita lihat singanya." Kata Hannah sambil mengunyah kembali sosisnya.
Randika mengekorinya dengan wajah muram. Yang Randika tidak tahu adalah hati adik iparnya yang sedang tertawa keras.
Di dalam hati Hannah, melihat kakak iparnya yang mudah dijahili ini membuatnya tertawa tanpa henti.
Setelah menghabiskan sosis bakarnya, Hannah kembali menyeret Randika agar jalannya lebih cepat.
Akhirnya mereka tiba di kandang singa. Terlihat bahwa parit dan pagar pembatas di mana orang-orang melihat itu benar-benar jauh jadi singa jantan itu tidak akan bisa melukai pengunjung.
Di dalam kandang itu, para pengurus membuat kandangnya mirip dengan alam yang ada di Afrika.
Banyak orang yang ingin melihat si raja hutan ini.
"Yah kak, kenapa singanya tertidur." Hannah menggoyang-goyangkan tangan Randika yang dia pegang.
Hannah sendiri di Jakarta kurang mendapatkan kebebasan, jadi dia sangat antusias ketika pergi bersama Randika ke tempat-tempat yang diinginkannya.
Di bawah tatapan orang-orang, seorang pengurus kebun binatang mengeluarkan sebongkah daging besar dan melemparkannya ke dalam kandang. Dalam sekejap singa jantan itu terbangun dan mulai makan.
"Wah kak lihat itu! Singanya bangun!" Kata Hannah sambil tersenyum.