Ciuman ini mengandung semua bara nafsu kedua pasangan panas ini!
Mereka berguling-guling di tembok dan bergantian berada di depan. Saking tidak bisa menahan nafsunya, Randika mengangkat Viona dan menggendong tubuh wanita itu sambil terus berciuman.
Mereka berdua berusaha melepaskan pakaian mereka sambil terus berciuman, mereka tidak ingin berpisah satu detik pun. Pada saat yang sama, Randika meraba-raba dada Viona yang besar itu.
Tangan Randika yang satunya bersandar di leher Viona dan berusaha membantunya melepas bajunya. Dalam sekejap, tubuh bagian atas Viona hanya tinggal beha.
Randika lalu mendorong Viona ke tembok dan memandangi kedua gunung yang indah itu.
"Randika tunggu…"
Viona kehabisan napas, tetapi bibirnya kembali ditutup oleh Randika.
Randika meraih tangan kanan Viona dan mengarahkannya pada celana miliknya. Merasakan suatu benda yang besar dan panas itu, wajah Viona makin merah. Randika juga menyelipkan tangannya ke dalam celana dalam Viona.
Di koridor yang menuju kamar tidur Viona yang minim cahaya ini, keduanya tenggelam dalam nafsu mereka. Tubuh bagian atas Viona sudah terekspos dan hanya memakai beha, sedangkan Randika mulai melepaskan celana panjangnya.
"Ran, tunggu!"
Viona berhasil lepas dari ciuman maut itu dan napasnya tidak beraturan.
"Ran, tolong jangan di sini."
Kedua bibir mereka kembali bertemu dan kali ini kedua tangan Randika juga ingin ikut bermain. Tangan kanannya meraba-raba dada Viona tanpa henti dan tangan kirinya berusaha mencari kunci kamar Viona yang ada di saku celananya.
Memang tidak mudah menemukan kunci kalau kita sedang sibuk berciuman, namun setelah beberapa saat Randika berhasil menemukannya. Randika yang sibuk memainkan lidah dan tangan kanannya, berusaha mencari lubang kunci tetapi tidak bisa-bisa.
"Ran, lanjutin di dalam saja." Viona berhasil melepaskan diri untuk sesaat. Wajahnya yang kehabisan napas itu berusaha mengambil kunci dari tangan Randika.
Randika tidak bisa disalahkan, sudah berulang kali dia ingin memakan Viona tetapi gagal terus. Dan hari ini merupakan puncak frustasinya jadi dia tidak ingin malam sempurna seperti ini habis hanya untuk mencari lubang kunci.
Karena sudah tidak sibuk, mereka berdua berhasil membuka pintu kamar dan masuk ke dalam.
Viona sudah terbakar api cinta, setelahnya mereka masuk, mereka kembali meneruskan ciuman panas mereka sambil bersandar di pintu.
Sesudahnya masuk kamar, Viona sudah tidak malu-malu lagi. Justru sekarang yang kehabisan napas adalah Randika.
"Ah!"
Tangan Randika yang masuk ke dalam celana dalamnya membuatnya mendesah nikmat, celana panjang yang dia pakai sudah terlepas.
Di bawah serangan jari Randika yang intens, akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba. Semprotan air mancur itu membuat tubuh Viona tergeletak lemas.
Sebelum Viona jatuh, Randika berhasil menangkapnya. Ini pertama kalinya Viona merasakan klimaks yang begitu kuat. Tetapi, Viona yang lemas itu menyadari sesuatu. Kenapa lampu kamarnya menyala?
Randika sudah berdiri kaku ketika menyadari apa yang ada di hadapan mereka sekarang. Viona yang tidak tahu apa-apa itu juga akhirnya melihat apa yang dilihat Randika.
Di tengah ruangan, sepasang pria dan wanita paruh baya menatap keduanya lekat-lekat. Pria paruh baya itu terlihat sedang merokok dan abu di rokoknya sangat panjang, jelas orang itu sama sekali tidak bergerak. Sedangkan yang perempuan hanya bisa melihat adegan panas di depan mereka dengan mulut menganga.
Benar-benar memalukan!
Randika sudah tidak punya wajah untuk menatap kedua orang yang dia kenal baik itu. Dia berusaha memakai kembali celananya dan membantu Viona memakai pakaiannya. Benar, wajah kedua orang itu tidaklah asing, Randika pernah melihat mereka di rumah sakit sebelumnya dan sekarang wajah keduanya itu benar-benar kaku.
Hmmm ayah dan ibu mertua, apa kabar?
"Ibu…"
Keheningan selama sepuluh detik yang terasa seperti sepuluh tahun itu akhirnya pecah oleh suara Viona.
Dalam sekejap, kedua orang tua Viona langsung memalingkan wajah mereka. Randika langsung membantu Viona kembali berpakaian. Ayah Viona sudah mematikan rokoknya dan berjalan keluar dari kamar.
Sedangkan ibunya Viona, dia hanya bisa berdiri dengan wajah malu. "Vi, ibu sama ayah cuma ingin menengok keadaanmu hari ini dan ibu tidak menyangka kalau ternyata kamu…."
Ibunya Viona tidak berani melanjutkan kata-katanya. Kejadian ini benar-benar terlalu memalukan. Dia dan suaminya telah merusak momen intim anaknya. Terlebih, mereka berdua telah melihat foreplay mereka yang begitu… intens! Seumur hidupnya dia tidak pernah klimaks sekuat anaknya itu. Kalau saja suaminya tadi tidak merokok ataupun bergerak, mungkin anaknya sudah berhubungan badan tepat di mata mereka.
Meskipun Randika sudah menjalani ratusan pertempuran dan kulit wajahnya benar-benar tebal, dia tidak bisa menahan rasa malunya jika dalam situasi seperti ini. Dia juga yakin tidak akan ada orang yang tidak malu apabila mengalami kejadian ini. Dia membuat anaknya itu klimaks di depan mata mereka sampai-sampai mengotori lantai.
"Ah… Tante, aku ada urusan jadi aku pergi duluan." Randika memakai kembali pakaiannya dengan secepat kilat dan berpamitan dengan ibunya Viona. Setelah itu dia lari secepat mungkin keluar dari rumah tanpa berpamitan dengan si ayah.
Kejadian hari ini benar-benar memalukan, Randika sudah tidak punya wajah di hadapan orang tuanya Viona.
Di lain sisi, ibunya Viona berkata pada anaknya. "Sudah tidak apa-apa Vi. Nanti kita sekeluarga akan membicarakannya dengan baik."
Sejujurnya, kedua orang tua Viona ini tidak marah karena pria yang hendak meniduri anaknya adalah pria yang telah menolong mereka sebelumnya di rumah sakit. Dan terlebih, mereka bisa melihat di tatapan mata anaknya bahwa dia mencintai pria itu dan mungkin malam ini mereka berniat untuk memperdalam hubungan mereka sebelum akhirnya kepergok.
Malu? Memang kejadian ini memalukan tetapi beda dengan rasa marah.
Randika yang berlari di jalan masih memikirkan kejadian tadi. Sangat disayangkan bahwa dia lagi-lagi gagal berhubungan badan dengan Viona gara-gara kehadiran orang tuanya.
Terkadang memang hidup tidak sesuai dengan rencana, tetapi kenapa itu selalu terjadi ketika dirinya ingin tidur bersama Viona?
SIALAN!!
Di tengah-tengah makiannya ini, HP Randika tiba-tiba bunyi.
"Kak Randika, aku punya petunjuk."
Ternyata yang meneleponnya adalah Safira. Mendengar kata-kata Safira itu, Randika segera membuang emosi yang tidak diperlukan.
"Di mana?"
"Inferno bar, yang ada di jalan Merpati." Kata Safira dengan cepat. "Orang yang kakak cari menggunakan bar itu sebagai markas dan dia sering terlihat keluar masuk dari bar itu."
"Baiklah, aku akan segera ke sana."
"Baiklah kak, aku dan Elva akan menunggumu di depan pintu masuk."
Tidak banyak bicara, Randika segera berlari sekuat tenaga menuju bar yang dimaksud oleh Safira.
Tidak lama kemudian, Randika tiba di depan pintu masuk dan melihat sosok Safira sedang melambai-lambai ke arahnya.