Sesampainya di rumah sakit, Ludius langsung membawa Silvia ke ruang ICU untuk segera di tangani, disana sudah ada Dokter Daniel.

"Ludius ada apa lagi dengan tunanganmu?" Tanya Daniel yang melihat mereka bersimbah darah.

"Dia terkena peluruku. Aku mohon selamatkan Sivia".

Ludius membaringkan Silvia di ranjang, dia di bawa masuk untuk segera di tangani.

"Tuan Lu, Peluru yang menembus bahumu juga harus segera diangkat".

"Tapi bagaimana dengan Silvia..? Aku tidak mungkin meninggalkannya". Ludius terus menerawang jauh kedalam ruang ICU,  perasaannya tidak tenang sebelum mengetahui kondisi Silvia.

"Tuan terluka, Nona pasti akan sedih jika Tuan tidak mengobati luka Tuan. Biar Bibi yang menunggu, Disini juga ada Ling Ling". Jawab seseorang dari luar.

Bibi Yun, LingLing dan Julian datang.

"Aku tahu kamu telah menjaga adikku dengan baik. Untuk urusan di Ressort, temanmu LongShang sudah mengambil alih membereskan mereka. Jadi obati dulu lukamu, aku tidak ingin adikku sedih hanya karena melihat lukamu". Kata Julian, dia sedikit lebih ramah pada Ludius.

"Aku titip Silvia, secepatnya aku akan segera kembali". Ludius di bawa dokter Daniel menuju ruang operasi yang lain. Mereka di operasi di tempat berbeda.

'Dasar.. Sudah terluka masih bisa mengatakan itu! Aku tahu kamu sangat mencintai Silvia dan mampu melindunginya. Tapi.. Tetap saja, hidup Silvia sampai kapanpun tidak bisa tenang jika dia harus menghabiskan waktunya bersama dengan orang sepertimu'. Batin Julian.

…..

Setelah 10 menit lamanya, Dokter bedah keluar dari ruang ICU. Semua yang menunggu seketika berdiri menghampiri Dokter itu.

"Tuan.. Kami sudah menscan dimana letak peluru menembus. Saat ini kondisi pasien masih kritis, dan berita terburuknya adalah peluru menembus kedalam rahim hingga mengalami kerusakan yang cukup fatal. Sebagai langkah awal untuk menghindari infeksi, kami meminta persetujuan keluarga untuk mengangkat rahim pasien segera".

Semua yang mendengar tercengang, terutama Julian. 'Jika rahim Silvia diangkat, Itu berarti Silvia tidak bisa mengandung?'. Batin Julian.

"Dok pasien sadar!". Dari dalam keluar Suster yang menjaga Silvia "Dok! Ini permintaan Pasien, dia tidak ingin rahimnya di angkat dan hanya ingin menjalani operasi normal".

Dokter yang menangani Silvia memasang ekspresi khawatir "Baiklah, kita akan melakukan operasi pengangkatan peluru, Suster siapakan segala sesuatunya. Ini pekerjaan yang cukup rumit". Dokter bergegas masuk kembali ke ruang ICU untuk melakukan operasi pengangkatan peluru.

Semalam penuh Silvia di ruang ICU tanpa seorang pun diizinkan masuk karena untuk menjaga kesterilan ruangan. Pagi ini Ludius sudah bisa keluar ruangan karena memang dia menjalani operasi ringan. Julian yang semalam menunggu Silvia di depan ruang ICU terlihat lelah.

Ludius dengan menggunakan kursi roda di bantu suster Jing Mi, yang biasa merawat Silvia datang ke depan ruang ICU.

"Julian, istitahatlah. Aku tahu kamu pasti menjaga Silvia semalaman disini. Sekarang aku sudah disini, percayakan Silvia padaku". Kata Ludius dengan lantang.

"Kamu terluka tapi masih bisa berkata seperti itu? Sepertinya kamu benar-benar sudah sehat!".

"Jangan remehkan aku, Aku ini ketua dari Naga Imperial. Luka seperti ini adalah hal biasa bagiku".

Julian beranjak dari tempat duduknya dia penepuk pundak Ludius dengan tersenyum kecut.

"Augh" rintih Ludius "Baik-baik.. Aku memang belum sembuh benar, tapi mata mu sudah seperti panda. Kalau Silvia sampai tahu kamu kurusan karena menjaganya, nanti aku yang kena marah. Cepat pulang sana!".

Julian pergi dari depan ruang ICU, kini hanya tersisa Ludius yang terus menerawang kedalam. Dibalik sikapnya pagi ini yang terlihat biasa, sebenarnya dalam hatinya dia benar-benar mengutuk dirinya sendiri karena dirinya yang telah membuat Silvia terluka.

"Apa aku masih berhak untuk berada disampingnya?". Gumam Ludius.

Suster Jing Mi yang mendengar merasa kasihan pada Tuannya itu "Tuan Lu, jangan menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang tidak sengaja Tuan perbuat. Nona Silvis pasti juga berfikiran yang sama. Dia melakukan itu pasti karena sebuah alasan yang belum bisa dia jelaskan pada Tuan. Percayalah pada Takdir, Saya yakin Nona Silvia do takdirkan untuk menghabiskan hidup bersama Tuan Lu".

Pagi ini LongShang datang untuk melihat keadaan Silvia dan Ludius. Dia melihat Ludius sudah berada didepan ruang ICU bersama suster.

"Ludius, Orang bertopeng yang kami tangkap bersama Ajudannya. Mereka mengatakan kalau mereka di bayar oleh pria tanpa nama dengan imbalan besar untuk membunuhmu. Dan alasan Silvia memyelamatkan nya adalah karena dia masih memiliki hubungan dengan pria bertopeng. Silvia memang tidak mengetahui ini, pria bertopeng itu adalah anak dari wanita yang hamil karena Ayah Silvia sebelum Ayah Silvia memutuskan untuk menikahi Ibunya Silvia. Ini memang sedikit rumit".

'Ternyata hidup calon istriku serumit ini. Apa ini alasan kamu tidak ingin melihatnya terluka, dengan mengorbankan dirimu sendiri Sayang?'. Batin Ludius.

Pagi ini Dokter bersama 2orang Suster datang untuk memeriksa kondisi Silvia.

"Bagaimana kondisi Silvia dok?". Tanya Ludius saat melihat dokter keluar ruangan.

"Kondisinya mulai stabil, pasien sudah melewati masa kritis. Pasien kini sudah boleh di jenguk hanya satu orang".

"Biarkan saya masuk Dok" pinta Ludius.

Ludius masuk kedalam ruangan di bantu Suster, dia melihat wajah putih pucat Silvia dengan selang oksigen untuk membantunya bernafas. Ludius duduk disamping Silvia, dia memegang tangan Silvia yang sedikit dingin.

"Sayang, lagi-lagi kamu terluka karena aku.  Aku selalu berbicara bahwa aku akan melindungimu apapun yang terjadi. Tapi sebaliknya, justru aku yang selalu membuatmu terluka hingga seperti sekarang ini. Sayang, katakan! Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu jauh dari bahaya?. Sekarang aku menyadari, semakin kita bersama maka kamu akan semakin berada dalam keadaan bahaya. Jika melepasmu adalah jawabannya, maka aku siap untuk melepasmu sekarang juga".

Ludius mencurahkan semua isi hatinya didepan Silvia yang masih terbaring lemah. Jemari Silvia tiba-tiba saja bergerak.

"Jangan pernah berkata untuk meninggalkanku". Gumam Silvia rilih dengan mata masih tertutup.

"Sayang, kamu sudab sadar?".