Ludius mempersiapkan diri untuk menjawab dengan pasti apa yang menjadi permasalahan sebenarnya mereka.
"Ibu Yuliana, Aku sangat menghargai didikanmu pada Silvia mengenai keyakinan maka dari itu Silvia memiliki sifat yang seharusnya dimiliki oleh setiap wanita. Bahkan aku yang tidak pernah meyakini apapun tergugah karena putrimu. Tujuanku menikahi Silvia adalah untuk menjaga kehormatannya sebagai seorang wanita. Tapi keyakinan bukanlah sebuah hal yang mudah untuk di cerna. Beri aku kesempatan untuk mendalami dahulu apa yang ada dalam hatiku. Pada saat itu tiba aku akan dengan pasti mengatakannya". Kata Ludius tegas namun tetap tenang.
Ibu Yuliana terdiam cukup lama. Dia tersenyum mendengar perkataan tulus Ludius "Tuan Lu, Aku senang kamu mau berkata jujur dan apa adanya. Aku sebagai Ibu akan merestui pernikahan kalian. Lain Jika tiba-tiba kamu menerima tanpa alasan, mungkin aku akan memikirkan kembali dan membuat keputusan sebaliknya. Menjaga kehormatan Silvia sebagai seorang wanita, aku senang kamu memiliki pemikiran seperti itu". Balas Ibu Yuliana.
Semua yang mendengar bernafas lega, terutama Ludius dan Silvia. Mereka tidak menyangka Ibu Yuliana akan berfikiran secara global dan terbuka. Kakak Lian yang duduk di samping Ludius menepuk pundaknya.
"Akhirnya adikku menikah dengan wanita baik-baik. Aku turut bahagia untukku ". Bisik Lian.
Ludius melirik Silvia yang terdiam malu, wajahnya semakin memerah di tambah dengan Gaun merah maroon yang dipakainya membuat Silvia jauh lebih menawan.
'Apakah seperti ini rasanya menerima lamaran didepan semua anggota keluarga. Aku benar-benar malu. Apakah wajahku saat ini jelek, mengapa Ludius terus menatapku? Aku kan jadi semakin malu'. Batin Silvia, dia menyembunyikan wajah malunya dari Ludius.
"Ekhem.. Maaf mengganggu. Silahkan menikmati hidangan yang sudah dipersiapkan". Kata Lian yang menyadari kecanggungan mereka.
Malam ini menjadi malam yang mendebarkan bagi Silvia, hal yang ditakutkan nya berubah menjadi sebuah rasa syukur. Kedewasaan dan kesopanan yang dia tunjukkan adalah hal yang tidak pernah dia lihat dari Ludius. Silvia merasa lega pria yang hampir membunuhnya 3 tahun lalu sudah berubah menjadi Pria yang lebih dewasa dan menghargai orang lain.
Acara makan malam berakhir di jam 9.00malam. Ludius meminta sopir untuk mengantar semua anggota keluarga kembali ke kediaman mereka. Kini tinggallah Silvia dan Ludius yang masih menikmati malam di Restaurant Garden. Pemandangan dari Lantai dua yang indah cukup memanjakan mata dan fikiran yang lelah.
"Bagaimana kamu bisa berpikiran untuk menjawab seperti tadi di hadapan Ibu?". Tanya Silvia yang memandang keluar jendela.
Angin yang berhembus menyebabkan Gaun Silvia, terpaan cahaya malam membuat wajah Silvia terlihat lebih bercahaya. Ludius yang melihat terpesona dan sesaat dia tersenyum jahil.
"Aku adalah Ludius, mudah bagiku untuk memberi jawaban dari pertanyaan Ibumu. Jika aku ingin memilikimu seutuhnya, maka aku harus menjadi diriku sendiri didepan ibumu. Aku sudah melakukan pekerjaan yang berat, sudah seharusnya aku mendapatkan bayarannya kan, Sayang.. ". Bisik Ludius yang mendekap dari belakang.
"Kamu bukannya sudah berjanji tidak akan menjahili ku lagi. Apaan..? Dasar tukang tipu, masih sama pria mesum! ". Balas Silvia ketus.
"Sayang, aku hanya memelukmu seperti ini. Lagi pula semakin pedas perkataanmu. Justru membuatku semakin suka". Bisik nya lagi.
Silvia sedekat ini dengan bisikan Ludius membuat tubuh merinding dah dadanya berdebar tidak menentu.
"Lepaskan aku pria mesum, ini sudah malam Lebih baik kembali. Bukankah besok ada konferensi pers untuk mengklarifikasi pemberitaan di media massa?". Kata Silvia beralasan, dia memberontak justru membuat pelukan Ludius semakin erat.
"Jangan bergerak, atau aku tidak bisa menahan Perasaan ini. Diam! biarlah seperti ini untuk beberapa saat". Ludius terdiam memejamkan mata dan menikmati angin malam yang berhembus melewati jendela yang terbuka.
'Dasar pria mesum, Apa kamu tidak menyadari sikapmu yang seperti ini membuat hatiku goyah?. Jantungku berdebar begitu cepat. Apakah dia menyadarinya?'. Batin Silvia.
Setelah beberapa saat. "Ini sudah malam, lebih baik kita kembali". Silvia melepas pelukan Ludius, dengan wajah tertunduk dan mengalihkan pandangannya dia berjalan tanpa menghiraukan Ludius.
Ludius yang melihat raut wajah Silvia menyadari apa yang sedang difikirannya. "Kamu terlalu baik Sayang. Bahkan kamu masih mengingat batasanmu disaat hatimu berdebar. Gadis kecil yang dulu polos dan naif ternyata masih tidak berubah". Gumam Ludius. Dia mengikuti Silvia di belakangnya.
Ludius membawa Silvia kembali. Di perjalanan Silvia hanya terdiam bahkan sampai di rumah, Silvia tidak mengatakan satu katapun dan memilih untuk masuk dalam kamar.
Waktu sudah menunjukkan tengah malam. Disaat suasana hening Ludius berjalan ke lantai dua dimana Silvia tidur, perlahan Ludius membuka pintu dan melihat kondisi gadis kecilnya. Ludius berjalan mendekat dan duduk disamping Silvia yang telah tertidur lelap.
"Kamu sebenarnya gadis yang terlalu baik untuk pria brengsek seperti ku. Walau seperti itu, aku tidak bisa melepaskanmu pada siapapun. Bahkan jika itu orang terdekat mu sekalipun. Sejak kepergian gadis kecil 15 tahun yang lalu, aku tidak pernah menaruh hati dan perasaan pada wanita manapun. Aku hanya tahu bermain dengan wanita sebagai hiburan untuk menepis perasaanku yang mengharapkan dirimu kembali ke sisiku. Apakah aku yang seperti ini masih berhak atas cintamu?". Ludius mengatakan segalanya pada Silvia yang tertidur. Dia mengecup kening Silvia dan berjalan keluar.
'Dasar pria mesum bodoh! Mengapa kamu mengatakan semua itu padaku? Aku jadi merasa sedikit bersalah. Walau aku tahu ini karena ku, Apa kamu fikir aku akan memaafkanmu karena telah menjadikan para wanita sebagai pelampiasanmu. Aku tahu mereka menikmatinya, tapi bagaimana dengan perasaanku?'. Batin Silvia. Dia mendengar semua yang di katakan Ludius, perlahan air matanya mengalir tak bisa terbendung.