Chapter 122 - 122. Mengunjungi Panti

"Karena Kakak ipar sudah datang aku tidak ingin mengganggu kalian. Jadi sepertinya aku juga harus pergi ". Kata Wangchu yang menemani Ludius rapat.

"Kamu pergilah. Tapi ingat! Aku akan menyeretmu jika sampai melihatmu berada di Bar itu lagi! ". Ancam Ludius dengan menatap tajam Wangchu.

Wangchu dengan lagaknya yang kekanakan menghampiri Silvia. "Kakak ipar, tolong aku. Boss Lu mengancamku ". Rengek Wangchu pada Silvia dengan tatapan berbinar.

"A.. Ha.. Ha... Kalian berhentilah bercanda. Lagi pula apa yang kalian lakukan tadi malam? ". Tanya Silvia yang masih penasaran dengan apa yang dilakukan Ludius hingga dia pulang dalam keadaan setengah sadar.

"Lupakan Sayang, lebih baik kita cepat pergi dari sini. Adakah tempat yang ingin kamu kunjungi sebelum kita kerumah Ibu? ". Tanya Ludius mengalihkan pembicaraan.

"Bisakah kita kepanti? Sudah lama kita tidak kesana dan aku merindukan anak-anak panti ".

"Baiklah.. Keinginanmu adalah sebuah titah bagiku Permaisuriku". Bisik Ludius dengan tatapan yang mendalam.

Ludius menggandeng Silvia keluar dari hotel, dan membawa Silvia kemobil yang dipakai Silvia, karena semua bingkisan ada di mobilnya. Sesekali Ludius berjalan dengan tatapan yang teralihkan, Seperti sedang memikirkan sesuatu. Silvia mengambil kunci dan memberikannya pada Ludius, Dia bahkan membukakan pintu dengan wajah dinginnya.

"Ludius, apa kamu sedang dalam masalah, mengapa kamu diam seribu bahasa? Sebenarnya apa yang sudah kamu bahas dengan Wangchu di ruang pertemuan tadi?. Atau jangan-jangan kamu marah karena aku tidak sengaja bertemu Zain? ". Tanya Silvia lirih yang sudah didalam mobil bersama Ludius.

"Aku tidak sedang memikirkan hal seperti itu. Kamu berfikir terlalu berlebihan ". sepertinya timmingnya tidak pas dan justru membuat Ludius semakin dingin. Dia tidak menjawab pertanyanan Silvia dan terus memegang kemudi membawa mereka dalam kesunyian selama dalam perjalanan.

Waktu terasa begitu lambat saat sikap Ludius begitu dingin, bahkan serasa berhenti berjalan. Mobil telah berhenti di depan Panti Asuhan, pengasuh Panti Ibu Weni dan anak-anak menyambut kedatangan mereka. Silvia menyapa Ibu pengasuh, disaat Ludius ingin ikut serta menyapa justru anak-anak panti menariknya dan meminta Ludius menemani mereka bermain.

"Silvia.. Kamu berbicaralah dengan Ibu Pengasuh. Aku akan menemani mereka bermain ". Kata Ludius, Silvia menoleh kebelakang dan melihat wajah dingin Ludius sudah mulai mencair .

"Silvia, lama tidak bertemu. Ayo.. Masuk nak.. Ibu dengar kamu sudah menikah dengan Tuan yang bersamamu 2 tahun yang lalu ".

"Ibu Pengasuh memang mendengar berita yang benar, kami telah menikah di China. Dan akan mengadakan resepsi juga di Indonesia karena permintaan Keluarga Al Farezi ".

Ibu Weni mengantar Silvia masuk kedalam rumah. "Silvia, Ibu turut senang mendengar Keluarga Al Farezi menyambut baik pernikahan kalian. Ibu juga memahami bagaimana hubungan kalian yang terputus dengan keluarga Inti ".

"Aku juga senang Keluarga inti mau menerima kami kembali setelah 17 tahun kami diasingkan seperti orang lain. Ibu Pengasuh.. Terima kasih selalu mendukung apa yang menjadi keputusanku ".

Ibu Weni memeluk Silvia "Sudah seharusnya Silvia. Aku telah melihatmu dari jauh tumbuh dari kecil hingga sebesar ini. Dan Ibu menyarankan agar kamu lebih berhati-hati dengan Pak Brahmantya pamanmu . Ibu tahu kamu dibiayai olehnya sejak dini. Karenai 1 bulan yang lalu ada seorang pria muda yang tidak menyebutkan namamya hanya mengatakan bahwa dia bekerja di bawah naungan BIKN (Badan Intelejen Keamanan Negara) yang harus dirahasiakan identitasnya mengatakan bahwa dia adalah temanmu. Dia yang memberitahu Ibu untuk menyampaikan ini padamu, pria itu bahkan menunjukkan bukti penggelapan dana. Awalnya Ibu tidak percaya tapi dia mengatakan ini karena khawatir kamu dan ibumu akan menjadi sasaran atau umpan untuknya melarikan diri dari jerat hukum ".

Silvia mendengarkan dengan seksama, 'Siapa sebenarnya pria yang mengaku sebagai temanku itu?. Bagaimana dia bisa mengatakan hal yang mustahil untukku percaya!. Paman Brahmantya adalah orang baik yang mau menghidupi biaya sekolahku. Bagaimana bisa dia memiliki niat sejahat itu?. Ya Tuhan.. Aku baru saja senang Ibu akan diterima keluarga Inti dan sekarang aku harus mencurigai Pamanku sendiri. Sebenarnya saat ini siapa lawan atau kawanpun aku sudah tidak bisa membedakannya '.

Setelah berbincang anjang lebar Silvia dengan Ibu Weni, ternyata Ludius masih bermain dengan anak-anak dan membagikan bingkisan yang sudah Silvia siapkan.

"Bu pengasuh... Sepertinya aku harus berpamitan, karena setelah ini kami akan mememui Ibu untuk datang kembali ke keluarga Inti ".

Silvia keluar ditemani Ibu Weni dan didepan Ludius sudah menunggunya yang masih bersama anak-anak.

"Sayang.. Kamu sudah puaskah berbincang dengan Ibu pengasuh? ". Tanya Ludius.

"Sudah.. Kita langsung kerumah Ibu yah.. ". Jawab Silvia dengan senyuman. Silvia merasa senang melihat Ludius akhirnya tersenyum disamping anak-anak panti.

Ludius memandang kesemua anak-anak panti. "Children ... Brother comes home first. Tomorrow is the wedding day Sister Silvia. Brother hope you come at your sister's wedding with the nanny ". (Anak-anak.. kakak pulang dulu. Besok adalah hari pernikahan Kakak Silvia. Kakak harap kalian datang di acara pernikahan bersama Ibu pengasuh).

Silvia menghampiri anak-anak yang kelihatan bingung dengan perkataan Ludius. "Anak-anak.. Kakak Ludius mengatakan kalau kalian harus datang ke acara Pernikahan Kakak besok. Kalian harus datang yah.. ".

"Baik Kakak Ludius.. ". Jawab anak-anak serempak.

Silvia dan Ludius berpamitan pada anak-anak dan Ibu Pengasuh Weni. Mereka pergi dengan melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Silvia dan Ludius masuk kedalam mobil.

"Sayang.. Apakah sedari tadi kamu mengkhawatirkanku? ". Tanya Ludius yang sudah didalam mobil. Dia mendekatkan wajahnya memandang Silvia dalam.

"Bohong kalau aku mengatakan tidak khawatir. Sejak kamu keluar dari tempat Pertemuan kamu selalu diam. Sebenarnya apa salahku padamu hingga kamu bersikap dingin padaku? ". Silvia berkata dengan menundukkan wajahnya, dia merasa takut menatap mata Ludius.

Ludius hanya memeluk Silvia. 'Sayang.. Maafkan aku. Ada banyak hal yang belum bisa aku katakan padamu. Mengenai aku ataupun masalahku, Lebih baik kamu tidak mengetahuinnya '.