Chapter 168 - 168. Keteguhan Hati

Ludius melepas pelukannya setelah keadaan Shashuang membaik. Begitu menyadari keadaannya Ludius seketika mundur menjaga jaraknya dari Shashuang.

"Ludius mengapa kau tiba-tiba mundur seakan sedang menjaga jarak dariku. Apa aku terlalu menjijikan?. Dan juga lenganmu sedang dalam keadaan terluka, biarkan aku merawatnya sebentar". Shashuang berjalan mendekati Ludius kembali dan berniat mengobati luka yang ada di lengan Ludius.

"Aku baik-baik saja, ini hanya luka ringan. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya. Aku tidak jijik padamu kau berfikir terlalu jauh, aku memelukmu karena kau sedang dalam keadaan tertekan. Sekarang kau sudah baik-baik saja tentu saja aku harus menjaga jarak darimu. Istri manapun pasti tidak akan menerima jika suaminya memeluk wanita lain".

"Kau begitu memperdulikan perasaan Silvia, Lalu bagaimana dengan perasaanku? Kata-katamu barusan yang tidak akan mengabaikanku lagi, apakah itu hanya sebuah omong kosong?".

Ludius mendengar perkataan Shashuang menyadari bahwa tidak semudah itu untuk membuat Shashuang mengerti. Dia memegang kedua pundak Shahuang dengan menatap kedua matanya.

"Shashuang dengarkan aku baik-baik. Didunia ini ada hal dimana kita tidak bisa memaksakan kehendak dan aku menyadari itu saat bertemu Silvia. Meski dulu aku ingin sekali membunuh dan mempermainkannya, tapi pada akhirnya justru aku yang jatuh cinta padanya. Begitu juga dengan hubungan kita yang tidak bisa di paksakan. Kesalahan yang pernah ku perbuat aku akan menebusnya. Janji untuk melindungimu pasti akan ku tepati, tapi bukan berarti kau bisa masuk dalam kehidupan diantara aku dan Silvia. Sampai kapanpun, aku tidak akan bisa menerima wanita lain selain Silvia".

"Aku Memaksakan KEHENDAK yah, dan dengan mudahnya kau bilang tidak bisa menerima wanita lain meski itu aku?". Kata Shashuang mengulangi kalimat Ludius. Dia menundukkan wajahnya dengan tangan menyentuh belahan dadanya yang terbuka lebar. Pose yang begitu erotis Shashuang tampilkan tepat didepan Ludius.

"Sudahlah, terserah apa yang ingin kau katakan dan lakukan. Aku sudah mengatakan apa yang seharusnya ku katakan".

Ludius yang tanpa sengaja melihat belahan dada Shashuang sontak memalingkan wajahnya. Meski sebagian hati Ludius tidak menapik apa yang di lakukan Shashuang, namun hati nuraninya menentang perasaan liarnya. Ludius menarik kembali tangannya yang memegang pundak Shashuang, alih-alih mengalihkan pembicaraan Ludius berjalan keluar kamar dan melihat kondisi sekitar.

5 menit kemudian Ludius kembali, dia yang melihat Shashuang belum membetulkan sikap melepas jas yang dia pakai dan memakaikannya pada tubuh Shashuang.

"Wanita ada baiknya lebih menjaga diri. Kondisi di luar sudah aman, sebaiknya kita keluar sekarang sebelum bantuan musuh dari luar datang".

"Ternyata kau benar-benar sudah berubah, kau bukanlah Ludius kejam tak berperasaan yang ku kenal dulu". Gumam Shashuang.

Ludius melangkah terlebih dahulu tanpa menunggu Shashuang yang masih di atas ranjang, belum sempat Ludius meninggalkan kamar tiba-tiba terdengar suara teriakan.

"Aaaugh.. Sepertinya kakiku terkilir".

Teriak Shashuang. Ludius menoleh dan melihat Shashuang terjatuh dari atas kasur. Tanpa berkata Ludius mengangkat Shashuang dan membawanya keluar.

Shashuang yang mendapat kesempatan berada dalam gendongan Ludius melingkarkan tangannya di leher Ludius dan merebahkan kepalanya di dada bidang Ludius dengan manja.

Ludius yang merasa sirih dengan kelakuan Shashuang memilih untuk diam, dia membaringkan Shashuang di dalam kursi mobil dan membawanya pergi dari Villa.

"Ludius, kau mau membawaku pergi kemana, ini bukanlah arah menuju rumahku".

Ludius masih tetap diam tanpa memperdulikan perkataan Shashuang, Ludius dengan wajah datarnya bahkan tidak menoleh sedikitpun seakan dia sudah lelah menghadapi segala tingkah Shashuang.

Rumah Sakit

Setibanya di Rumah Sakit tempat di mana Silvia dirawat, Ludius memarkirkan mobilnya didepan pintu masuk. Dia keluar dari dalam mobil dan membiarkan Shashuang berada didalamnya.

"Hei Ludius, aku sedang terluka. Mengapa kau meninggalkanku sendiri disini?". Teriak Shashuang dengan emosi.

Ludius tidak menghiraukan teriakan Shashuang yang mungkin menyita perhatian banyak orang. Dia pergi mencari suster yang sedang berjaga dan menghampiri mereka.

"Suster, didalam mobil terdapat wanita yang sedang terluka dan membutuhkan pertolongan pertama. Saya ingin kalian datang dan memeriksa kondisinya". Kata Ludius pada dua suster yang sedang berjaga.

"Baik Tuan, kami akan segera membawanya ke ruang pemeriksaan. Tuan juga sedang terluka, biarkan kami merawat luka Tuan".

"Suster bisa merawatku setelah aku menemui istriku. Lebih baik suster cepat memeriksa keadaan wanita yang ada didalam mobil. Saya permisi".

Meski sudah diingatkan tentang luka tembak di lengannya, Ludius meneruskan langkahnya untuk menemui Silvia yang berada dalam ruang rawat.

Setibanya di depan ruang rawat Ludius justru melihat Silvia sedang ditemani Zain, dan mereka hanya berdua dalam satu ruangan. Keadaan itu sedikit mengusik perasaan Ludius.

"Sayang, bagaimana keadaanmu?". Ludius melihat ke arah Zain yang duduk disamping ranjang.

"Tuan Lu, aku hanya menemani Silvia yang sendirian. Aku harap kau tidak memikirkan hal lain dan semacamnya". Zain beranjak dari tempat duduknya dan memilih menjaga jarak secepatnya dari Silvia.

"Terim kasih sudah menemani Silvia, kau boleh pergi". Kata Ludius datar, dia duduk di kursi yang baru saja di tinggalkan Zain.

"Baiklah, sepertinya aku memang harus kembali. Silvia jaga dirimu baik-baik". Zain keluar dari ruang rawat tanpa menunggu sahutan Silvia.

Silvia yang melihat wajah dingin dan acuh Ludius sudah di pastikan merasa tidak suka dengan keberadaan Zain yang hanya berdua dengannya.

"Ludius, jika ada yang ingin kamu tanyakan katakan saja. Aku akan mengatakan semuanya padamu".

"Tidak perlu, aku percaya padamu". Balas Ludius, dia menatap wajah Silvia dengan senyuman.

Silvia yang baru menyadari luka yang berada di lengan Ludius membuatnya merasa bersalah. "Lenganmu sedang terluka, tapi mengapa kau justru kemari bukannya merawat lukamu?". Silvia membetulkan posisi duduknya dan melepaskan satu persatu kancing baju milik Ludius.

"Aku lebih memilih istriku yang membuka setiap kancing bajuku dan merawat lukaku. Aku takut istriku yang manis ini akan cemburu dan melampiaskan amarahnya padaku. Karena seorang Ludius tidak akan berdaya di hadapan istri tercintanya". Katanya merayu.

"Modus…!". Balas Silvia yang bersemu merah. Ia melanjutkan membuka kancing baju Ludius, pahatan dada bidang Ludius tergambar jelas di balik kemeja yang selalu ia pakai. Sekali lagi, Silvia tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari kesempurnaan suaminya.

'Pria tampan bak Pangeran dengan segudang misteri ini adalah suamiku, Entah berapa ribu wanita yang sudah menginginkan Ludius untuk menjadi milik mereka, meski itu hanya bermain rajang selama semalam lamanya. Mengingat hal ini, kadang dada ini terasa sesak'.

=========

Sadar dan menahan diri terkadang lebih baik dari pada menuruti hal yang sekilas menarik hati. Bukan maksud hati untuk munafik, hanya saja kehidupan selalu nampak bagai ilusi yang terlihat indah namun pada akhirnya hanya berbuah luka dan melukai.

=========