Chapter 172 - 172. Memejamkan mata

Langkah cepat Ludius menandakan kemarahannya tidaklah sedikit, siapapun akan merasa di khianati jika tiba-tiba mendatangkan orang baru untuk mengatasi hal yang sebenarnya mudah namun dibuat pelik.

Ludius kembali ke ruangannya, ia yang merasa lelah menyandarkan tubuhnya di kursi Direktur, dimana orang-orang menginginkannya. Saya

"Ini baru permulaan, aku merasa ada hal besar yang akan terjadi di kemudian hari. Secepatnya harus menyingkirkan penghalang sebelum masa itu tiba. Memimpikan hidup sederhana hanya berdua dengan Silvia.. Sepertinya itu memang hanya akan menjadi mimpi belaka".

Tok… tok…

"Permisi Tuan, bolehkah saya masuk?". Tanya seseorang di luar pintu .

"Masuklah!".

Dari luar pintu Bianca masuk dengan anggun, wanita dengan tubuh tinggi semampai ini membawa dokumen dan berdiri disamping Ludius.

"Tuan Lu ada tamu untuk anda. Beliau adalah Tuan Daniel Qin yang menandatangi kontrak bersama Tuan Lian beberapa waktu yang lalu".

"Baik, temani aku menemui Tuan Daniel".

"Baik Tuan".

Ludius yang baru beberapa menit bersandar kembali berdiri untuk menemui seseorang. Lelah…? Tentu saja tidak, tidak ada didalam kamus Ludius Lu untuk merasa lelah menghadapi lawan atau kawan. Tapi.. Ada kalanya seseorang juga merasa jenuh, kejenuhan yang membunuh secara perlahan.

Bianca tanpa memberi aba-aba menggandeng lengan Ludius yang berjalan di depannya. Begitu lancang, namun apa yang di fikirkan Ludius hingga dia diam tanpa berkata atau menegur?

"Tuan Daniel, senang berjumpa dengan anda disini". Sapa Ludius sesampainya di ruang khusus tamu.

"Tuan Ludius, baru kali ini kita dapat betatap muka. Senang berjumpa dengan anda". Daniel mengulurkan tangannya dan saling berjabat tangan.

"Tuan Daniel, silahkan duduk. Ada gerangan apa Tuan Daniel datang menemui saya di kantor?".

Alih-alih menegur atau hanya menyindir, Daniel tersenyum dengan memberikan pertanyaan yang membuat Ludius harus membohongi perasaannya.

"Tuan Lu, saya dengar anda sudah menikah. Apakah Nona ini adalah istri anda?".

"Untuk apa Tuan Daniel mempertanyakan ini? Bukankah kita akan membicarakan mengenai kontrak kemarin?".

"Mengenai kontrak sudah jelas, Kakak anda sudah menandatanganinya. Saya hanya ingin menanyakan istri anda. Tidakkah ini memalukan.. Menggandeng wanita lain di belakang istri yang sangat setia. Apakah anda sangat tidak menginginkannya?".

Pedas.. Sungguh pedas perkataan dari Daniel, Tapi Ludius hanya bisa diam. Ada sejuta alasan mengapa ia melakukan ini, bukan karena melupakan Istri tercintanya. Ia hanya menganggap ini bagian rencana dan kedekatan antara Bos dan Karyawan.

Apakah cara ini juga masih di katakan munafik..?

"Itu bukan urusan anda, dia adalah sekretaris pribadi saya. Jangan membuat pernyataan seolah saya melakukan kesalahan pada istri saya!. Atau jangan-jangan Tuan Daniel juga menginginkan Istri saya?".

"Siapapun tahu, Istri dari Tuan Lu adalah wanita yang berbeda. Siapapun yang dekat dengannya akan merasa nyaman, begitu juga denganku. Dia sosok wanita spesial 1 banding 1 juta. Sederhana, apa adanya, mampu menjaga hati dan memiliki keteguhan hati meski dia begitu ceroboh, perkataannya begitu pedas, dan begitu bawel".

Sesaat Ludius tercengang, "Siapa kau sebenarnya, Mengapa begitu mengerti tentang Istriku?".

"Sudah ku katakan, Istrimu begitu istimewa. Siapapun yang bertemu dengannya akan jatuh cinta. Aku hanya akan mengatakan, jangan sia-siakan Istrimu atau orang lain akan merebut ketulusan hatinya. Dia bagai mutiara didasar lautan, begitu tak terlihat tapi sekali terlihat akan memancarkan cahaya yang memikat siapapun yang melihatnya".

"Untuk kontrak, kau tanyakan saja pada Kakakmu. Sampai jumpa Tuan Lu". Daniel Qin berdiri dan memberikan salam perpisahan dengan senyum simpulnya.

"Tuan Lu..". Panggil Bianca.

Ludius melepas tangannya dari gandengan Bianca. "Kembali ke ruanganmu, jangan ganggu aku!". Ludius pergi kembali keruangannya dengan tatapan, didalam ruangan yang sunyi ia melihat foto Silvia yang sedang memeluknya.

Mengapa setiap tangan ini akan menggapai kebahagiaan bersamamu selalu tak pernah sampai, seakan kebahagiaan itu selalu menjauh.

Apakah aku memang tidak di takdirkan untuk menua bersamamu?

Apakah Tuhan sangat membenciku hingga terus menjauhkanmu dariku?

Apa permintaan sebuah kebahagiaan terlalu berat untuk di kabulkan?

Orang terkaya dengan segala kekuasaan yang ada, tapi sulit untuk menggapai kebahagiaan meski terlihat didepan mata. Inikah hasil yang harus di tanggung?

Cinta, Kebahagiaan, Luka, Cobaan, mengapa selalu mengiringi hidup yang terlihat Indah ini?

Pertanyaan demi pertanyaan terus menghampiri Ludius, semakin ia ingin bahagia semakin sulit juga ia menggapainya. Meski ia mampu meninggalkan semua yang ia punya tapi bagaimana dengan orang yang telah mendukungnya?

"Sudahlah, biarkan aku memejamkan mata..". Gumam Ludius. Ludius memejamkan matanya berharap dapat menenggelamkan semua masalahnya dalam tidurnya.

Beberapa saat setelahnya, suara pintu perlahan terbuka. Langkah suara kaki terus mendekat, Silvia yang melihat Ludius yang memejamkan mata dengan sebutir air mata di sudut matanya membuat Silvia tidak bisa menahan air matanya.

"Percayalah.. Aku pasti akan menua bersamamu, membangun rumah didesa dengan suara anak kecil yang berlarian. Jangan pernah salahkan Tuhan, ini hanya bagian dari rencana Nya untuk membuat kita bersama. Kau sudah sangat berusaha untuk menjadi yang terbaik. Air mata yang berada disudut matamu menandakan kamu masih memiliki hati dan berhak bahagia". Gumam Silvia.

Silvia mendekat ke arah Ludius, ia memandang lekat-lekat wajah suaminya yang tengah damai dalam mimpinya. Perlahan ia menyeka air mata yang ada di sudut mata suaminya.

"Pria yang selalu terlihat kuat dan bersikap tanpa hati, untuk kedua kalinya aku melihat air matanya. Seberapa berat kamu menanggung beban di hatimu Sayang?". Biarkan aku menanggung setengahnya untukmu. Jangan sembunyikan apapun dariku, karena sisi rapuhmu takkan bisa kamu sembunyikan dariku".

Silvia tidak bisa menahan air matanya melihat sisi rapuh Ludius tepat didepan matanya.

'Sedari tadi aku selalu gelisah dan memikirkan sesuatu akan terjadi. Maka dari itu aku pergi dari Rumah Sakit dan menemuimu. Tidak ku sangka aku melihatmu seperti ini. Sebenarnya apa yang terjadi?'.