Chapter 173 - 173. Hujan

Detak jantung Silvia tidak henti-hentinya berdetak, rasa sesak memenuhi ruang hatinya. Bayangan 3 tahun yang ia jalani bersama Ludius seakan muncul satu persatu. Kenangan duka dan lara masih nampak jelas di depan matanya.

Bukankah Tuhan mempertemukan kita untuk saling jatuh cinta?

Tidakkah ini juga bagian dari rencana Nya?

'Kau selalu menyembunyikan setiap duka dan laramu dari semua orang, bahkan dariku orang yang kau cintai. Lalu.. Bagaimana cara menghapus setiap duka dan laramu?'.

==========

Aksara hati takkan mampu terucap layaknya nyanyian tanpa syair dan nada.

Bisikan halus menyemai luka, tidakkah itu terlalu perih?

Biarkan langkah hati ini menggapaimu yang tengah sendiri,

Lukamu lukaku..

Sedihmu sedihku..

Tidakkah kau tahu itu?

Aku dan kau..

Memiliki ikatan yang tidak terlihat namun jelas,

Bagai benang merah yang saling terhubung.

Kau dan aku..

Cinta kita yang tidak biasa..

Memiliki takdir untuk bersama, mengapa masih harus terpisah?

==========

"Aku disini Sayang, kau boleh menangis di pelukanku. Berbagilah rasa lelahmu denganku, karena hanya aku yang dapat memahami perasaanmu". Tiba-tiba air mata Silvia jatuh membasahi wajah Ludius.

Perlahan Ludius merasakan kesejukan yang mendekatinya, seolah Silvia tengah merengkuhnya di saat ia dalam kegelapan. Ludius terbangun dari mimpi buruknya dan melihat sosok yang ia kenali.

"Sayang.. Mengapa kamu ada disini?". Tanya Ludius dengan wajah yang sedikit pucat, tangannya tanpa sadar memegang wajah Silvia yang basah. "Kamu menangis?". Tanya nya kembali.

"Mataku hanya kelilipan debu. Kamu sendiri mengapa tertidur di dalam kantor seperti ini? Apakah tidurmu nyenyak?". Tanya Silvia balik, ia memperhatikan wajah tampan suaminya yang selalu menjadi pujaan setiap wanita.

"Bohong, kau tidak pandai berbohong. Akhir-akhir ini aku selalu bermimpi buruk, semua yang ada dalam genggamanku lepas begitu saja dari tanganku. Dan yang paling aku sesali adalah aku tidak bisa menjagamu hingga kamu lepas dari pelukanku".

"Itu hanya sebuah mimpi, seperti yang kamu lihat Aku masih ada disini. Kamu mau ikut denganku pulang?".

"Sayang, kondisimu belum membaik. Mengapa kau selalu kabur dari rumah sakit?".

"Aku bosan, lebih baik kita kembali kerumah dan makan siang bersama". Bujuk Silvia.

Ludius beranjak dari kursinya dan mengecup kening Silvia. Ia mengangkat Silvia dalam pelukannya dan membawa Silvia keluar dari ruangannya. Didepan ruang Direktur sudah ada Lianlian yang ingin menemuinya.

"Ludius, apakah kau akan kembali?". Tanya Kakak Lian yang melihat. "Mengenai Dewan Direksi..". Belum sempat Lianlian meneruskan perkataannya Ludius sudah memotongnya.

"Aku tidak ingin membahas mereka untuk saat ini. Istriku sudah jauh-jauh kemari dalam kondisi lemah, aku harus mengantarnya pulang".

"Baiklah, kau antar adik ipar dulu. Kita bahas ini lain kali". Lianlian yang melihat Silvia memberi isyarat padanya menganggukkan kepala dan tersenyum pada Silvia, mengerti akan kondisi Ludius saat ini.

Perlahan Ludius membawa Silvia melewati beberapa ruangan Karyawan. Sikap lembut Ludius yang membawa istrinya dalam pelukannya sontak menarik perhatian semua staf dan karyawan, tidak terkecuali Bianca Luze yang baru keluar dari ruang Sekretaris. Samar-samar terdengar orang-orang membicarakan mereka bahkan mengikuti mereka hingga depan gedung.

Bukankah itu Direktur, Bagaimana dia bisa bersikap begitu romantis?

Pemandangan yang begitu langka, inikah sosok dari Direktur?

Bagaimana Direktur bisa begitu perhatian pada istrinya dan dingin pada orang lain?

Silvia yang melihat kelembutan Ludius melingkarkan tangannya di leher Ludius dan menyandarkan kepalanya di dada Ludius. Meski Silvia sadar ia di perhatikan semua orang, tapi itu sebanding dengan perhatian yang di berikan Ludius saat ini.

"Tuan Lu.. Ini masih di kantor. Apa kau tidak merasa malu melakukan ini didepan karyawanmu terutama pegawai wanita yang ada disini?". Tanya Silvia dengan nada jahilnya.

"Aku tidak peduli.. Kau adalah istriku yang paling ku cintai, untuk apa aku malu?. Lagi pula istriku tengah hamil dan dalam kondisi lemah. Biarkan aku menggendongmu sampai mobil". Kata Ludius tanpa melihat kesekeliling yang terus memperhatikannya.

Diam-diam Silvia tersenyum simpul melihat suaminya begitu romantis. Di tengah masalah yang terus pasang surut, Ludius mampu membuat Silvia tersipu tentu saja ia tidak akan menyia-nyiakannya.

Ludius langsung membawa Silvia depan mobil yang sudah terparkir di depan Gedung.

"Tuan.. Silahkan masuk". Satpam yang sedang berjaga didepan gedung membukakan pintu depan mobil.

Perlahan Ludius membaringkan Silvia di kursi depan dan dia sendiri masuk lalu membawa mobil meninggalkan kantor.

"Apa yang kamu fikirkan saat ini suamiku?". Tanya Silvia di sela perjalanan, ia terus memperhatikan Ludius yang terus memperhatikan jalan dengan pandangan kosong.

"Tidak ada.. Istriku terus memperhatikanku apakah karena ingin menerobos kedalam hatiku dan mencaritahu apa yang terjadi?".

"Salah sendiri tidak mau bilang, cukup bagiku melihat kedua mata indahmu untuk mencaritahu apa yang terjadi".

"Sudah aku katakan, jangan mencoba menebak isi hatiku atau kau akan kecewa". Jawab Ludius datar, ia masih tidak mau memandang Silvia balik meski hanya sekilas.

Waktu terasa amat panjang, Silvia tidak ingin melanjutkan perkataanya dan memilih memandang ke luar. Di balik jendela terlihat mendung, dan berawan hitam.

"Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan". Gumam Silvia.

Tidak berselang lama hujan turun dengan lebatnya dan lucunya adalah mobil tiba-tiba mogok tanpa alasan yang jelas.

Bep.. Bep..

Mobil terhenti seketika, "Sepertinya mobilnya mogok".

"Pffft… Haha.. Ya ampun Tuan Lu, aku baru tahu mobil termahal juga bisa mogok. Sepertinya kita akan terjebak disini sampai hujan reda". Kata Silvia dengan lagak tawa yang memecah keheningan.

"Sudah lama aku tidak melihat hujan, jadi seperti ini ya…".

"Kau tahu suamiku, di Indonesia dengan iklim tropis dalam setengah tahun akan ada musim hujan. Dulu waktu kecil disaat hujan aku sering bermain hujan". Silvia tersenyum, ia membuka pintu mobil dan keluar. Dijalan yang sepi tanpa kendaraan lalu lalang Silvia berdiri dibawah air hujan menari-nari dengan bebas.

Ludius yang melihat hanya geleng-geleng kepala. "Dasar istriku ini, hujanpun untuk main-main? Padahal kondisinya tengah lemah".

Ludius mengambil payung yang ada di laci mobil dan membuka pintu menyusul Silvia yang sedang bermain hujan. Ia tersadar betapa indahnya pemandangan yang ia lihat saat ini.

"Tuan Lu, Ayolah.. Sekali-kali main hujan".