Chapter 181 - 181. Amarah Julian

Baru saja di bicarakan Putri Nadia beserta Julian sudah sampai di ruang makan. Julian spontan kaget melihat wanita asing beserta seorang anak laki-laki asing tengah sarapan bersama Silvia dan Ludius.

"Selamat pagi Mbak Silvia". Sapa Nadia di ambang pintu bersama Julian.

"Pagi adik, sepertinya aku mengganggu sarapan kalian". Sapa Julian. Ia melihat ke arah Ludius dengan tatapan tajam seakan meminta untuk segera menjelaskan apa yang sedang terjadi.

Julian marah..! Tentu saja, ia adalah pria yang selalu mendukung Silvia selama Silvia berada di Indonesia. Julian bahkan sempat menaruh rasa pada Silvia, tapi ikatan yang terlalu dekat dan kuat justru membuat mereka hanya bisa sebatas saudara.

Kedatangan Julian pasti akan berhubungan secara tidak langsung dengan ibu mertuanya (Yuliana Alfarezi). Ludius sadar hal ini suatu saat pasti akan terjadi, hanya saja ia belum tahu bagaimana caranya untuk menyampaikannya pada Ibu Mertuanya (Yuliana Alfarezi) nanti.

Ludius merasa bersalah ketika melihat sorot mata tajam Julian yang meminta pertanggung jawabannya mengenai keadaan Silvia. Terlebih lagi Julian justru melihat secara langsung keadaan seperti ini, yang mungkin akan membuat Julian beranggapan bahwa Silvia mengalami ketidak adilan darinya.

Bagaimana caranya seseorang menjelaskan hal ini agar tidak menyakiti siapapun?. Disatu sisi Silvia dan disisi lain masih ada Azell yang memiliki kecerdasan tersendiri untuk mencerna setiap perkataan orang lain.

Ludius mendekatkan wajahnya ketelinga Silvia. "Sayang, persilahkan Putri Nadia dan Julian untuk duduk. Jika Julian mendesak, biar aku yang akan menjelaskannya nanti". Bisik Ludius

"Baiklah, aku mengerti. Kamu tenang saja suamiku, aku akan mencoba membuat Kakak Julian mengerti". Balas Silvia dengan mengangguk pelan.

Silvia beranjak dari kursinya, ia menghampiri Nadia yang masih berdiri di ambang pintu dengan ramah. "Putri Nadia, Kakak Julian.. Mengapa kalian masih disini. Mari masuk, kita sarapan bersama. Kebetulan aku masak masakan Indonesia loh". Bujuk Silvia. Ia mengantar Nadia beserta Julian untuk duduk bersama di meja makan yang masih kosong.

Julian yang masih sanksi dengan apa yang di lihatnya memandang Silvia dengan isyarat sebuah pertanyaan, berharap Silvia mau menjelaskannya sebelum ia sendiri yang mengajukan pertanyaan.

Silvia yang memahami isyarat Julian hanya menggelengkan kepala pelan. 'Jangan sekarang Kak Julian!'. Batin Silvia.

Namun sepertinya rasa penasaran dan nalurinya yang kuat membuat Julian akhirnya mengajukan pertanyaannya.

"Tuan Lu, kau sepertinya memiliki tamu penting hingga dia ikut sarapan bersama kalian?. Apa kau tidak akan mengenalkannya pada Kakak iparmu ini?". Tanya Julian yang terkesan menyindir.

Ludius terdiam sejenak, ia masih ragu untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, tiba-tiba Silvia menggenggam tangannya, ia yang merasa bimbang melihat wajah Silvia yang tersenyum padanya seketika membuatnya merasa lebih tenang.

"Biar aku yang mengatakannya". Kata Silvia lembut.

"Kak Julian, kita sedang ada dimeja makan tidak baik mengajukan pertanyaan atau berbicara, aku pasti akan mengatakannya nanti. Lagi pula Putri Nadia ada disini, tidak baik membuatnya merasa tidak nyaman". Tegur Silvia, hanya ini yang bisa Silvia katakan untuk menunda sampai ia memiliki waktu yang tepat untuk berbicara pada Julian.

"Baiklah.. Maafkan aku Nadia, mungkin kamu sedikit tidak nyaman dengan keadaan seperti ini. Lanjutkan saja sarapannya".

"Jangan terlalu difikirkan Mbak, aku santai kok orangnya". Sambung Nadia santai.

Ludius berfikir ia mungkin telah memperbaiki kondisi di ruang makan setidaknya sampai Shashuang atau Azell pergi. Namun disaat semua hampir menyelesaikan makanan mereka, Shashuang yang sejak awal geram dengan Silvia memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat Ludius berselisih dengan Julian.

"Hallo Tuan dan Nona, sepertinya tadi kalian mempertanyakan saya…". Sapa Shashuang yang barusaja menyelesaikan sarapannya.

"Benar, Apakah kau tamu dari Ludius?". Tanya Julian tanpa basa basi.

"Aku adalah tamu penting dari Tuan dan Nyonya Lu. Bahkan lebih penting dari sekedar tamu". Kata Shashuang basa basi, hingga membuat Julian terpancing emosi.

"Berhentilah basa basi, Katakan yang sebenarnya!". Hentak Julian, ia kebawa emosi hingga lupa bahwa masih ada anak kecil yang ada di meja makan.

Nadia yang melihat Julian mulai terpancing emosi mencoba mengingatkan, "Julian, tenanglah..! Disini masih ada anak kecil yang seharusnya tidak mendengar pertengkaran seperti ini! Diam dan biarkan Mbak Silvia menjelaskannya".

Suasana menjadi kisruh, Ludius yang sedari tadi memilih diam akhirnya angkat bicara. Ia tidak ingin membuat Julian semakin salah paham hubungannya dengan Silvia.

"Bibi Yun…". Panggil Ludius.

Segera Bibi Yun datang dan menghampiri Ludius. "Ada apa Tuan memanggil Bibi?". Tanya Bi Yun,

"Bi, temani Azell jalan-jalan dan jangan lupa bawa beberapa pengawal". Perintah ludius.

"Baik Tuan, saya mengerti". Bibi Yun melangkah kearah Azell. Ia setengah berjongkok untuk membujuk Azell agar mau pergi bersamanya. "Tuan Muda Azell, mari Bibi temani Tuan Muda Azell jalan-jalan". Bujuk Bibi Yun.

Azell yang sejatinya memiliki kecerdasan di atas rata-rata mengerti apa yang sedang di bicarakan dan di rencanakan para orang dewasa. Tapi demi memberi Ludius ruang untuk berbicara dengan Julian, Azell mengiyakan bujukan Bibi Yun.

Sebenarnya Azell memiliki suatu hal tersembunyi yang tidak diketahui orang dewasa, diam-diam Azell menaruh alat penyadap suara yang berbentuk manik-manik kecil yang ia hadiahkam sebagai anting-anting untuk Shashuang.

Semenjak Shashuang mengalami penculikan, Azell menjadi super protektif kepada Shashuang yang pada dasarnya memiliki sifat sembrono. Dan menaruh penyadap suara adalah sebagian dari rencananya.

"Baiklah Bi, Ayo.. Antar aku membeli sesuatu". Azell menggandeng tangan Bibi Yun turun dari kursi. "Mama.. Azell pergi jalan-jalan dulu". Ujar Azell sambil melambaikan tangan sebelum akhirnya pergi.

"Waktunya untuk mendengar apa yang mereka bicarakan!!". Gumam Azell.

***

Setelah kepergian Azell Ludius akhirnya angkat bicara, ia mulai serius dengan apa yang dikatakannya. "Julian, aku akan menjelaskannya Kau boleh menilaiku sesuka hatimu setelah mendengar semua penjelasanku".

"Katakan! Jangan membuat kesabaranku habis Ludius".

"Baiklah, wanita yang ada di sampingmu adalah Shashuang, dia adalah wanita masa laluku. Karena kasalahanku, akhirnya dia memiliki seorang putra bernama Azell, dia adalah anak laki-laki yang kau lihat barusan".

Mendengar penjelasan Ludius barusan, Julian benar-benar marah dan kehilangan kontrol. Ia beranjak dari kursinya dan menghampiri Ludius.

"Kurang ajar kau Ludius. Berani sekali kau menyakiti adikku!". Julian menarik kerah hem Ludius dan memberinya pukulan di bagian wajah hingga memar.

Buack!!

Darah segar keluar dari sudut wajah Ludius. Ia terdiam menerima pukulan keras dari Julian, karena hal ini pasti amat menyakitkan bagi Ibu Yuliana bila mendengarnya.

"Kak Julian berhenti!". Cegah Silvia,

Namun Ludius memberi isyarat dengan tangannya agar Silvia diam dan tidak membelanya. "Pukul dan hajar aku sesukamu Julian, aku memang pantas mendapatkannya karena telah menyalahi kepercayaan Ibu Yuliana".

"Kau mengerti akan hal ini, tapi mengapa kau masih saja melakukannya? Apa kau tahu bagaimana Silvia menghadapinya di belakangmu!!". Teriak Julian.