Chapter 209 - 209. Sudut Hati Nadia bag 2

Lirikan maut Nadia membuat Wangchu semakin tertantang untuk menaklukkan Putri Hadiningrat itu, meski ia tahu hanya dengan beberapa sikap Nadia menunjukkan bahwa wanitanya memiliki perasaan terhadap Kakak Lian.

Bukan Wangchu namanya kalau tidak bisa menaklukkan wanita, ia yang dominan mendekati dengan semua kemampuannya tidak pernah sekalipun melepaskan apa yang sudah menjadi targetnya. Mungkin karena selama ini Wangchu selalu mendapatkan wanita dengan mudah, begitu melihat sikap Nadia yang menolaknya membuatnya merasa tertantang.

Tidak lama beberapa pelayan datang membawa makanan yang sudah dipesan dan meletakkannya dimeja. "Silahkan dinikmati". Kata pelayan lalu pergi.

Suasana menjadi kaku, canggung apalagi diantara Nadia dengan Huan Xian.

"Hello Nadia, are you speaking china? ". Tanya Huan dengan senyuman

"Ya.. Aku bisa berbahasa China sedikit". Balas Nadi ramah, ia sebisa mungkin menyembunyikan perasaannya untuk saat ini.

Dengan senyuman Huan mengulurkan tangannya, "Perkenalkan, aku Huan Xian Zhu Putri dari Keluarga Zhu, kalau kau sendiri".

"Aku Nadia, Nadia Hadiningrat ". Balas Nadia, ia menjabat tangan Huan dan mencoba akrab dengannya.

"Ehm.. Jangan lupa dan sembunyikan identitasmu sebagai Putri dari Kerajaan Hadiningrat ". Sahut Wangchu

"Husst.. Apa kau tidak bisa diam! ". Bisik Nadia dengan tekanan.

"Putri.. Kau seorang Putri, Nadia? ". Tanya Huan tidak percaya

Nadia tersenyum "Ia, aku adalah Putri dari Kerajaan kecil atau biasa di namakan Keraton Hadiningrat yang ada di Negara Indonesia".

"Seharusnya aku memanggilmu Putri Nadia, maafkan aku". Lantas Huan berdiri dan menundukkan setengah badannya.

"Huan cukup.. Kau tidak perlu sampai seperti itu, aku memang tidak nyaman ada orang yang terlalu melihat statusku, karena aku ke China untuk Kuliah".

"Baiklah Nona Nadia, aku harap kita bisa berteman baik nantinya ".

"Ehm.. Tentu saja, aku senang jika memiliki banyak teman wanita di Negara ini". Balas Nadia dengan senyuman.

"Tunda dulu pembicaraan kalian, makanlah dengan benar". Tegur Lianlian dengan tenang, sembari meneruskan Makannya.

"Jangan terlalu serius pada mereka Kak, sesama wanita itu hal biasa ketika makan bersama". Sanggah Wangchu,

"Kau juga, berhenti bicara habiskan makanmu". Kata Lian dengan mata melirik tajam seketika membungkam mulut Wangchu,

Suasana hening kembali, hanya terdengar suara celetuk dan tawa riang orang lain yang sedang menikmati pemandangan di Restoran Garden. Udara yang terasa sejuk dan asri membuat semakin nyaman para pengunjung.

Lama semua saling diam hingga makanan dari masing-masing piring habis. Waktu terus berjalan, saat ini menunjukkan pukul 03.00 waktu setempat.

Setelah meyelesaikan makannya, Lianlian beranjak dari duduknya "Ini sudah sore, aku harus kembali. Kalian lanjutkan saja pembicaraannya. Semua makanan disini biar aku yang membayar".

"Terima kasih.. Kau memang yang terbaik". Ujar Wangchu

Meninggalkan meja makan dengan diam tanpa berkata apapun pada Nadia, padahal ia jelas tahu Nadia diam-diam terus memperhatikannya.

"Tuan Lian, tunggu… ". Huan mempercepat langkahnya yang sudah di tinggal terlebih dahulu oleh Lian. "Nona Nadia, senang bisa berkenalan dengan anda. Tapi aku harus pergi, sampai jumpa". Huan melambaikan tangan lalu mengikuti kemana Lian pergi.

Lain halnya dengan Nadia, masih duduk diam terpaku melihat semua sikap Lian. Entah itu hanya perasaannya saja, atau memang Lianlian mengacuhkannya.

"Raut wajahmu mudah sekali di tebak, Putri Nadia Hadiningrat apa kau menyukai Kakak kami? ". Tanya Wangchu membuyarkan fikiran Nadia

"Berhentilah untuk menebak perasaan orang lain, itu tidak baik ".

"Lalu apa bedanya denganmu, kau barusaja menebak isi hatinya. Dan itu membuatmu berpikir dia mengacuhkanmu bukan.. ".

Jleb !!!

Perkataan yang tepat sasaran itu menohok tepat hati Nadia, ia menoleh ke arah Wangchu. 'Apa begitu mudahnya hatiku terbaca? Bahkan pria urakan sepertinya saja mengetahui dengan pasti isi hatiku'.

"..." Nadia hanya memilih diam, ia takut semakin ia berbicara semakin Wangchu mengatakan segalanya.

"Jangan fikirkan perkataanku tadi, kita kembali sekarang. Aku akan mengantarmu ke Mansion Lu". Disaat Wangchu akan berdiri, Nadia memegang ujung lengan pakaiannya dengan raut wajah muram.

"Bisa kita duduk sebentar lagi..". Pinta Nadia,

Wangchu menarik Nadia hingga berdiri tepat didepannya, ia memeluk Nadia tanpa mengatakan apapun terlebih dahulu. "Dasar putri bodoh.. Berhentilah memikirkan hal yang tidak perlu. Kita ada didunia ini adalah untuk menikmati hidup dan menjalaninya. Alur kehidupan tidak selamanya seperti yang kita harapkan, kadang menurut kita salah tapi itu mungkin saja bermuara ke dermaga yang lebih baik. Nikmati dan jalani selagi kamu bisa". Kata Wangchu dengan tangan kanannya membelai lembut rambut Nadia.

'Apakah dia mencoba menenangkan perasaanku? Ah.. Ya aku memang bodoh telah memikirkan hal yang tidak perlu untuk saat ini. Tapi mengapa pria ini begitu peduli kepadaku? '. Batin Nadia.

"Sudah merasa lebih tenang? ". Tanya Wangchu. "Jika belum, tutup mata dan rasakan kesejukan dari tempat ini. Nikmati setiap udara yang berhembus, maka perasaanmu akan lebih baik".

"Ehm.. ". Nadia melepas peluka Wangchu, "Terima kasih dan lupakan apa yang terjadi hari ini. Aku harus kembali".

"Aku akan mengantarmu.. " Wangchu menggenggam tangan Nadia keluar dari Restoran garden,

"Eh… Apa yang kau lakukan. Lepaskan tanganku.. Banyak orang yang memperhatikan kita".

"Kau bisa mengacuhkan ku, tapi mengapa kau tidak bisa mengacuhkan mereka? ".

"..." Nadia memilih diam dan mengikuti langkah Wangchu.