Silvia pergi membiarkan Zain membujuk Emilia keluar dari mobil, karena tidak aman bagi mereka terus berada di dalam mobil yang memiliki jarak hanya 10 meter dari tempat Ludius berada.
'Aku akan membiarkan kalian berdua dan mencari Wangchu untuk membantu Ludius'. Silvia pergi dari mobil yang di tumpanginya meninggalkan mereka berdua. Entah apa yang di fikirkan Emilia saat ini, tapi Silvia mempunyai firasat kalau mereka sebenarnya sudah saling kenal sebelumnya.
Pepatah jawa mengatakan writing tresno jalaran soko kulino. Dan Zain membutuhkan waktu itu untuk mengenal Emilia lebih dalam, begitu juga sebaliknya.
Disatu sisi setelah Silvia pergi Zain menatap dingin Emilia yang masih terduduk manis di kursi mobil. "Cepatlah keluar! Apa kau ingin menjadi sasaran mereka?". Kata Zain masih dengan sikap acuhnya,
"Tidak sebelum kau mengatakan yang sebenarnya! ". Balas Emilia masih duduk di dalam mobil tanpa bergerak sedikitpun
"Jangan memancing emosiku Emilia! Cepatlah keluar". Kata Zain untuk kedua kalinya
"Tidak sampai kau jujur padaku Zain! ". Emilia masih menjawab dengan sikap keras kepalanya.
"Apalagi yang ingin kau tahu dariku Putri Kerajaan Hardland? Bukankah kau sudah melihat jelas semuanya? ". Zain berkata tanpa memandang Emilia, mungkin perasaan malu lebih tepat mengungkapkan keadaan Zain saat ini. Ia masih berdiri didepan pintu mobil. Untung saja mobil terparkir menyamping hingga menutupi keadaan mereka dari musuh yang Ludius lawan.
"Katakan, apakah kau masih mencintai Silvia tanpa menyisakan sedikit pun ruang untuk wanita lain meski itu aku? ". Pertanyaan Emilia yang terkesan terbuka dan terus terang membuat Zain merasa malu,
"Bukankah kau sudah melihatnya sendiri, aku masih mencintainya sama seperti dulu. Dan kau perlu mengingat statusmu Putri Emilia Keirl Hamilton. Kau terlahir dalam keluarga kerajaan, pantang bagimu untuk jatuh cinta pada orang yang salah! ". Kata Zain dengan setengah hati, ia sebenarnya tidak ingin mengatakan hal kejam seperti ini. Tapi Zain hanya ingin agar Emilia mengingat kembali statusnya jika ingin mencintai.
"Perkataanmu sungguh kejam Zain. Kau tahu,.. Aku bukanlah tipe wanita yang mudah jatuh cinta, dan mencintaimu adalah hal pertama bagiku. Aku selalu membentengi hati setinggi dan setebal mungkin agar tidak ada perasaan cinta yang tumbuh. Tapi kau dengan mudahnya merobohkan pertahananku! Bukankah ini tidak adil.. ".
"Sudahlah, lupakan apa yang pernah terjadi diantara kita. Pertemuan kita hanyalah angin lalu yang berhembus dan menghilang tanpa sisa".
"Apakah kau yakin dengan ucapanmu Zain, sungguh kau tidak menyesal jika kau mengatakan itu lalu aku tiada? ". Tegas Emilia dengan matanya menatap intens Zain.
Perkataan miris Emilia terdengar bagai sambaran petir di siang hari dan itu membuat sesak dada Zain. Sejenak ia terdiam tanpa menyahut perkataan Emilia, namun ketika ia melihat kearah depan. Zain melihat beberapa peluru mengarah ke mobil dengan kecepatan dan ketepatan tinggi.
Praaank..
"Menunduk..!! " Seru Zain, ia melompat begitu melihat peluru mengarah ke arah mobil dan menubruk Emilia.
Emilia yang tidak tahu ada peluru mengarah kepadanya bingung melihat Zain tiba-tiba melompat kearahnya dan menubruk tubuhnya
Brruk..
Dengan posisi memeluk Emilia erat, Zain dan Emilia terjatuh diatas tempat duduk penumpang dengan Zain tepat diatas Emilia.
"Bodoh! Sudah kukatakan segera tinggalkan mobil ini, apa kau ingin mati begitu saja?! ". Tegur Zain dengan menaikkan nada bicaranya 2 oktav.
Seketika Emilia tertegun melihat kilatan kekhawatiran di mata Zain. Sudut hati Emilia merasa senang Zain masih memperdulikannya. 'Setidaknya Zain tidak ingin aku tiada, untuk saat ini sudah cukup' batin Emilia
Posisi keduanya kini saling pandang dengan tubuh saling bersentuhan. Dalam jarak hanya 10 sentimeter Zain dapat melihat jelas wajah Emilia yang putih nan manis dengan retina mata berwarna biru layaknya orang Eropa pada umumnya. Bibirnya yang merah nan tebal begitu menggoda di mata.
Dalam keadaan yang begitu intens, Zain tiba-tiba saja mencium bibir merah Emilia. Ia tanpa ampun melumat dan menyesap bibir atas dan bawah hingga lupa diri. Dengan liarnya Zain mengulum dalam-dalam lidah Emilia dengan tangan kiri Zain merajut menjelajahi punggung Emilia yang begitu halus nan lembut.
"Pfft.. Uggh...". Emilia yang mendapat serangan mendadak dari Zain kaget, ia merasa Zain berubah menjadi begitu liar dan bertenaga bahkan Emilia tidak bisa lepas dari dalam dekapan Zain yang kuat.
"Zain.. Lep.. Lepaskan Zain! Sadarlah!! ". Emilia berusaha memberontak di tengah keliaran Zain.
"Hiks.. Lep.. Lepaskan aku Zain". Kata Emilia kembali, kini air mata Emilia keluar dari sudut pelupuk matanya.
Melihat dan mendengar tangisan Emilia yang tiba-tiba pecah menghentikan keliaran Zain, ia melepas tautan ciumannya hingga tercetak venang saliva dari kedua bibir mereka. Tangan Zain yang hampir menyentuh bagian intim Emilia ia tarik kembali.
'Sial!! Sebenarnya apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana bisa aku melakukan hal kotor seperti ini!! '. Umpat Zain pada dirinya sendiri setelah ia sadar akan perbuatannya.
"Maaf.. Dan berhentilah menangis". Sepatah kata keluar dari mulut Zain tanpa memandang wajah Emilia. Ia beranjak dari atas tubuh Emilia.
"Apakah kau begitu membenciku hingga kau jadikan aku pelampiasan keputusasaanmu?". Kata Emilia parau, ia mengusap bibir nya kuat-kuat yang masih meninggalkan bekas hangat bibir Zain.