Chapter 235 - 235. Makanlah Sayang, kalau tidak...

"Terima kasih Bi, kau boleh kembali. Ah.. Iya, beritahu Longshang sore ini aku ingin dia kemari. Ada yang ingin aku bicarakan dengannya".

"Baik Tuan Lu, saya akan memberitahukan Tuan Longshang untuk menemui anda sore nanti. Saya permisi Tuan". Bibi Yun menundukkan setengah badan lalu keluar dari kamar Silvia.

"Sayang, Bibi Yun sudah membuatkanmu bubur hangat. Jadi istriku yang manja ini harus makan dan menghabiskannya". Bujuk Ludius pada Silvia yang masih setengah enggan untuk beranjak dari tidurnya.

"Aku tidak lapar suamiku, nanti saja ya makannya.. ". Rengek Silvia manja, ia menggelengkan kepalanya dengan bibir bersungut.

"Sayang.. Tidak ada kata nanti, kau harus makan sekarang. Kalau tidak.. ".

"... kalau tidak apa?! "

"Kalau tidak aku akan memaksamu untuk makan dengan caraku sendiri. Misal seperti ini…".

Tanpa memberi aba-aba Ludius mendekati Silvia dan menarik pinggang Silvia hingga tubuh mereka saling bersentuhan. Wajah Silvia yang terlampau dekat dengan Ludius membuat Silvia tidak bisa menghindari ciuman nakal suaminya.

Bibir ranum Silvia yang merah merona membuat rasa ciuman kali ini lebih nikmat. Ludius yang pada dasarnya telah berhasrat pada istrinya sedikit memaksakan ciuman nakalnya. Dengan liarnya Ludius melumat, menyesap bibir atas dan bawah istrinya. lidahnya yang menganggur ia masukkan lebih dalam mengulum memainkan nya mengikuti ritme nafas istrinya yang terdengar jelas ditelinga.

Tidak hanya itu, tangan kiri Ludius yang jahil menyusup ke dalam Dress longgar istrinya hingga sampai pada bagian sensitif istrinya.

"Uuhm.. ".

Silvia yang mendapat paksaan ciuman hanya bisa pasrah akan keliaran suaminya. Perlahan namun pasti Silvia menerima ciuman nakal suaminya hingga beberapa saat lamanya, dan tanpa terasa nafasnya mulai terengah.

Melihat nafas Silvia yang tidak stabil, Ludius melepas ciumannya hingga tercetak benang saliva diantara keduanya. Tidak puas dengan itu, Ludius menenggelamkan wajahnya di sela leher jenjang Silvia. Ia menghisap dan menggigit hingga meninggalkan bekas merah di beberapa bagian.

"Suamiku.. Ini masih siang, ayolah… ugh.. ". Erang Silvia yang mulai menikmati kenakalan suaminya.

Melihat rintihan kenikmatan Silvia, Ludius menghentikan sejenak aktivitasnya. Dengan menatap lembut kedua mata indah Silvia Ludius menanyakan kembali. "Berjanjilah kalau kau mau memakan buburnya Sayang, kalau tidak kita lanjutkan permainan kita yang tertunda ini..". Kata Ludius jahil, ia bahkan memberikan senyum mautnya di depan Silvia yang hanya berjarak beberapa senti.

"Uhm baiklah, tapi jangan di lanjutkan ya suamiku, kondisiku kan masih lemah. Tunggu aku enakan ya..". Tawar Silvia, binar matanya bagai anak kecil yang sedang merajuk meminta maaf karena kesalahannya,

"Itu tergantung, kalau istriku ini nakal kembali maka suami akan dengan senang hati memberi istri pelajaran berharga.. ". Ledek Ludius kembali ,

'Arrgh… Ya Tuhan, bagaimana bisa aku harus melayaninya dimanapun aku berada?!'. Teriak Silvia dalam hati, bayangannya sudah melayang jauh entah kemana memikirkan kata ambigu suaminya.

"He.. Jangan dong suamiku, kalau tiap hari aku di beri pelajaran, bisa kelewat pintar nanti..".

"Hm.. Itu bagus dong Sayang, itu tandanya istriku jadi semakin mahir dalam memainkan babak demi babak. Tenang Sayang.. Masih ada nanti malam yang akan menunggu kita.. ".

"Eh, nanti malam bukannya kau ada party di Bar Angel?! Kalau mau pergi, ya pergi saja.. ". Acuh Silvia, ia memalingkan wajahnya dari Ludius

'Mulai lagi.. Wanita hamil memang memiliki mood mengerikan'.

"Mana mungkin aku pergi tanpamu honey.. Sudahlah, jangan bahas itu lagi. Sekarang kamu harus makan.. ". Ludius membantu Silvia duduk bersandar di dinding kasur, ia menyentuh wajah lembut Silvia dengan senyuman. "Sayang.. Apapun yang kamu suka dan tidak suka, aku pasti akan mengikuti nya. Karena kamu dan baby kita adalah hal yang terpenting di atas segalanya. Kau mengerti.. ". Jelas Ludius perlahan dengan penuh kelembutan, tatapan mata yang selalu menatap tajam kini terlihat lebih lembut dari biasanya.

'Hati mana yang tidak meleleh karena sikapmu yang terlampau romantis ini Ludius.. '.

Bubur hangat yang ada di meja Ludius ambil, dengab perlahan ia menyendok lalu meniupnya agar tidak terlalu panas dan menyuapi istrinya dengan sabar. "Aa.. Sayang".

Silvia membuka sedikit lebar mulutnya dan menerima suapan suami tercintanya itu. "Hm.. Sepertinya aku akan menyukai makanan bubur ini. Cukup enak dan tidak eneg di perut". Ujar Silvia dengan manggut-manggut.

"Ohya Ludius, Dokter tadi temanmu ya? Mengapa kalian terlihat begitu akrab?". Sejurus Silvia melirij tajam Ludius. "atau jangan-jangan dia juga bagian dari mantan kekasihmu yang tak terhitung jumlahnya… ". Celetuk Silvia di tengah romantisnya mereka berdua sontak mengundang perhatian Ludius.

'Mulai lagi, sifat cemburu istriku makin menjadi. Tapi inilah yang aku suka darimu sayang.. Kau menjadikan ku satu-satunya pria yang kau cintai dan cemburui'.

Ukhuk.. Ukhuk..

"Dari mana asumsimu itu berasal Sayang?".

"Dari pengalamanku yang setiap hari harus melihat suami tampan ku di lirik wanita lain bahkan harus berdebat kecil hanya karenamu. Apa kamu puass Suamiku?!". Kata Silvia memicingkan mata,

"Mau bagaimana lagi Sayang, kau di Takdir kan menjadi Istri dari Pria tampan sepertiku. Seharusnya kau bangga bukan.. ". Kata Ludius dengan senyum mengembang,

"Narsis..!! Hnng… ".

Ludius terkekeh melihat tingkah Silvia yang marah menggemaskan, ingin sekali lagi ia melahap bibir seksi istrinya yang tengah bersungut itu.