"Dia adalah Huan Xian Zhu". Kata Lianlian memperkenalkan wanita yang sedang bersamanya.
"Tuan Lu, aku Huan. Syukurlah kau baik-baik saja". Kata Huan menyela pembicaraan adik kakak tersebut.
"Oh, karena kau datang bersama Kakakku.. Kalian nikmatilah pestanya". Ujar Ludius datar, ia yang sudah diberi kode oleh Huan Xian dengan kata-kata lebih memilih mengabaikannya. "Sayang.. Ayo kita dansa, sudah lama kita tidak dansa bareng kan?". Ajak Ludius, dia menggenggam tangan Silvia dengan tatapan mata kesungguhan, tapi mungkin Ludius lebih kepada menghindari berbicara dengan Huan lebih lama.
Baginya, mendengar sekali saja perkataan Huan sudah terlihat jelas ada maksud lain di baliknya. 'Semoga ini tidak seperti yang ku fikirkan'. Batin Ludius ,
"Kau yakin akan berdansa dalam BAR? banyak yang lihat sayang.." Sergah Silvia, ia menggelengkan kepalanya menolak halus.
"Ayolah Sayang.. ". Paksa Ludius, ia menarik tubuh Silvia dan menggendong paksa Silvia ke tengah-tengah BAR yang penuh orang saling bercakap dengan wine di tangan mereka.
"Hei Ludius, kau mau membawaku kemana?".
"Ke tengah BAR, habisnya kau menolak ya aku paksa.. Ini sudah terhitung lama sejak terakhir kita dansa bersama".
"Tapi aku tidak bisa Ludius, terlalu banyak orang! ". Tolak Silvia,
"Tidak ada tapi-tapian! Kalau aku minta kita dansa ya harus dansa!". Kekeh Ludius
Di tengah riuhnya tamu undangan, Ludius menurunkan Silvia tepat di tengah-tengah kerumunan. Seketika musik BAR terhenti, dan semua yang ada di dalamnya di kejutkan oleh sepasang suami istri yang tengah berdiri di dalamnya.
"Kau mau apa Ludius, ngapain kita berdiri di sini?" tanya Silvia pura-pura tak mengetahui. Padahal sebenarnya ia malu habis-habisan di lihat banyak orang.
"Sudah aku bilang kita akan dansa, ini adalah party kita. Mengapa kau masih meributkan tentang mereka. Kalau mereka mau melihat ya.. Biarkan saja! ". Kata Ludius tidak peduli.
Entah ini ulah Ludius atau yang lain, tidak berselang lama lampu BAR dimatikan dan hanya di bagian mereka yang masih menyala, musik bar yang mati tiba-tiba tergantikan dengan musik romantis yang mampu menarik perhatian pasangan yang ada dalam bar.
Tanpa sebuah peringatan, tangan kiri Ludius menarik pinggang Silvia hingga tubuh mereka saling bersentuhan. Tangan kanan Ludius ia letakkan di pundak kiri Silvia. Sedangkan Silvia kareba sudah terlanjur terjadi ia menautkan kedua tangannya di leher Ludius meski tubuh Ludius cukup tinggi baginya.
"Kita mulai sayang, kau tak perlu bingung. Ikuti saja langkah kakiku dan ritme musiknya. Nikmati setiap nada yang mengalun". Ujar Ludius.
Musik telah di putar, dengan langkah ringan dan pelan Silvia menari melangkah pelan maju mundur mengikuti ritme.
Sekali dua kali rasanya sangat aneh meski ini bukan pertama kalinya bagi Silvia. Namun ia mencoba masuk kedalam nuansa musiknya yang memang sangat lembut nan nikmat di dengar.
"Sayang.. Tatap mataku.. " kata Ludius,
Sejurus Silvia menatap intens kedua bola mata suaminya. Terlihat dalam bagai melihat sebuah hamparan padang pasir tandus yang mulai menghijau.
"Ini adalah ke 3 kalinya kita berdansa bersama suamiku, namun tatapan matamu masih tidak bisa membohongiku! Kau pasti sedang memikirkan banyak hal. Mengapa kamu tidak mau menceritakannya padaku?". Tanya Silvia, mereka masih dalam suasana berdansa,
"Untuk apa aku menunjukkan hal yang seharusnya tidak kamu lihat! Cukup kamu lihat aku ada disampingmu dan kita selalu bersama, apapun yang terjadi suamimu ini pasti akan bisa melewatinya. Karenamu itu sudah cukup". Ujar Ludius.
Perasaan dan dada Silvia berdebar tak menentu, bagai dunia milik berdua, ia bahkan sudah tidak memperhatikan orang di sekitarnya. Dengan lembut Silvia mendekatkan tubuhnya dan meletakkan kepalanya di depan dada bidang Ludius sambil terus dansa mengikuti ritme.
"Apapun yang ingin kamu inginkan, lakukan saja Sayang.. Kalau kamu malas untuk bergerak, biarkan tubuhku menjadi tempat bersandarmu". Kata Ludius dengan senyuman,
"Perasaan nyaman ini ingin sekali bertahan untuk waktu yang lebih lama. Menari berdua bersamamu.. Mengingatkanku akan kenangan kita yang telah lalu, antara kau dan aku, antara kisah kita, antara perbedaan kita". Gumam Silvia.
"Langitpun akan tahu kalau Ludius Lu hanya bisa mencintai Silvia seorang, takkan ada yang bisa mengubah jal itu Sayang. Di masa depan nanti, ketika kita terpisah jauh dan entah ada kabar atau tidak. Maukah kau menungguku dan percaya padaku?". Tanya Ludius,
"Aku selalu percaya padamu suamiku, meski semua orang mengatakan kau tiada pun aku tetap percaya padamu".
Di tengah perbincangan mereka, semua tamu yang ada di dalam bar mulai memperhatikan keromantisan pasangan di depan mereka, bahkan tidak sedikit yang mengikuti jejak Ludius dan dansa di samping pasangan Ludius Silvia.
Ada salah satu mata yang memandang mereka iri, mata itu seakan menyala dan membakar seluruh bar dengan amarah dan terlihat kecemburuan yang mendasar.
Semakin larut suasana di bar semakin hangat dan romantis karena Ludius dan Silvia yang memulainya.
Namun mata iri tersebut masih saja melihat dengan kejamnya, tercetak senyum licik di sudut bibirnya. Entah apa yang mata iri itu inginkan, yang jelas mata iri itu ingin merusak segala sesuatu ya g berhubungan dengan mereka.
"Sampai kapanpun aku takkan terima kalian bersama. Aku hancur, maka kalian juga harus hancur! Bukankah keadilan itu ada!! ". Gumam mata iri yang melihat dari kejauhan Silvia dan Ludius.
Ludius yang masih menari menghentikan langkahnya, Silvia yang masih bersandar di bahu Ludius menengadah. "Ada apa Ludius?", tanya Silvia heran,
"Tidak ada apa-apa.. Apakah kau ingin melanjutkan dansa ini sampai kau tertidur dalam dekapanku Sayang? ". Tanya Ludius jahil, ia mendekatkan wajahnya semakin dekat dengan Silvia
"Hmmm itu kalau kau kuat kenapa tidak!! " tantang Silvia balik..