Chapter 271 - 271. Tawaran bag 2

Antara ragu dan tidak yakin dengan perkataan Daniel mengenai dirinya yang akan membantu penyembuhan Silvia membua Ludius sesaat dilema. Karena jika yang akan Daniel lakukan benar adanya, tentu saja kecemasan yang selalu singgah di hati Ludius musnah seketika. Kecemasan tentang bagaimana cara menjelaskan kepada Silvia mengenai kandungannya yang dapat mengakibatkan sang ibu kehilangan nyawa.

Namun perasaan ragu dan tidak yakin ia tepis saat itu juga, bagaimanapun ia tidak boleh menunjukkan keraguannya di depan musuh atau mereka akan memanfaatkannya untuk menyerang balik. Karena pada dasarnya mimik wajah adalah hal yang paling mudah untuk dibaca apalagi depan musuh yang sudah terbiasa dengan sebuah strategi.

"Aku tahu banyak pasien di sini adalah hasil percobaan kalian! Apa kalian ingin membuat Silvia menjadi bahan percobaan kalian selanjutnya?". Ludius semakin di buat murka toleh perkataan manis Daniel yang mengatasnamakan menyembuhkan sebagai alasan percobaan mereka.

"Apakah kau tidak percaya padaku Tuan Lu?" tanya Daniel dengan tenang tanpa ada rasa takut atau ragu sedikitpun. "Jujur saja, aku tidak peduli dengan pandanganmu adaku dan penilaianmu tentang pengembangan teknologi AI dalam dunia kedokteran yang sedang aku kembangan. Alasan aku ingin menyelamatkan Silvia adalah karena itu DIA, mungkin saja kalau itu bukan Silvia aku takkan mau melakukan ini".

Suster mendorong kursi roda Daniel mendekat kearah Silvia berbaring, dengan sorot mata yang tak dapat di tebak ia duduk di samping Silvia, memandangi Silvia dengan fikiran yang tidak bisa di tebak apa yang dia inginkan. Sorot mata yang tenang serta sikap yang lembut yang ia tunjukkkan pada Silvia secara kasap mata seperti orang jatuh cinta. Tapi di balik itu samar-samar seperti ada hal besar yang bersembunyi di balik ketenangannya.

"Aku tidak tahu seberapa dekat kau dengan Silvia, tapi aku tidak akan mengizinkan Silvia untuk tinggal disini. Jika kau ingin menyelamatkan atau menyembuhkan seseorang, selamatkan saja orang lain. Karena seperti yang kau bilang pengetahuan serta alat medis disini adalah yang terbaik, mengapa justru kau sembunyikan dengan mengatasnamakan rumah sakit elit?". Pertanyaan serta sindiran yang tepat sasaran ia tunjukkan pada Daniel,

Namun bagai pria tanpa hati ia tersenyum menanggapi sindiran Ludius. "Baiklah kalau begitu Tuan Lu. Aku tidak akan memaksamu untuk membuat Silvia tetap tinggal disini, kau bisa membawanya kembali". Ujar Daniel Qin dengan ramah,

"Terima kasih atas keramahanmu Tuan Daniel, tapi aku harap kau tidak sedang menguji seberapa besar kekuatanku dengan membuat penjaga menyerangku di depan pintu tadi. Entah kau sudah merencanakan hal ini sejak awal atau tidak, yang jelas Aku tahu kalian sudah mengawasiku sejak memasuki rumah sakit ini dan membiarkanku tetap masuk untuk melihat apa saja isi di dalamnya. Benarkan Tuan Qin!!". Kata Ludius, ia menoleh kearah Daniel dan menatapnya dingin, Ludius yang berdiri di samping Silvia mengecup kening istrinya di depan Daniel Qin,

"Sejak kapan kau menyadari hal ini Tuan Lu? Kewaspasaanmu terhadap sesuatu hal membuatku sangat mengagumimu..".

"Mudah saja, jika memang kau tidak merencanakan hal ini sejak awal, tidak mungkin aku bisa masuk dengan mudah dan melewati semua pengaman berteknologi tinggi yang ada disini. Sepanjang aku menyusuri jalan untuk mencari dimana Silvia berada aku diam-diam mengamati cara kerja pengaman yang menggunakan alat prosesor dan pemindai seperti melewati pengenalan wajah, tingkat emosional, sidik jari bahkan mungkin lebih dari ini!".

"Kau memang sangat jenius Tuan Lu analisamu tentang hal ini 75% benar, tidak heran kau memiliki Putra yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata".

Mendengar kata putra yang keluar dari mulut Daniel membuat Ludius sedikit terkejut, 'Seberapa jauh orang ini dapat menggali informasiku? Tidak boleh di biarkan atau semuanya akan berakhir!'. Batin Ludius.

"Berhentilah untuk menggali informasi orang lain tanpa izin, karena itu tidak baik Tuan!". Ludius yang merasa cukup dengan perbiincangan mereka mengangkat Silvia dalam gendongannya. "Terima kasih Tuan Daniel karena telah menyelamatkan Istri saya, pembicaraan kita cukup kita akhiri sampai disini. Permisi!!". Tanpa menunggu sahutan Daniel, Ludius segera membawa Sillvia keluar dari ruangan itu.

***

Di dalam ruang rawat hanya tersisa Daniel dengan suster yang merawatnya, suster yang sejak dari tadi diam akhirnya angkat bicara. "Tuan, apa tidak masalah membiarkan Nona Silvia dan Tuan Lu pergi begitu saja? Mereka telah mengetahui rahasia tentang penelitian yang anda kembangkan. Jika tidak membunuh mereka bukankah itu akan menjadi hambatan dimasa depan?". Kata wanita yang saat ini berpenampilan sebagai suster.

"Shena.. kita tidak perlu terburu-buru, masih banyak hal yang dapat mereka lakukan untuk kita dimasa mendatang!. Bukankah kua sudah menyusupkan adikmu di tengah-tengah mereks?".

"Ya Tuan, adik saya sudah berhasil menyamar dan mungkin saat ini sedang berada di antara mereka!".

"Ingatkan adikmu untuk melakukannya dengan perlahan dan hati-hati karena Ludius adalah tipe pria yang tidak mudah untuk di kelabui!". Kata Daniel mengingatkan.

"LaluTuan, mengapa anda rela terluka sampai menerima 3 peluru sekaligus hanya demi seorang wanita yang tak tahu terima kasih sepertinya?". Semakin lama wanita yang saat ini berpenampilan sebagai suster menanyakan banyak hal seolah sedang cemburu.

"Kau tak perlu tahu dan ikut campur masalah ini. Wanita itu adalah urusanku! Pergi, dan lakukan pekerjaanmu!". Usir Daniel meski ia tahu kondisinya saat ini tidak memungkinkan dirinya untuk melakukan semuanya sendiri,

Mendengar Daniel mengusirnya, wanita tersebut berdiri di depan Daniel dan bertekuk lutut di depannya. "Tuan, saya mohon.. biarkan saya merawat anda sampai anda sembuh. Setelah itu saya tidak akan lagi ikut campur dalam urusan anda". Wanita yang berrnama Shena ini bersimpuh demi bisa merawat Tuan yang di kaguminya.

Bisa di bilang Shena ini adalah salah satu wanita yang sangat mengagumi tuannya, bahkan mungkin bisa dibilang sudah jatuh hati dengan sikap tenang yang selalu Daniel tunjukkan di depannya. Namun di balik tenangnya sikap Daniel, dia sebenarnya adalah pria tak berperasaan yang menempatkan ambisi di atas segalanya, bahkan kelembutan hati Silvia belum tentu bisa melunakkan hatinya yang beku nan curam.