Chapter 305 - 305. Kedatangan Wangchu yang terluka bag 2

"Kau terlalu berfikiran buruk tentang suamimu, dia mengganti cincin yang di berikan karena mengkhawatirkan keadaanmu. Sekarang musuh tahu cincin tersebut tidak ada di tanganmu, setidaknya sia-sia jika mereka menangkapmu meski kau di jadikan sandra sekalipun. Mereka lebih memilih memasukkan mata-mata dari pada menculikmu berulang kali.." ujar Wangchu.

"Musuh memang pandai memainkan strategi kali ini, aku harap mata-mata tersebut bukanlah bagian dari kita atau salh satu dari kita akan terluka.." Silvia melepas jas, kemeja yang Wangchu pakai.

Memang postur dari Mafia berbeda dari pria kebanyakan, mereka memiliki banyak bekas luka sayatan atau jahitan akibat peluru yang pernah bersarang di sana. Namun yang pasti postur tubuhnya tidak kalah menarik dari Ludius meski Wangchu sedikit pendek dari suaminya itu.

"Permisi Nyonya dan Tuan Wangchu, saya sudah membawakan sebaskom air untuk membersihkan luka anda." Sela Bibi Yun yang datang membawa sebaskom air dan menaruhnya di meja,

Tidak berselang lama di belakang Bibi Yun teman Silvia menyusul datang, mereka kompak menunjukkan wajah terkejutnya terutaman Nadia.

"Wangchu, bagaimana bisa kau terluka?" tanya Nadia khawatir,

Wangchu yang sedang ada di samping Silvia langsung berbisik, "Silvia, aku harap kau tidak mengatakan apapun meski di depan temanmu sekalipun!".

"Kau tidak perlu khawatir, aku juga tidak ingin mereka terlibat!" balas Silvia dengan di teruskan beranjak dari duduknya dan melihat ke arah Nadia yang menunjukkan kekhawatiran melebihi Lingling ataupun Linzy.

"Nad, kau bisa bantu untuk membersihkan luka Wangchu? Ohya Zy.. apa kau bisa melakukan operasi kecil di sini?" tanya Silvia beruntun, ia memang tidak ingin membuang waktu,.

"Aku akan membersihkan lukanya Mbak!", sahut Nadia,

"Bisa! Aku akan mengambil alat medisku, dan kita akan melakukan operasi kecil disini" jawab Linzy tegas, ia segera keluar mengambil alat medis yang di butuhkan,

"Nad, aku akan menghubungi Ludius terlebih dahulu. Kau tetaplah disini dan bersihkan luka Wangchu.." ucap Silvia dengan nada perintah. "Aku keluar dulu." Silvia keluar menarik Lingling bersamanya agar tidak menganggu mereka.

'Nad, mungkin Kakak ipar Lian tidak tepat untukmu. Jadi tidak ada salahnya kau bersama Wangchu untuk sementara waktu. Meski Wangchu urakan dan banyak tingkah tapi aku percaya dia adalah pria yang bertangggung jawab seperti dirinya saat ini yang tegas dalam mengemban tugas di saat Ludius tidak ada', batin Silvia,

***

Di dalam kamar tamu masih tertinggal Bibi Yun yang menyiapkan kain dan baskom berisi air untuk menyeka luka Wangchu, "Nona Nadia, saya masih ada beberapa pekerjaan di dapur. Jadi saya titip Tuan Wangchu pada anda."

"Tapi Bi, aku disini sendirian. Setidaknya Bibi temani aku barang sebentar disini," ujar Nadia dengan wajah malunya. Ia mengambil kain, mencelupkannya di baskom dan perlahan menyeka luka Wangchu, itupun ia tidak berani memandang wajah atau tubuh Wangchu,

"Sebentar lagi Nona Linzy juga datang untuk melakukan operasi ringan pada Tuan Wangchu. Jadi sebelum itu Bibi sangat berharap Nona mau menjaga Tuan Wangchu untuk kami. Saya permisi Nona," Bibi Yun pun ikut keluar dari kamar tamu dengan senyum simpul di bibirnya.

Rupanya Bibi Yun juga menyadari apa yang sedang di rencanakan Silvia dan begitu saja mengikuti alurnya.

Setelah semuanya pergi, tinggallah Nadia yang masih telaten membersihkan luka Wangchu. Darah yang keluar cukup banyak membuatb air dalam baskom dalam sekejap berubah menjadi sebuah genangan merah darah.

"Kalau sakit bilang, aku akan lebih berhati-hati!" ucap Nadia sedikit ketus meski hatinya saat ini sudah tidak karuan

"Tidak sama sekali. Aku tahu kamu takkan membuatku merasakan sakit untuk yang kesekian kalianya." Ujar Wangchu, ia yang melihat kegugupan pada gelagat Nadia membuatnya ingin terus menggodanya.

"Benarkah!". Seru Nadia, ia yang sebal dengan kenarsisan Wangchu menekan luka di bagian perut alih-alih sedang membersihkannya.

"Augh.. Tidak bisakah kau lebih lembut sedikit? Aku kira kau wanita yang lemah lembut seperti Silvia,"

"Maaf saja! Aku orang yang kasar dan tidak lembut sama sekali. Kalau kau mau kelembutan, mengapa tidak meminta wanita lain saja untuk mengurus lukamu?!", balas Nadia ketus, ia makin jengkel dengan perkataan Wangchu kali ini yang membandingkan dirinya dengan wanita lain.

Wangchu yang melihat gurat kesal serta kejengkelan di wajah Nadia yang sedang membuang muka darinya membuat Wangchu semakin tertarik dengan wanita satu ini. Karena Wangchu sadar Nadia bukan tipe wanita yang mudah di goda, jadi dia harus mendekatinya secara perlahan.

'Ini waktu yang tepat untuk menarik hatimu gadis ketus! Aku ingin tahu seberapa jauh kau bisa menghindar dariku Putri Nadia Hadiningrat!' batin Wangchu,

Wangchu melirik sekilas ke arah Nadia yang memandang dirinya miris. "Mengapa kau memasang ekspresi seperti itu? Apa hidupku terlalu menyedihkan dalam pandanganmu?". Tanya Wangchu tandas, ia merendahkan dirinya serendah mungkin di hadapan wanita jutek sepertinya.

"Tidak, aku hanya merasa kau terlalu memaksakan diri. Tubuh juga perlu di istirahatkan bukan.."

"Ada banyak tugas yang harus ku kerjakan, jika sudah di selesaikan semuanya aku pasti istirahatlah" balasnya dengan malas karena ingin melihat bagaimana reaksi Nadia.

"Pola hidup yang tidak baik, bagaimana bisa kau tetap hidup sampai sekarang dengan gaya hidupmu yang seperti itu!",

"Hahaha.. inilah kehidupanku Nad, kau takkan mengerti meski aku menjelaskan sejuta kali. Dalam duniaku tidak ada hidup tenang apalagi memikirkan pola hidup sehat, bisa menghirup udara bebas saja itu sudah sebuah keberuntungan." Wangchu yang sedang di bersihkan lukanya oleh Nadia memandangnya dengan serius. "Aku harap kau tidak mencoba mencari tahu apalagi masuk ke dalamnya." Perkataan yang Wangchu ucapkan menarik perhatian Nadia.

Nadia yang masih memeras kain bersimbah darah tersebut memandang ke arah Wangchu. "Kau selama ini menghadapi dunia kelam seorang diri? Apa itu tidak terlalu melelahkan? Tidak adakah seseorang yang bisa menjadi tempatmu bersandar meski itu sebentar?" tanya Nadia beruntun.

Entah mengapa ia menjadi simpati pada keadaan pria yang ada di depannya ini, kehidupannya, lukanya, semua yang ada di diri Wangchu menyita perhatian Nadia. Bukan berarti Nadia cinta, hanya seperti rasa iba melihatnya terlalu memaksakan diri dalam hidupnya.

"Sudah ku katakan, singkirkan wajah ibamu di depanku! Aku tidak butuh itu. Kehidupan setiap orang berbeda-beda, dan inilah hidupku!". Ucap Wangchu tersinggung, karena memang baru kali ini ada yang memandang Wangchu dengan rasa iba.

"Jangan salah faham, aku justru kagum padamu. Jarang ada pria yang mau menerima lingkungan hidupnya yang berat..."

Tap tap tap

Suara langkah kaki seseorang menghentikan perkataan Nadia, dan alhasil Wangchu tidak bisa mendengar isi suara hati Nadia itu.