Chapter 307 - 307.Pagi hari didapur

Bibi Yun hanya tersenyum tipis melihat tingkah Nadia yang malu-malu mau untuk masuk menemui wangchu. "Saya membawakan sup jahe untuk menyegarkan badan Tuan Wangchu. Apakah Nona Nadia mau membantu saya mengantarnya?" tanya Bibi Yun,

"Hmm.. boleh Bi. Saya akan membawa sop ini untuk Tuan Wangchu.." Nadia mengambil alih nampan tersebut dan membawanya ke dalam.

Di dalam Wangchu masih duduk besandar dengan mata yang terpejam, namun mendengar suara langkah kaki seseorang yang masuk membuatnya melirik ke arah orang tersebut. "Nadia, kau masih disini? Apakah kau sedang mengkhawatirkan keadaanku?" tanya Wangchu yang sok kepedean.

"Ya, tentu saja aku mengkhawatirkan pria yang pecicilan sepertimu, dewasalah sedikit!" Nadia yang sudah berdiri disamping Wangchu duduk di kursi yang ada di depan kasur. "Apakah operasinya berjalan dengan lancar?" tanya Nadia.

"Ya, hanya luka kecil. Kau tidak perlu khawatir. Dalam beberapa hari juga sembuh." Jawab Wangchu santai.

"Terserah! Aku kemari hanya untuk membawakanmu sop jahe yang Bibi Yun buatkan untukmu!".

"Kau yakin datang tidak untuk melihatku".

"Tentu saja, untuk apa aku datang melihatmu!" Nadia menaruh nampannya di meja kemudian melangkah pergi..

"Tunggu, jika aku mengatakan tetaplah disini untuk sementara waktu, apakah kau akan tetap pergi?" cegah Wangchu.

Langkah Nadia terhenti dan menoleh ke belakang, "Kau yakin ingin di temani malam ini olehku? Aku kira kau sedang sibuk dengan tugasmu!" sanggah Nadia.

"Tentu saja aku senang jika kau tetap di sini dan menemaniku. Pria mana yang akan menyia-nyiakan wanita yang dengan suka rela mau merawat pria terluka sepertiku?!"

"Mulutmu terlalu manis! Aku takut wanita yang mendengarnya akan terserang diabetes karenamu!". Nadia berbalik arah dan akhirnya kembali ke sisi Wangchu,

Mungkin karena sedang menjaga jarak mereka membuat Nadia memundurkan sedikit kursinya dari samping ranjang Wangchu dan itu membuat Wangchu tidak nyaman. Tanpa aba-aba, dia yang memang sejatinya pemain wanita langsung beranjak dari sandarannya dan menarik lengan Nadia hingga tubuh Nadia terhentak dan jatuh di atas pangkuan Wangchu.

"Nah.. ini baru benar, tadi kau duduk terlalu jauh itu rasanya tidak nyaman di pandang".

Posisi Nadia yang saat ini duduk di atas pangkuan Wangchu membuatnya justru merasa canggung, malu dan kesal luar biasa. Karena bagi Nadia yang kedudukannya sebagai Putri keraton ini adalah pertama kali baginya bersikap keluar dari adat dan norma yang di terapkan di dalam tata krama keluarga bangsawan. Apalagi dengan tangan usil yang melingkar di bagian pinggan Nadia membuatnya justru menjadi segan pada pria urakan itu.

"Bisa kau lepaskan tanganmu sekarang juga! Biarkan aku pergi!", perkataan Nadia sekarang justru menyiratkan kemarahan, seolah sedang menahan emosi dalam ketenangan.

Wangchu yang melihat ekspresi berbeda dari biasanya yang dia lihat pada wanita umumnya membuatnya dengan cepat melepas tangannya yang melingkar di pinggan Nadia. Ia tidak tahu salahnya ada dimana melihat amarah yang tersirat di mata Nadia.

Begitu Wangchu melepas tangannya, Nadia langsung berdiri dan mengalihkan pandangannya. "Tidak semua orang seperti yang kau fikirkan atau harapkan! Ada saat dimana kau juga harus melihat dan memahami siapa yang kau temui atau kau ajak bicara. Maaf aku tidak bisa menemanimu. Istirahatlah!". Ucap Nadia sebelum pergi.

Wangchu yang di tinggalkan Nadia langsung memutar otaknya berfikir apa yang salah dengan dirinya?! Namun ia tidak bisa menemukan jawabannya yang ia tahu hanya.. "Nadia hidup di kalangan keluarga Bangsawan, apa perlakuanku tadi sudah masuk katagori berlebihan?" fikirnya

Malam ini berakhir dengan Wangchu sendiri di dalam kamar sambil menunggu kabar selanjutnya dari Ludius maupun Zhenyi yang sedang berjaga di area Laboratorium.

***

Keesokan harinya,

Pagi ini pukul 06.00, Mansion Lu sedikit ramai dengan suara riuh Nadia, Lingling serta Linzy yang sedang sibuk di dapur. Lingling dan Linzy yang jarang menyentuh dapur di temani Bibi Yun memasak banyak menu makanan.

"Bi, kali ini apa yang akan kita masak?" tanya Lingling, ia sedang mengupas ubi.

Sedangkan Linzy terlihat biasa saja meski sudah mendapat peringatan keras dari Wangchu, mungkin ia melakukan ini agar tidak membuat geger sahabatnya. Mau bagaimana lagi, Linzy melakukan ini juga karena di bawah tekanan. Hanya saja ia merasa tidak pantas menjadi bagian dari mereka yang telah tulus menjadi temannya.

"Mengapa kau melamun Zy? Apa ada yang sedang kau fikirkan?". Tanya Silvia yang baru saja datang dari arah pintu. Ia melihat Linzy melamun dan hampir saja melukai tangannya sendiri yang sedang memegang pisau. Ia dengan cepat mengambil pisau di tangan Linzy untuk mencegah hal itu terjadi lagi.

"Aku hanya sedikit melamun tadi, maaf.." balas Linzy dengan rasa bersalah.

Silvia dengan cepat mengambil pisau yang ada di tangan Linzy untuk mencegah hal itu terulang kembali. "Kamu tak perlu meminta maaf, jika sedang tidak enak badan. Lebih baik kamu istirahat dulu. Biar aku dan yang lainnya yang menyelesaikan masakannya",

"Baiklah.. aku sepertinya harus kembali terlebih dahulu. Aku baru ingat ada tugas di rumah sakit yang harus aku urus", ucap Linzy beralasan,

"Baiklah.. dan terima kasih sudah menemaniku tadi malam. Setidaknya aku tidak sendirian".

"..." Linzy terdiam dan hanya membalas dengan senyuman, lalu pergi dari dapur.

"Sil, kali ini menu sarapan apa yang akan kau buat dengan ubi yang sudah ku kupas?" tanya Lingling yang masih mengupas kentang di tangannya.

"Kita akan membuat camilan sekaligus lauk bernama combro",

Mendengar itu Lingling langsung tertawa terbahak-bahak, "Bhahaha.. ya ampun Sil, itu nama apaan? Comblo?" tanyanya mengulangi,

Mungkin karena aksen R itu susah di lafalkan orang china, maka yang terdengar dari mulut Lingling adalah comblo.

Nadia yang sedang mengiris tipis tempe untuk di goreng menoleh ke arah Lingling risih dengan tawa menggelegar sahabatnya. "Iya combro, itu makanan ringan yang nikmat di makan atau di jadikan lauk. Kau akan segera mengetahuinya nanti", sahut Nadia.

"Aku jadi makin penasaran dengan yang namanya comblo ini. Makanan nikmat olahan ubi, sedikit meragukan tapi terdengar unik." Ujar Lingling bersemangat mempelajari masakan khas Indonesia

Sembari mengupas ubi dan bahan yang lainnya, Silvia mulai menjelaskan cara pembuatan combro ini step by step dengan cara terperinci dan mudah dipahami. Lingling yang serius memperhatikan hanya bisa mengangguk meski kadang tidak paham apa yang sedang di lakukan.

Lain halnya dengan Nadia yang sedang sibuk dengan menunya sendiri, terlihat lebih tenang dalam menyiapkan masakannya. Dalam keseharian Nadia sewaktu di Indonesia, bisa memasak adalah sebuah kewajiban dalam keluarga Bangsawan Hadiningrat. Jadi memasak masakan lokal adalah hal mudah baginya.