Chapter 327 - 327. Bagaimana aku harus menjelaskannya padamu sayang bag 2

Sementara menunggu kabar dari penjaga bayangan, Ludius berfikir untuk menjemput Azell. Terakhir kali Silvia ingin bertemu Azell di halangi oleh Shashuang. Mungkin dengan membawa Azell bersamanya Silvia akan memaafkanya.

Di depan kantor, sopir sudah menyiapkan mobil ferrari luxury dan berdiri menyambut Ludius yang baru saja keluar dari kantor.

"Tuan Lu, mobil anda telah di siapkan. Silahkan, ini kuncinya Tuan." Kata pak sopir menghentikan langkah Ludius dan memberikan kunci padanya.

"Terima kasih Pak. Ohya tolong kalau Silvia kembali ke kantor, antar dia kembali ke Mansion." Balas Ludius langsung meneruskan langkah.

"Baik Tuan," pak sopir menundukkan kepalanya mengantar kepergian Ludius.

Mobil sport hitam legam itu melesat menjauh dari kantor menuju Taman kanak-kanak untuk menjemput Azell. Karena kebetulan waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 siang, jadi Ludius tidak perlu membuang banyak waktu untuk menunggu Azell keluar.

***

Di depan gedung besar taman kanak-kanak Hight School Children, Ludius memarkirkan mobilnya. Terlihat gedung dengan asrama bagi anak yang ingin di titipkan dan di asuh dengan fasilitas terbaik khusus untuk anak-anak berprestasi dan memiliki pangkat atau derajat tinggi.

"Apa Azell masih lama keluar dari sekolahnya?." Fikir Ludius.

Ia akhirnya masuk ke dalam dan kebetulan melihat guru wanita yang sedang berdiri di depan kelas dan menghampirinya. "Siang Bu guru," Sapa Ludius ramah,

Guru wanita muda yang sedang memainkan ponselnya begitu mendengar sapaan seorang pria langsung menoleh kearahnya. Ia yang melihat Ludius seketika terpana, wajahnya langsung memerah dan sikapnya berubah menjadi gugup tak karuan.

"Ah iya, ada yang bisa saya bantu?." Tanya sang guru dengan telapak tangan saling menangkup dan meremas gemas melihat wajah tampan nan dingin dari Ludius.

"Bisa saya bertanya, apakah kelasnya belum selesai?." Tanya Ludius ramah dan geli melihat lirikan alay dari guru di depannya.

"Oh, kalau itu mungkin 5 menit lagi kelas akan selesai. Tuan tunggu saja disini." Balas si Bu guru dengan suara melengking genit yang membuat Ludius semakin bergidik geli.

'Wanita ini tidak sedang menggodaku kan? Menggelikan sekali suaranya'.

Wanitab itu melangkah perlahan mendekat kearah Ludius, merasa didekati Ludius langsung mundur perlahan pula. "Tuan, memang anda sedang menunggu siapa?." Tanya si Bu guru, karena merasa gemas dengan sikap dingin Ludius. Ia memberanikan diri memegang tangan Ludius.

"Maaf, bisa singkirkan tangan anda. Saya masih bicara baik-baik pada anda karena saya menganggap anda adalah guru dari Putra saya. Jangan sampai saya kehilangan kesabaran dan membuat anda menyesalinya!." Tegas Ludius, ia langsung melepaskan tangannya dari cekalan Bu guru.

Bu guru langsung menarik tangannya dan mundur beberapa langkah, mungkin sekarang asumsinya tentang Ludius sudah berubah 180 derajat setelah perlakuannya barusan. "Maafkan atas kelancangan saya Tuan."

Kring kring

Terdengar bel berbunyi, dan tidak lama setelahnya dari pintu samping Ludius berdiri, Anak-anak berseragam berhamburan keluar.

Ludius memperhatikan anak-anak keluar satu persatu, namun tidak juga melihat dimana Azell berada. Sampai guru yang mengajar keluar dari dalam dan menggandeng Azell bersamanya.

Azell yang di gandeng Bu guru yang baru saja keluar begitu melihat Ludius langsung melepas gandengannya dan berlari kecil menuju Ludius. "Papa.." panggil Azell. Ia langsung memeluk Ludius yang masih berdiri di depannya.

Ludius langsung berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan Azell, dengan bangganya sebagai Ayah, Ludius membelai kepala Azel dan tersenyum padanya. "Azell, Apa kau merindukan Papa? Bagaimana dengan sekolahmu?."

"Azell rindu pada Papa, tapi Azell lebih rindu pada Bibi Silvia. Apakah Papa mau membawaku pada Bibi Silvia?." Tanya Azell polos khas anak seusianya.

"Pintar, Papa memang ingin membawa Azell pada istri Papa. Ayo berpamitan dengan Ibu guru terlebih dahulu." Kata Ludius mengingatkan, ia beranjak dari jongkoknya dan tersenyum ke arah guru manis yang tadi keluar bersama Azell.

Sebagai rasa terima kasih Ludius menghampiri guru tersebut. "Bu Guru, terima kasih telah menjaga Azell dan memperlakukannya layaknya anak kecil pada umumnya."

"Sama-sama Tuan Lu, itu sudah menjadi tugas saya untuk memperlakukan sama semua murid saya. Tapi saya akui Azell memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Maka dari itu kadang Azell sulit untuk berkomunikasi dengan anak-anak lain."

"Itu juga yang saya fikirkan. Kadang Azell berfikiran layaknya orang dewasa hanya dengan sekali lihat dan dia langsung bisa meniru dan menilai. Karena ini sudah siang dan saya masih banyak pekerjaan yang harus di kerjakan, saya permisi." Ujar Ludius.

"Bu guru, Azell pulang dulu. Sampai jumpa." Seru Azell, ia melambaikan tangan pada gurunya dengan senyuman, lalu berbalik arah dan menggandeng tangan Ludius keluar dari area sekolah.

***

Disisi lain, Silvia yang masih terluka dengan apa yang ia lihat dan dengar anttara Ludius dengan Bianca, masih berjalan sendiri di sepanjang tepi jalan dengan tatapan datar meski hatinya telah remuk redam.

Di tengah langkahnya ia melihat taman dan bangku memanjang, Silvia pun akhirnya kesana untuk sekedar duduk menenangkan diri. Di depan taman yang membentang dengan hamparan bunga dan tanaman hijau Silvia duduk sendiri.

"Tega sekali kau melakukan ini Ludius! Sampai kapanpun aku tidak akan memaafkanmu pri brengsek, biadab!." Umpat dan cacian keluar dari mulut Silvia dengan tangan yang meremas-remas kesal.

Meski ia kesal dan mengumpat sesuka hati, nyatanya ia tetap saja meneteskan air mata. Sedih, tentu saja! Fikirkan saja sebagai seorang istri melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain di depannya.

Hampir seperempat jam Silvia duduk dengan berbicara tidak jelas, meluapkan segala emosi yang tertahan di hatinya. Hingga datang pria dari arah belakang dan menyapanya.

"Silvia, mengapa kamu duduk sendirian disitu?."

Silvia menoleh ke belakang dan ternyata itu adalah Pangeran Richard. "Oh, ternyata kau." Jawabnya tak bersemangat. Mungkin Silvia fikir itu Ludius. Ia mengalihkan pandangan lagi ke depan.

Richard hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat keadaan Silvia yang terlihat putus asa, ia melangkah kearah depan Silvia dan berjongkok didepannya. "Apa yang kamu fikirkan Silvia? Apa yang mengganggu fikirkanmu?." Tanya Pangeran Richard sambil menengadahkan wajahnya menatap mata sendu Silvia.

"Tidak ada, lagi pula untuk apa kau kemari? Tidak bisakah kau tinggalkan aku sendiri saja barang sebentar!."

"Tidak akan!, wanita hamil yang emosional sepertimu harus selalu diawasi, siapa tahu kau melakukan hal nekad atau semacamnya."

"Jangan samakan aku dengan wanita labil seperti mereka yang rela menyerahkan hidupnya karena putus asa! Aku ini masih memiliki akal sehat tahu!." Jawab Silvia ketus.

"Baiklah, kau berbeda dengan mereka." Richard berdiri kembali dengan memegang kedua tangan Silvia. ia duduk di samping Silvia. "Kalau lelah, kau bisa bersandar di bahuku."