Chapter 329 - 329. Panggilan Bunda yang selalu di nanti

"Hnng.. tega sekali kamu mengatakanku bodoh dan ceroboh! Aku tidak sebodoh itu tahu!." Omel Silvia.

"Iya Sayang, kamu istriku yang tercantik, termanis, terimut, terpandai, dan terpedas dalam berbicara pada suaminya. Kamu suka?"

"Alasan! Ngerayu nih ceritanya?." Kata Silvia dengan bibir mengejek.

"Bukan merayu, lebih tepatnya menyenangkan hati istri tercinta."

"MODUS…!"

Karena Ludius tidak ingin mendengar lebih banyak lagi perkataan pedas dari Silvia, ia menggendong paksa Silvia dan membawanya kembali ke mobil.

"Ayo kita pulang sayang Azell sudah menunggu kita dirumah.."

"Turunkan aku Ludius! Disini banyak orang tahu! Dasar muka tebal!!." Teriakan Silvia menggema di telinga Ludius, tapi ia biarkan.

'Akhirnya perasaanmu lebih baikan Sayang, aku sudah takut kamu akan berlama-lama marah padaku seperti yang sudah-sudah.'

***

-Mansion Lu.

Sore ini setelah Ludius membawa paksa Silvia dari taman dekat kantor kembali ke Mansion. Silvia di beri kejutan dengan kehadiran Azell yang sedang duduk di ruang keluarga dengan beberapa mainan dan laptop yang tergeletak disana.

Silvia yang baru saja melangkah masuk langsung berhambur menghampiri Azell dengan senyum cerah diikuti Ludius yang ada di belakangnya.

"Sayang, hati-hati..! bukannya kamu tadi bilang perutmu sedang sakit?." Tanya Ludius sekaligus memperingatkan.

Silvia menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. "He, perutku memang sakit, tapi itu tidak seberapa dari pada waktu berhargaku bertemu Azell. Jarang sekali aku bisa bertemu Azell seperti." Jawab Silvia dengan senyumnya yang cerah. Ia langsung duduk di samping Azell.

"Perlu ku panggilkan Dokter Sayang?." Ludius yang masih ingin mengawasi perkembangan sakit yang barusan di taman keluhkan ikut duduk disamping Azell.

Ludius percaya, meski Azell adalah penghubung antara dia dan Shashuang, tapi Azell juga bisa menjadi penghubung antara hubungannya dengan Silvia.

"Tidak perlu, kalau nanti ada keluhan aku akan mengatakannya padamu suamiku." Balas Silvia sudah kembali dengan gayanya yang khas. Kalem dan menenangkan.

Silvia yang duduk disamping Azell ikut melihat apa yang Azell lakukan dengan laptopnya. "Azell, apa yang kamu lakukan dengan laptop yang ada di tanganmu?." Tanya Silvia, mencoba membangun komunikasi dengan putra lain Ludius.

Azell langsung menoleh ke arah Silvia dan memberikan senyuman terbaiknya. "Bibi, Azell sangat merindukan Bibi. Aku kira Bibi tidak akan pulang malam ini? Azell sedang bermain online sambil menunggu Bibi pulang." Jawabnya polos. Ia langsung meletakkan laptopnya di meja dan berdiri di depan Silvia.

"Sini, Azell duduk di pangkuan Bibi." Dengan semangat Silvia mengangkat Azell ke dalam pangkuannya. "Ini sudah sore, ngomong-ngomong Azell sudah makan belum? Kita makan bareng trus nanti Bibi temani Azell tidur, bagaimana?"

"Uhm.. makan bareng Bunda Silvia. Azell mau..." jawab Azell antusias di lanjutkan dengan anggukan dan senyum manis yang terpancar dari wajahnya.

Silvia dan Ludius yang mendengar perkataan Azell sontak melihat kearah Azell secara bersamaan dengan perasaan yang tak percaya.

"Azell coba kamu ulangi. Kamu memanggil istri Papa dengan sebutan apa?." Tanya Ludius lembut untuk mempertegas pendengarannya.

Azell memandang Silvia dan Ludius secara bergantian dilanjutkan dengan menundukkan kepala malu. "Bu..n..da" Jawab Azell dengan malu, mungkin ia merasa tidak enak dengan panggilannya pada Silvia.

Tapi bagi Silvia yang mendengar hal itu matanya langsung berbinar, setitik butir air mata membasahi pelupuk matanya. Dengan segera Silvia memeluk erat anak kecil jenius dengan segala kepolosannya.

"Azell mengapa malu dan takut. Aku akan sangat senang jika Azell memanggilku dengan sebutan Bunda." Jawab Silvia, ia melepas pelukannya dan melihat wajah tampan putranya

"Benarkah? Aku bisa menanggil Bibi dengan sebutan Bunda? Tapi aku putra papa dengan wanita lain. Bibi tidak akan membenciku kan?." Sahutnya lagi, untuk memperjelas asumsinya.

"Mana mungkin Bibi marah Azell, Bibi malah sangat senang dan menanti dimana kamu memanggil Bibi dengan sebuttan Bunda,"

"Uhm, Bunda." Katanya mantap sambil menganggukkan kepala.

Ludius yang sedari tadi memperhatikan dua mahkluk yang paling berharga dalam hidupnya hanya tersenyum simpul. "Bibi Yun!." Panggil Ludius.

Segera Bibi Yun datang. "Ya Tuan Lu, ada yang bisa Bibi bantu."

"Bi, siapkan makanan segera. Kami ingin makan bersama. Jangan lupa siapkan semua makanan yang nikmat untuk Tuan muda." Seru Ludius.

"Baik, saya akan mempersiapkan segera makan malamnya Tuan. Tuan muda, halo.. tadi Bibi belum sempat menyapa Tuan muda. Tuan muda ingin makakn dengan apa?." Tanya Bibi Yun,

"Bi Yun, Azell ingin makan nasi goreng yang biasanya Bunda Silvia siapkan. Itu enak sekali.. yummy.." kaya Azell sambil memainkan pankal lidahnya. Bersikap polos layaknya anak 5 tahun lamanya.

Silvia langsung melihat kearah Azell yang masih dalam pangkuannya. "Oh.. Azell sangat menyukai masakan nasi goreng buatan Bunda?."

"Iya Bunda, nasi goreng itu enak. Mama di rumah selalu meminta pelayan buatkan dan siapkan apapun yang Azell butuhkan. Hnng Mama memang tidak pernah bisa memperdulikan orang lain." Kata Azell cemberut dengan menyilangkan kedua tangannya.

"Baiklah.. Bunda akan masakkan nasi goreng untuk Azell." Silvia menurunkan Azell dari pangkuannya dan mendudukkannya di sofa samping Ludius. "Azell main sama Papa dulu yah, Bunda mau masak sama Bibi Yun dulu di dapur."

"Tapi Sayang, bagaimana dengan kondisimu? Apa sudah membaik?." Sahut Ludius, mencoba mencegah Silvis melakukan pekerjaan yang melelahkan.

"Aku baik-baik saja suamiku, ini hanya sedikit perih. Tidak akan mengganggu proses memasak kok." Balas Silvia menggelengkan kepala untuk mencegah Ludius mengatakan lebih banyak hal lagi.

"Ayo Bi, kita ke dapur dan masak sesuatu." Ajak Silvia pada Bibi Yun. Dan mereka pergi ke dapur bersama.

Disamping itu, Ludius yang tinggal berdua dengan Azell masih saling diam beberapa saat hingga Ludius akhirnnya angkat bicara. "Terima kasih karena sudah memanggil Silvia dengan Bunda. Dia sangat menyanyangimu dan merindukanmu Azell." Ungkap Ludius,

Azell yang sedang bermain kembali dengan laptopnya kembali menjawab tanpa meliihat kearah Ludius. "Uhm, aku tahu itu Pa. Perasaan itu sudah terpancar jelas di raut wajah Bunda Silvia. Berbeda dengan pancaran yang Mama tunjukkan yang lebih mengarah kepada ambisi." Jawab Azell dengan lugas tidak seperti anak pada umumnya.

"Kau mampu menilai orang sampai sejauh itu? Jika demikian, Papa harap kamu jangan terlalu menunjukkan kejeniusanmu di depan orang. Atau mereka akan menganggapmu aneh. Papa mengatakan ini demi kebaikanmu. Apa kamu mengerti?." kata Ludius menasehati

Ludius tidak habis fikir, bagaimana Azell bisa memiliki pemikiran dewasa dan begitu mendalam? Sayangnya kejeniusan Azell tidak dibarengi dengan didikan usia dini yang seharusnya. Di tangan Shahshuang, mungkin saja Azell di ajarkan hal-hal yang tidak seharusnya di fikirkan atau ketahui anak seusia 5 tahun,