Chapter 333 - 333. Apa itu juga ulah Papa semalaman?.”

Pagi ini setelah memasak di dapur bersama Bibi Yun untuk menyiapkan sarapan, Ludius langsung ke ruang kerjanya untuk menghubungi Wangchu. Ia berniat mengutus Wangchu menjemput Ibu mertua ke China.

Ponsel yang sudah di genggaman ia sambungkan langsung ke nomor Wangchu.

["Pagi Boss, ada apa sepagi ini kau menelfonku?']

["Segera jemput Ibu mertuaku. Aku sudah berjanji akan mengirim seseorang untuk menjemputnya dan mengawal beliau ke China."]

["Mengapa tidak kau saja Ludius, aku sedang sibuk mengurus masalah keamanan di area Laboratorium. Lagi pula dia ibu mertuamu. Bagaimana bisa kau tidak berbakti dan memintaku untuk menjemput belliau?"]

["Aku masih banyak hal yang harus diurus sebelum keberangkatanku ke Hardland. Lagi pula masalah laboratorium sudah aku serahkan pada Zhenyi. Jangan khawatir, aku juga meminta Nadia untuk menemanimu. Katannya dia akan kembali ke Indonesia untuk mengambil beberapa barangnya yang tertinggal. Bukankah ini sangat menguntungkan untukmu, BODOH!"]

["Baik, kau menang Boss! Aku ikuti perintahmu."]

["Itu baru teman baik!. Segera bersiap. Kau dan Nadia berangkat sekitar jam 10 siang ini. Sudah dulu, sisanya kau urus sendiri!."]

Tut.. tut.. tut..

Panggilan Ludius putus sebelum Wangchu memprotes lebih banyak lagi. Mengenai keamanan Silvia, ia sudah mengkoordinasi dengan Zhenyi. Tapi ia tidak tahu akhir-akhir ini Zain tidak bisa di hubungi setelah malam itu.

"Sepertinya Zain ada misi khusus yang membuatnya tidak terlihat beberapa hari ini. Aku tidak bisa terus-menerus menggantungkan keamanan Silvia padanya."]

Ludius terduduk di kursinya dengan tangan menyangga kepalanya yang berat. "Sedikit berat meninggalkan Silvia sendiri disini, apalagi dengan keadaan tubuhnya yang semakin memburuk. Mengapa susah sekali mencari Dokter yang mampu menyembuhkan jaringan luka dalam?. Entah sampai kapan kamu mampu bertahan Sayang? Meski begitu aku takkan menyerah untuk menyelamatkan kalian." Gumamnya.

Sembari memikirkan hal yang sudah menumpuk dikepalanya, Ludius melihat beberapa dokumen untuk beberapa minggu kedepan, agar waktu ia pergi Longshang Perusahaan masih dalam kendalinya.

Ia juga teringat masalah kontrak kerja samanya dengan Daniel Qin mengenai pembangunan Gedung Negara yang di percayakan pada mereka. Ludius langsung saja menghubungi Longshang untuk mengkonfirmasi.

["Longshang!."]

["Beberapa hari ini aku tidak mengecek perkembangan pembangunan gedung Negara. Bagaimana dengan pemukiman penduduk yang terdapat diarea pembangunan? Apakah sudah mendapat dana relokasi?"]

["Kau bertanya di waktu yang tepat, siang nanti akan ada rapat dengan bagian keuangan mengenai biaya pengeluaran untuk pemukiman penduduk yang berpotensi di gusur. Kau yakin ingin memberikan dana relokasi sebesar itu?"]

["Mau bagaimana lagi, kita harus membungkam mulut para pengungsi. Dan percepat waktu untuk memulai pembangunan. Pastikan akan selesai dalam 2 bulan ini."]

["Kau tenang saja Ludius. Aku sudah memerintahkan seorang desain bangunan untuk segera mengatur tata letak bangunannya. Dalam beberapa hari ini warga mulai pindah dan kita akan melakukan eksekusi segera."]

["Bagus, lebih cepat lebih baik. Aku serahkan hal ini dalam pengawasanmu, kalau bisa cari partner untuk membantumu mengawasinya."]

["Ya, kau tak perlu khawatir dengan ini. Pergilah ke Kerajaan Hardland dan cari informasi sebanyak-banyaknya mengenai keadaan saat ini."]

["Hm, pergilah ke kantor terlebih dahulu. Aku masih ada urusan di Mansion."]

Ludius kembali memutus panggilannya sepihak. Dua masalah telah iya serahkan pada sahabatnya, setidaknya ketika meninggalkan China ia tidak terlalu di beratkan dengan masalah internal Perusahaan.

Di tengah masalah internal yang menumpuk tepat didepan matanya, Ludius di kejutkan dengan suara celetukan seorang anak yang sangat dikenal,

"Papa.. waktunya sarapan!." Panggil Azell didepan pintu. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan Azell yang sudah memakai seragam sekolah datang menghampirinya.

Ludius yang sedang tertuunduk langsung menengadahkan kepalanya dan melihat Azell dengan senyuman. "Azell, kau sudah bangun. Bagaimana dengan Bundamu?"

"Bunda sepertinya sedang mandi dan akan turun sebentar lagi. Ayo pa, kita sarapan"

Ludius mengangguk dan mengikuti langkah Azell yang sudah meningalkan ruang kerja terlebih dahulu menuju ruang makan.

"Selamat pagi suamiku.." Sambut Silvia dengan senyum manis di depan pintu ruang makan, dengan penampilan yang sudah rapih memakai dress sederhana.

Sejenak Ludius terpana dengan penampilan Silvia, bukan dia menjadai terlihat aneh atau yang lainnya. Hanya saja aura istrinya menjadi lebih terlihat, mungkin ini juga efek dari hamilnya atau karena ia berhasil membuat nyaman istrinya tadi malam.

Dengan langkah santai Ludius menghampiri Silvia, ia memeluk serta mengecup kening istrinya. "Selamat pagi Sayang, bagaimana tidurmu. Nyenyak?." Tanya Ludius berbisik di telinga Silvia hingga membuat wanita itu merindung

"Uhm, sangat nyenyak. Aku tahu suamiku takkan melakukan hal yang kasar hingga membuatku tidak nyaman. Dan terima kasih atas sarapannya Sayang." Silvia langsung membalasnya dengan mencium pipi Ludius hingga pria itu berdiri membatu,

"Ehkhem.. Bunda, sarapan yuk." Azell yang melihat kemesraan kedua orang tuanya hanya bisa menghela nafas dan sedikit menegur mereka bahwa masih ada dirinya di ruangan itu.

Sedangkan Ludius dan Silvia yang mendapat teguran halus putra mereka langsung saling berpaling. Silvia yang merasa terpanggil langsung menghampiri Azell. Membawanya ke meja makan, menarikkan kursi untuk anak itu duduk.

"Ayo sarapan, Azell mau sarapan pakai apa?" tanya Silvia lembut, ia membalikkan piring Azell dan mengambilkannya nasi sambil melihat kearah putranya dengan menyiratkan pertanyaan.

"Apapu yang Papa masak, Azell mau." Ujarnya sambil bertepuk tangan girang.

Yah.. Azell memang jarang sekali di manja oleh Shashuang, bahkan sering di abaikan. Meski Azell jenius dan bijaksana sekalipun, ia masih saja seorang anak kecil yang membutuhkan dimanja dan disayang.

Ludius yang sudah duduk di meja makan melihat tingkah, keakraban ibu dan anak di depannya sangat bersyukur. Ia akhirnya bisa menghela nafas lega dengan kedekatan mereka.

'Semoga kedekatan ini berlangsung selamanya dan tidak ada kecemburuan sosial ketika kedua calon bayi kami lahir kedunia. Aku sedikit khawatir dengan pengaruh Shashuang di masa mendatang. Azell begitu tempramen meski ia sedikit lebih bijak dari anak seusianya.' Batin Ludius.

"Suamiku, mengapa kamu tidak makan?."

Ludius langsung tersenyum jahil dengan menyangga wajahnya memperhatikan Silvia."Tentu saja karena aku ingin di ambilkan juga makanannya oleh istriku. Tidak adil kan kalau hanya Azell saja yang dimanja." Ujar Ludius dengan menatap nakal istrinya.

"Bunda sabar ya, punya suami nakal seperti Papa. Kalau Papa tidak nakal pasti Bunda tidak akan repot seperti ini." Celetuk Azell yang sedang memakan sarapannya. Sekelebat Azell memandang Silvia dan mengerutkan keningnya.

"Ohya Bunda, itu merah-merah di leher bekas apaan? Apa itu juga ulah Papa semalaman?." Tanya Azell polos.

"Pfffft. Hahaha.." Ludius langsung tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Azell yang terlalu polos.