Chapter 336 - 336. Zain dan petikan Gitarnya

Seharian ini Silvia menemani suaminya si kantor sambil mengawasi sekretaris Ludius yaitu Bianca Luze yang kemarin baru saja membuat Silvia salah paham meski sepertinya yang terjadi diantara mereka benar adanya.

Di ruangan Direktur kebetulan hanya tinggal Silvia dan Bianca, setelah kepergian Ludius yang akan melaksanakan rapat dengan para Dewan Direksi dan bendahara mereka mengenai ganti rugi para warga yang pemukimannya di sekitar proyek pembangunan 'Gedung Kenegaraan', membuat Silvia memiliki waktu untuk membuat perhitungan dengan wanita penggoda itu.

Sebelumnya Silvia terlebih dahulu melihat ke arah Bianca yang sedang duduk manis bersama laptopnya. Ia tatapan tajam dan tegas wanita yang acuh kepadanya itu.

"Apa hubunganmu dengan Ludius?." Tanya Silvia tegas tanpa basa basi.

Bianca yang sedang serius dengan laporannya di laptop mengangkat kepalanya dan memandang balik Silvia, "Apa Nyonya Lu sedang bertanya pada saya?."

"Iya tentu saja kau! Memang siapa lagi wanita di ruangan ini selain kau yang ku panggil. Katakan, apa hubunganmu dengan Ludius?." Tanya Silvia tegas, ia bahkan langsung beranjak dari duduknya berdiri menghadap Bianca.

"Tidak ada! Ludius hanya atasanku dan aku bawahannya. Bukankah pertanyaan anda sudah terlewat jauh Nyonya Lu?." Balas Bianca, ia melihat Silvia dengan acuh. Sangat berbeda saat ia memandang nakal Ludius.

"Oh, jadi itu jawabanmu. Baiklah. Itu keputusanmu dan aku tidak akan ikut campur dengan apapun yang ingin kau lakukan." Silvia beranjak dari duduknya serta mencangklok tas mininya dan menghampiri Bianca yang masih duduk manis di sofa.

"Aku hanya ingin mengatakan, sepandai apapun kamu bermain taktik untuk mendapatkan perhatian atau kasih sayang Ludius. Kau takkan bisa mendapatkannya. Terima kasih Nona Bianca, karena telah menemani saya seharian ini. Saya permisi!,"

Bianca mengangkat kepalanya kembali, dengan laptop yang masih di pangkuannya. Ia melihat kepergian Silvia dengan tenang dan tanpa rasa kesal atau marah sedikitpun, "Kamu harus kuat dengan apapun yang terjadi Silvia. Karena di masa mendatang, kamu mungkin saja akan mendapatkan hal yang tidak bisa di presiksi sebelumnya. Perang dingin dalam Dunia Bawah baru saja di mulai!." Gumam Bianca.

***

Sore ini setelah seharian berada di Perusahaan Tangshi Grup, Silvia kembali terlebih dahulu tanpa menunggu Ludiuss yang masih sibuk dengan perkerjaannya ke Mansion untuk membersihkan diri dan menyiapkan makan malam.

Baru saja mobil yang di tumpangi Silvia berhenti di pelataran Mansion. Sudah ada mobil lain terlebih dahulu terparkir disana. Diliihat dari plat dan jenis mobilnya yang klasik, Silvia berfikir itu mungkin mobil milik Zain.

"Pak, apakah Bapak tadi sudah menjemput Tuan Muda Azell di sekolah?." Tanya Silvia yang teringat Azell sebelum ia turun dari mobil.

"Sudah Nyonya, tapi kata Guru yang mengajar jam terakhir, Tuan Muda Azell sudah di jemput terlebih dahulu oleh Nyonya Shashuang." Kata Pak sopir. Ia beranjak dari duduknya, keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Silvia.

Silvia keluar dari mobil dan mengambil tasnya yang masih tergeletak di dalam. "Oh, terima kasih. Bapak bisa kembali bekerja."

"Baik Nyonya. Saya permisi." Pak sopir masuk lagi kedalam mobil dan memarkirkannya di bagasi bagian samping mansion.

Silvia sendiri langsung masuk kedalam untuk memastikan apakah dia Zain atau bukan. Di dalam, lebih tepatnya bagian ruang tamu. Benar saja, sudah ada Zain yang duduk disana seorang diri. Mungkin ia ingin bertemu Ludius..?

"Zain, kau kemari apakah ada yang ingin di bicarakan dengan Ludius?" tanya Silvia yang masih di ambang pintu.

Zain menoleh ke belakang dan langsung beranjak dari duduknya. Raut wajahnya sepertinya sedang menyiratkan sesuatu. "Ya, apakah suamimu belum kembali?."

Silvia menggelengkan kepala. "Belum, mungkin sebentar lagi. Duduklah kembali, kau ingin minum apa?." Tanya Silvia, ia berjalan ke arah sofa. Menaruh tasnya lanjut menuju dapur.

"Minnuman apa yang biasa ku minum, masih sama seperti 5 tahun yang lalu." Ujar Zain dengan memandang Silvia penuh makna.

"Aku tidak sedang ingin bercanda dengan mu Zain. Maaf jika aku lupa apa yang biasa kau minum. Itu telah lama berlalu." Jawab Silvia malas, iya malas untuk berdebat dengan hal yang berhubungan dengan masa lalu.

Sudah cukup bagi Silvia meladeni wanita centil seperti Bianca yang tiap hari seliweran di samping suaminya. Ia sedang tidak ingin menambah beban hidupnya kembali.

"Apa perlu aku bermain gitar dan menyanyikan lagu yang sama untukmu seperti 5 tahun yang lalu!."

Perkataan Zain rupanya cukup memancing emosi Silvia. Ia menghentikan langkahnya dan berbalik arah melihat Zain yang sudah memegang gitar dengan jemarinya yang mulai memetik gitar.

"Mengapa kau masih saja mengingat masa lalu yang sudah menjadi kenangan?. Kau ingin mengingatkanku dengan masa lallu melalui petikan gitarmu?."

"Tidak, aku hanya ingin memainkannya saja." Jawab Zain acuh.

"Kau kemari karena ada urusan dengan Ludius, jadi aku tidak mengusirmu. Terserah kau mau melakukan apa, aku tidak peduli. Duduklah yang baik, aku akan segera mengambilkan minum untukmu!." Ucap Silvia agak kasar,

Dikatakan lelah, mungkin iya. Lelah di bayangi masa lalu, apalagi tidak sedikit hal yang sudah mereka lewati bersama. Sedikit terbawa perasaan bukankah wajar?

Tapi bagaimanapun Silvia sudah melupakan semuanya dan menganggap semua itu hanya kenangan yang pernah singgah dalam hidupnya.

Perlahan suara petikan gitar dengan suara Zain terdengar sampai ke dapur karena memang keadaan saat itu sedang sunyi. Bibi Yun yang sedang meracik bumbu untuk mempersiapkan makan malam pun ikut terpukau.

"Nyonya, apakah itu suara dari Tuan Zain? Begitu indah meski saya tidak tahu apa artinya." Ucap Bibi Yun, ia bahkan terlihat sangat menikmatinya.

"Itu memang suara Zain. Dulu dia adalah seorang vokalis sebuah band di masa mudanya." Jawab Silvia begitu saja, seolah tidak menyadari bahwa mulutnya telah mengatakan sesuatu.

Setelah selesai dengan ice coffe yang di buatnya, Silvia memberikannya pada Bibi Yun. "Bi, tolong antarkan pada Zain. Aku ingin ke kamar terlebih dahulu." Ucap Silvia tidak bersemangat.

"Loh, bukannya Nyonya mau temani Tuan Zain selagi Tuan Lu belum kembali?."

"Tidaklah Bi, aku sedang lelah. Jika aku tetap menemani Zain dan saat itu Ludius pulang, yang ada pasti mereka adu mulut atau berantem tidak jelas. Aku lebih baik ke kamar terlebih dahulu."

Silvia meninggalkan dapur, dan sebelum menaiki tangga ia sesaat memandang ke arah ruang tamu yang menggabungkan langsung dengan tangga menuju lantai atas.

Kau datang dan pergi oh.. begitu saja. Semua ku terima apa adanya

Mata terpejam dan hati menggumam. Di ruang rindu, kita bertemu.

Zain menghentikan petikan gitarnya dan melihat balik kearah Silvia.