"Syukurlah kalian akrab satu sama lain, Bibi senang melihatnya. Ayo Nak Wangchu, Mahendra dan Nadia, dinikmati hidangannya."
Ibu Yuliana ikut duduk di samping Nadia. "Ohya Nak Wangchu, bagaimana keadaan Silvia dan Tuan Lu, apakah mereka baik-baik saja?." Tanya Ibu Yuliana dengan sedikit khawatir, pasalnya Silvia memang jarang menghubunginya akhir-akhir ini.
"Bibi tidak perlu khawatir, Silvia dan Ludius, mereka dalam keadaan baik-baik saja."
Dari arah pintu, Pak sopr datang membawa barang bawaan dan menyela pembicaraan mereka. "Permisi Tuan, barang-barang ini akan di taruh dimana?."
"Taruh saja dimeja Pak," balas Wangchu.
Pak sopir menaruh barang-barang bawaan dari China di meja. "Semua barang bawaan sudah saya bawa masuk. Semuanya ada di samping pintu uan."
"Baik, terima kasih Pak. Anda boleh pergi sekarang."
Pak sopir pergi dan Wangchu membuka bingkisan yang disiapkan langsung oleh Ludius untuk di persembahkan pada Ibu Mertuanya.
"Bibi, ini ada beberapa hadiah dan bingkisan yang disipakan langsung oleh Tuan Lu, dan permintaan maaf darinya karena tidak bisa datang ke Indonesia dan menjemput Bibi secara langsung." Kata Wangchu dan memperlihatkan beberapa isi bingkisan yang bertumpuk di meja tersebut.
Beberapa bingkisan tersebut berisi pakaian cheongsham, qipao untuk wanita dan changshan serta samfoo untuk pria. Beberapa jajanan khas orang tionghoa seperti teh Xihu Longjing, salah satu teh yang kebetulan menjadi teh favorit Kaisar Qianlong dan perhiasan emas, gucci, perhiasan dari batu giok, simpul china, dan beberapa kain sutra khas yang hanya ada di China.
"Apa yang di fikirkan menantuku itu, Ibu tahu dia orang yang sangat sibuk, apalagi Silvia tengah mengandung. Tidak perlu repot membawakan banyak hal seperti ini." Ujar Ibu Yuliana.
"Ini hanya sebagian kecil hadiah yang Tuan Lu bawa untuk Bibi. Tuan Lu berpesan, silahkan Bibi membagikannya dengan sanak saudara dan anggota dari keluarga inti sebagai tanda kekerabatan dari Tuan Lu."ucap Wangchu dengan sangat halus dan bijak.
Sesaat Nadia yang duduk di samping Ibu Yuliana mencuri lihat Wangchu yang sedang berbicara mewakili Ludius. 'Itu benar Wangchu? Aku tidak sedang salah lihatkan? Bagaimana bisa dalam sekejap dia menjadi pria yang bisa di andalkan?.'
Lain halnya dengan Mahendra yang melihat banyaknya hadiah yang berderatan memenuhi meja, belum lagi yang tergeletak di lantai samping pintu, mungkin jika ditotal semuanya berkisar milyaran rupiah.
"Gila.. semua barang diberikan bernilai jutaan, seberapa kaya si Tuan Lu itu?." Gumam Mahendra mendengus kesal.
Dari dalam Ayah dari Julian atau si Paman Tommy keluar dan sedikit kaget melihat ada Mahendra yang sudah duduk disamping Wangchu dengan barang-barang yang memenuji meja.
"Wah.. wah.. ada apa ini, Nak Mahendra kemari juga ada urusan apa?." Tanya Paman Tommy.
Ia datang dan ikut bergabung duduk di sisi lain sofa sambil memperhatikan wajah Mahendra dan Wangchu yang terlihat tidak akrab.
"Ini si Nak Wangchu membawakan titipan dari menantu untuk kita semua." Ibu Yuliana mengambil bebrapa bingkisan tersebut memberikannya pada Tommy. "Ini ada beberapa kain sutra dan qipao untuk istrimu, Susan (istri dari Tommy). Nak menantu yang menyiapkan khusus untuk kita semua, semoga Susan suka."
"Aku terima pemberianmu Kak, Susan pasti senang mendapatkan hadiah yang langsung dibawakan dari China."
Tuan Tommy dengan senang hati menerima beberapa bingkisan dari Ibu Yuliana. Sedangkan Mahendra yang merasa di abangkan hanya bisa mendengus kesal.
Karena Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 waktu setempat, sudah saatnya bagi Wangchu untuk pamit. Ia berdiri dari tempatnya duduk sambil memberikan senyuman pada Bibi dan Paman. "Maaf sebelumnya, karena sudah malam tidak baik jika saya berlama-lama disini. Oleh karena itu izinkan saya untuk pamit Paman, Bibi, Nadia dan Tuan Mahendra." Ucap Wangchu.
"Lho.. bukannya Nak Wangchu mau menginap disini? Bibi sudah masak banyak makanan loh." Balas Ibu Yuliana dengan berat hati.
"Maaf Bi, besok saja saya akan kemari untuk mencicipi masakan Bibi. Tugas saya mengantar pesan Tuan Lu dan mengantar Nadia sudah selesai. Sisanya saya titip Nadia sampai keluarganya datang. Kalau begitu saya permisi." Kata Wangchu pamit pada semua orang.
"Baiklah Nak, kalau begitu behati-hatilah di jalan. Jika sudah sampai segera hubungi Bibi ya,"
"Baik Bi." Wangchu melihat ke arah Nadia dan tersenyum padanya. "Putri Nadia, aku pergi dulu dan selamat malam." Namun Wangchu hanya bisa mengatakannya dengan sangat lirih dan hanya terlihat mimik bibirnya yang bergerak mengatakan sesuatu.
Nadia yang sedikit tidak rela dengan Wangchu yang tiba-tiba pergi, hanya bisa mengantar kepergian Wangchu sampai depan rumah.
'Hati-hati di jalan dan terima kasih untuk hari ini karena mau menahan diri di depan semua orang dan tidak terpancing emosi karena Mahendra. Jika saja tadi kau tidak menahan diri, mungkin tidak akan berakhir baik seperti sekarang ini.'.
Nadia berbalik arah dengan tangan kanan menangkup menyentuh dadanya yang berdetak tak menentu. 'Wangchu, kau satu-satunya pria yang mengerti dan menelusuri kedalam perasaanku. Jika saja yang kau katakan benar. Bahwa takdir ada di tangan kita sendiri, mungkin aku takkan ragu untuk memilih pria sepertimu, meski kadang kau menyebalkan. Ah.. ada apa dengan perasaanku ini?.'
"Nadia, ada apa denganmu Nak?," tanya Ibu Yuliana dari kejauhan melihat Nadia sedang melamun.
"Bibi Yuliana, Mungkin Nadia sedikit lelah karena perjalanan jauh. Bibi bisa lanjutkan perkerjaan Bibi yang tertunda. Biar saya yang menemani Nadia disini."
"Benar juga itu Kak. Beri mereka ruang dan waktu untuk berdua. Lagi pula mereka juga sebentar lagi akan bertunangan. Kalau begitu aku juga akan pergi dulu. Mahendra, tolong temani Nadia sebentar yah.." kata Paman Tommy, ia membawa bingkisan tersebut keluar dari dalam, mungkin akan membawanya pulang untuk memberikan bingkisan tersebut kepada istrinya.
"Baiklah, Bibi akan masuk kedalam dulu. kalian bicaralah." Ibu Yuliana masuk dengan perasaan cemas melihat ekspresi kesedihan yang terlihat diwajah Nadia.
Kini tinggal Mahendra seorang diri yang masih di ruang tamu dengan Nadia yang melangkah dengan pikiran yang tidak pada tempatnya, membuat Mahendra yang masih di ruang tamu langsung mendekat kearah Nadia, alih-alih memberi perhatian ia ingin mendekap Nadia, tapi justru Nadia tepis begitu saja.
"Lepaskan tangan kotormu dariku brengsek!." Nadia menampik tangan Mahendra kasar,
Melihat sikap kasar Nadia justru semakin membuat Mahendra menggila, dengan senyum seringai ia mendekatkan dirinya tepat disamping wajah Nadia. "Nadia, ingatlah! Aku ini tunanganmu. Kau berani bermesraan dengan pria lain di hadapanku!. Kau pasti akan membayarnya MAHAL!." Ancam Mahendra lirih namun terdengar mengerikan bahkan membuat bulu kuduk Nadia merinding.